Rayan Pagi hari, aku sudah berada di restoran bersama Em. Kami berdua mengobrol cukup serius. Hanif masih mengagumi keindahan sekitar, sedangkan Lui memilih berenang. “Aku sudah memeringatkanmu akan risikonya. Kamu sih nekat tetap ingin tahu apa yang dirasakan Suci untukmu.” Omel Em sebagai pembuka percakapan. “Empat tahun, Em, empat tahun! Saatnya aku butuh kepastian.” Jawabku, dengan malas mengaduk kopi hitam pahitku. “Rayan, aku sudah bisa menduga apa yang dirasakan Suci karena aku juga mengalaminya. Kamu sendiri tahu pasti apa yang terjadi pada hidupku. Kamu tahu betapa aku mencintai Keenan. Walau dia menyakitiku teramat sangat, sampai sekarang hatiku masih untuknya. Berkali-kali Keenan meminta maaf dan ingin kami rujuk, andai saja logikaku tidak jalan, sudah pasti aku akan kembal