Part 12. Hitam Putih Cinta

1339 Kata
Rafi “Suci tuh dari kampung eyang gue, dititip di sini untuk belajar sekalian bantuin gue beberes rumah.” Jawabku cepat tanpa berpikir panjang. Erlan menghela nafas kesal mendengar jawabanku. Aku juga lihat ada sorot mata kecewa di mata bulat indah Suci. Tapi dia paksakan untuk berikan senyum kecil dan mengangguk. Kenapa sih dia tetap bisa tersenyum walau aku sudah berkata yang menyakitkan hatinya? Masih juga tak habis pikir aku. “Raf…” Erlan mencolek lenganku, tapi aku abaikan. “Wah berarti status Suci masih available dong, single kan? Kalau gitu gue boleh dekati dia ya, Raf. Bila perlu papa mama gue langsung ke kampung untuk melamar Suci deh. Gue bakalan mendadak insyaf kalau dapat istri macam Suci ini.” Ujar Dandy gembira. Dia bersemangat sekali mendengar status Suci yang aku sampaikan tadi. Aku mendengkus kesal mendengar itu. “Emangnya Suci mau ama elu? Itu cewek-cewek di tiap perempatan, ditawarin ke elu juga elu bakalan bilang langsung dilamar kok, Dan! Dasar buaya elu mah,” tutur Erlan berusaha menyelamatkan Suci dan aku tentu saja. “Heuum, tapi kali ini gue beneran insyaf loh. Kalau Suci mau pasang gps di tubuh gue juga gak papa kok, biar dia tahu gue pergi ke mana aja.” Jawab Dandy lagi dengan ringisan kecil. “Lagak elu tuh, Dan. Eeh itu pizza datang, Raf, ambil gih.” Kata-kata Erlan mengakhiri percakapan absurd Dandy. Suara bel mengakhiri sesi bercanda kami siang ini karena kami langsung saja fokus pada pizza. Tapi Dandy tidak bercanda. Usai pertemuan hari itu, dia sering menanyakan keadaan Suci padaku, bahkan minta nomor ponselnya. Membuatku menyadari jika aku saja tidak tahu nomornya! “Dan, turuti saran gue,” Asa berkata di suatu hari saat kami kembali berkumpul. “Apa tuh?” “Jangan berharap pada Suci. Bukan karena dia di luar jangkauan elu sebagai gadis berhijab, tapi sepertinya sudah ada seseorang yang mengikat dia atau setidaknya, sudah ada seseorang yang dia suka.” Kata Asa, terdengar sangat bijak. Aku tahu Asa menyindirku karena saat berkata itu, matanya tajam menatapku. “Tapi Sa, kapan lagi gue bisa dapetin perempuan seperti Suci sih? Gue ngerasa dia tipe yang gue inginkan untuk jadi istri dan ibu dari anak-anak gue.” Dandy masih saja pantang menyerah. “Raf, gue rasa sebaiknya elu kasih tahu Asa, terutama Dandy, tentang status elu ama Suci, daripada tambah rumit,” bisik Erlan, dia menarik tanganku agar kami berhenti hingga terpisah jarak cukup jauh dari Asa dan Dandy. “Kita berdua tahu, Dandy pantang menyerah. Jika dia merasa Suci yang paling sempurna untuknya, elu yang sah jadi suaminya kenapa malah cuek saja sih?” lanjut Erlan lagi. “Huhh, gue gak peduli Lan, bahkan jika Dandy ingin mengambil Suci sekalipun, gue gak peduli. Ambil dah sono, gue ikhlas seikhlas-ikhlasnya,” Dengkusku, tapi kenapa hatiku mendidih mendengar pertanyaan Erlan? “Rafi!” bentak Erlan, membuat Asa dan Dandy menoleh ke arah kami, “hati-hati mulutmu kalau bicara. Penyesalan itu datangnya selalu terlambat! Kena tulah baru tahu rasa.” “Kalau datangnya di awal, namanya pendaftaran, Lan.” Timpal Dandy, tertawa kecil yang ternyata mendengar bentakan Erlan padaku. Dia tidak tahu saja bahwa dialah sumber pertikaianku dengan Erlan. * Mungkin memang benar apa kata Erlan, kenapa Dandy yang baru bertemu Suci sangat ngotot ingin menjadikan Suci sebagai istrinya? Aku penasaran ingin tahu apa yang dia lihat dari Suci? Tapi tentu saja, selalu akan ada penolakan dari sisi hatiku yang satu lagi. Bisa jadi pandangannya berubah setelah aku beritahu siapa dan apa Suci itu. Dandy kan tidak tahu siapa sesungguhnya Suci, hingga bisa terjebak oleh bungkusan kepolosannya. Andai saja Dandy tahu kelakuan Suci, mungkin Dandy akan berpikir ulang untuk jatuh hati pada gadis kampung ini. Tuh kan, sisi hati satu lagi pasti akan kontra. Apakah aku beri saja sekilas info tentang Suci pada Dandy sekarang, agar dia berpikir ulang? Aku merasa itu ide yang bagus walau aku tidak akan memberi tahu secara detail. “Tumben elu ngajak gue ketemu berdua aja, Raf. Pasti ada perlu penting banget ya, yang gak boleh didengar Erlan dan Asa?” Tanya Dandy, kali ini mimik wajahnya lebih serius dari biasannya. “Gue ada perlu ama elu, duduk gih, mau makan apa, gue yang bayar.” Kataku, tanpa basa-basi. “Perasaan gue gak enak nih, Raf. Ada apa sih? Keliatannya elu serius banget. Apa ini gara-gara gue ngotot banget mau ama Suci ya?” tanya Dandy, sepertinya bisa mengetahui kenapa aku ingin bertemu dia hanya berdua saja. “Dan, gue mau nanya dong, apa yang membuat elu ngotot banget ke Suci sih?” tanyaku, mencoba santai. “Heuum apa ya? Gak ada alasan spesifik sih Raf, tapi feeling gue ngerasa kalau Suci itu memang tipe perempuan yang layak diperjuangkan untuk jadi istri dan ibu anak-anak gue. Gitu aja kok.” Jawab Dandy, tatapannya padaku terlihat agak curiga. “Tapi Suci kan gak cantik-cantik amat, Dan. Fisiknya juga imut gitu. Beda dengan tipe gadis-gadis yang biasa elu kencani kan?” Yaa, semua tahu bahwa gadis yang menemani bahkan menghangatkan ranjang Dandy pastilah bertubuh molek, berparas cantik dan berpenampilan menggoda iman lelaki. Standar Dandy sangat tinggi, sesuai dengan rupiah yang dia gelontorkan setelah mendapatkan kenikmatan sesaat. “Justru itu Raf, Suci beda banget kan ama gadis-gadis yang selama ini menghangatkan ranjang gue. Tapi, gue rasa aura Suci tuh vibe-nya positif banget untuk dijadiin istri. Kalau soal fisik dan wajah, itu relatif sih. Wajah mah bisa dipoles make up tapi kalau hati kan gak bisa dipoles make up semahal apapun, atau oleh MUA sebagus apapun. Itu benar-benar ketulusan seseorang, Raf.” Jawab Dandy dengan wajah serius. Baru kali ini aku lihat dia seserius ini. Pembicaraan kami terhenti sejenak saat pelayan datang mengantarkan pesanan kami. “Kenapa Raf?” tanyanya. “Elu kan menganggap Suci itu polos kan? Jangan tertipu dengan penampilan, Dan. Dia tidaklah sesuci namanya.” Kataku, tanpa mau berikan penjelasan. “I’m listening.” “Well, aku mau tanya sesuatu padamu. Jika masa lalu perempuan yang kamu suka dan inginkan menjadi istri dan ibu anak-anakmu ternyata adalah perempuan nakal, bagaimana menurutmu?” tanyaku, berandai-andai. “Let’s say gini deh, anggap aja gue suka sama seorang mantan kupu-kupu malam right? Itu maksud elu kan?” dia malah balik bertanya. “Iya.” Jawabku singkat. “Heuum…, Raf, ini jawaban berdasarkan subyektif gue kan?,” tanyanya lagi, aku mengangguk. “Elu kan tahu kalau gue bukan lelaki alim. Gak cuma busuk, Raf, b******n pula. Jika gue bermimpi untuk mendapatkan perempuan yang sangat sholeha dan alim, itu wajar, namanya juga mimpi dan keinginan kan? Pasti ingin yang setinggi dan sebaik mungkin. Yang pasti, jika dia menyesal dan bertobat serta gak akan ulangi lagi masa lalu kelamnya itu, ya kenapa tidak? Bisa jadi iman dia lebih baik daripada gue yang emang b******n ini kan?” jawab Dandy sambil meringis. “Dan, ini bukan tentang elu b******n atau enggak. Elu jadi b******n tapi elu mengakui kebejatan elu, that's sounds fair. Masalahnya ada yang busuk tapi tidak mau mengakui. Bukankah itu sebusuk-busuknya penipu?” aku berusaha memengaruhi Dandy. “Jadi elu merasa ditipu? Euum…, oleh Suci?” tanyanya ragu-ragu. Aku mengangkat bahu, tidak mau menjawab secara eksplisit. “Jadi elu gak masalah dengan hal itu?” aku minta kepastian. “Enggak. Tiap tindakan ada alasannya, pun perempuan itu, yang pasti gue dan dia bisa sama-sama berusaha untuk menjadi lebih baik. Gue lebih menghargai itu sih, Raf." Jawab Dandy dengan enteng. Aku manggut-manggut coba mencerna. “Sebenarnya Raf, gue penasaran banget, ada hubungan apa antara Suci dan elu? Asa wanti-wanti gue untuk jauhi Suci, tapi elu tahu gue kan? Pantang mundur sebelum Suci jadi bini gue. Gue gak peduli masa lalunya, yang pasti gue ngerasa Suci itu seperti namanya dan layak untuk gue perjuangkan. Gue…, beneran suka dia!” kata Dandy penuh semangat. Mungkin memang benar kata Erlan, kalau aku sebaiknya beritahu Dandy dan Asa apa status hubunganku dan Suci. Dandy memang beneran gila! Tapi kenapa aku merasa tidak suka dengan keinginan ngototnya pada Suci sih? Aku mendesah sebelum akhirnya menjawab, “gue dan Suci itu… suami istri. Kami sudah menikah sebulan lalu.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN