Bernald dan Cerita yang Tertunda

1264 Kata
“Bernald, aku lelah, ayo kita turun saja, gumam Mirabell memjiat kakinya yang pegal. Sudah hampir setengah jam mereka berjalan. Bernald mengajak Mirabell untuk mendaki bukit di sebelah hutan Quantrum Tetranum dan gadis itu terpaksa mengikutinya karena dia tidak tahu dia harus pergi ke arah mana untuk kembali. Mirabell takut tersesat lagi. Dia sudah memikirkan ini matang-matang. Mungkin ada baiknya Mirabell mengikuti alur saja. Negeri ini benar-benar aneh dan Mirabell harus mencari tahu lebih banyak tentang Quantrum Tetranum sebelum dia mencari celah untuk kabur. Bernald yang berjalan di depan Mirabell berbalik dan mengulurkan tangannya ke arah Mirabell. Gadis itu tampak kelelahan. Bernald mengambil sesuatu dari tasnya. Dia mengambil botol bambu yang berisi air minum lalu memberikannya pada Mirabell, “Minumlah kau pasti lelah,” gumam Bernald. “Kamu ngapain ngajak aku ke bukit sih, kalau tau ini bakalan capek kayak gini aku pasti akan menolaknya,” gumam Mirabell. Gadis itu tidak berpikir panjang saat menyanggupi permintaan Bernald yang ternyata membuatnya berjalan puluhan kilo dan mendaki bukit terjal nan gersang seperti ini. Mirabell mengambil botol air yang diberikan oleh Bernald dan dengan tergesa membuka tutupnya. Gadis itu dengan tidak sabaran meneguk air yang ada di dalamnya hingga tersisa setengah botol. Dia benar-benar haus. Rasa dingin di tenggorokannya kini memberi kekuatan pada gadis itu untuk mendaki bukit lagi. Bernald tersenyum melihat kelakuan Mirabell. Beruntung sebelum mengajak Mirabell kemari Bernald sempat menyiapkan dua botol minuman dan mengemas beberapa makanan ringan. Dia juga sempat membeli beberapa makanan tadi di pasar dan memasukkannya ke tas kain miliknya. Sebenarnya bukan tanpa tujuan Bernald mengajak Mirabell ke sini. Dia ingin menujukkan sesuatu pada Mirabell. “Abel, aku menaruh racun di dalam minumanmu.” Gumam Bernald dengan wajah datar yang langsung membuat gadis itu shock. Bagaimana ini? Mirabell terlanjur menelan minumannya dan dia tidak mungkin mengeluarkannya kembali. Sial, Mirabell tidak memikirkan terlebih dahulu kalau bisa saja Bernald menaruh sesuatu di minumannya. Benar-benar bodoh, Mirabell. “Bahahah, kau mudah sekai tertipu, Mirabell,” Bernald tertawa lepas. Dia senang bisa menjahili Mirabell. Plak! Mirabell langsung memukul lengan Bernald tanpa pikir panjang, “Gila ya, aku takut setengah mati,” ujar Mirabell dengan d**a yang masih berdebar kencang.”Bodo ah, aku balik aja,” Mirabell berbalik dan berjalan menuruni bukit. Dia ngambek. Merasa bersalah atas kelakuannya Bernald segera mengejar Mirabell. Dia meraih tangan perempuan itu. “Abel, jangan marah dong, aku gak bermaksud membuatmu kaget,” gumam Bernald dengan raut wajah menyesal. “Keterlaluan tau gak sih,” Mirabell menghempaskan tangan Bernald tapi laki-laki itu meraihnya kembali. “Tolong jangan marah, aku janji tidak akan mengulanginya,” pinta Bernald. Wajah Bernald benar-benar memelas. “Aku minta maaf sekali lagi, Abel. Aku tidak akan mengulanginya,” imbuh bernald. Mirabell pun luluh setelah dibujuk beberapa kaii. Bukan Bernald namanya jika gagal membujuk seseorang. *** Mirabell memandang sekelilingnya. Setelah dua puluh menit lagi mereka sampai di sebuah bukit dengan padang rumput yang hijau. Luas sekali. Udara di sini benar-benar sejuk. Mirabell menarik napas dalam-dalam. Dari sini Mirabell bisa melihat Quantrum Tetranum dari atas. Ternyata hutan di sini sangat luas. Meski penduduknya hanya satu desa. Tapi terlihat hijau dan rindang dari sini. Matahari bersinar cerah saat ini dengan langit biru dan burung - burung berterbangan di angkasa. Sejenak Mirabell merasa iri karena burung-burung itu punya kebebasan. Tidak seperti Mirabell saat ini. Meski tempat ini indah namun dia tetap merasa terkurung dan ingin pulang. Banyak pertanyaan di kepalanya yang belum terjawab. Gadis itu harus menemukan jawaban. "Kamu tunggu di sini dulu, Abel," gumam Bernald. Mirabell mengangguk. Di padang rumput yang luas ini hanya ada satu pohon besar yang menjulang dengan akar kokoh dan ranting yang dipenuhi oleh dedaunan. Pohon itu terletak di tengah padang hijau ini.  Bernald meninggalkan Mirabell yang masih terpesona dengan tempat ini. Gadis itu betah berlama-lama memandangi sekitar. Hari ini Bernald mengajak Mirabell jalan-jalan karena Steve harus mengurus sesuatu. Sementara Edmund dan Reynald baru saja kembali dari patroli malam jadi mereka butuh tidur. Sebenarnya Bernald tidak ada kewajiban untuk mengajak Mirabell jalan-jalan tapi dia ingin mengenalkan Quantrum Tetranum pada Mirabell. Gadis itu pasti shock kenapa dia bisa tersasar di sini. Karena itu Bernald ingin sedikit menghiburnya dengan mengajaknya jalan-jalan. Bernald berjalan menuju pohon besar di tengah padang rumput. Lelaki itu meletakkan tasnya di rumput lalu mulai membongkar isinya. Dia mengambil alas lalu membentangkannya. Lelaki itu mengeluarkan beberapa minuman dan camilan di atasnya lalu menatanya dengan rapi. "Mirabell," panggil Bernald. Lelaki itu tersenyum lebar padanya. Mirabell yang sedang asyik memandangi pemandangan menoleh pada Bernald. "Apaan manggil-manggil?" gumam Mirabell sedikit kesal karena Bernald mengganggu waktunya untuk menikmati pemandangan. Dia jarang mendapat pemandangan ini di kota. Kalau tempat ini di Jakarta pasti sudah akan jadi ladang bisnis entah dibangun untuk objek wisata maupun untuk kafe. "Kemarilah," panggil Bernald. Lelaki itu tampak bahagia sekali. Mirabell memandangi tempat Bernald berteduh. Rindang dan nyaman. Mirabell butuh untuk menyadarkan tubuhnya dan meluruskan kakinya. Sepertinya mendatangi Bernald bukan hal yang buruk. Gadis itu berjalan menuju tempat Bernald berteduh. "Duduklah," gumam Bernald. Gadis itu sedikit terkejut karena Bernald sudah menyiapkan makanan dan minuman rasanya seperti piknik sekarang. “Dari mana kau dapatkan semua ini?” “Hehehe aku bawa dari rumah,” Bernald meringis. Mirabell pun melepas sepatunya dan duduk di sisi kiri alas sementara Bernald mengambil sisi kanan. Bernald memberikan sebuah gelas yang berisi minuman berwarna biru dengan aroma yang harum. Mirabell memandangnya dengan curiga. Terakhir kali Bernald bercanda bahwa dia akan meracuninya bisa jadi sekarang dia mencoba meracuninya.  Bernald bisa membaca raut wajah Mirabell, "Tenanglah, aku tidak akan meracunimu, Abel," gumam Bernald dengan wajah serius. "Awas saja kalau kamu naruh sesuatu di sini," ancam Mirabell. Bernald tertawa dan menggeleng. Mirabell meminum minuman di tangannya. Rasanya seperti teh, agak pahit namun enak.  Mirabell menyukainya. "Kau suka?" Mirabell mengangguk, "Rasanya seperti teh. Ini minuman apa?" "Birn, semacam minuman tradisional di Quantrum Tetranum." gumam Bernald, "Makanlah, aku sudah menyiapkannya," ujar Bernald menunjuk ke arah camilan. Mirabell memandang makanan di atas alas. Ada beberapa kue warna- warni dan bererapa buah seperti jambu dan anggur. Mirabell tidak tahu dari mana Bernald mendapatkannya. Tapi ini mengingatkannya pada suasana piknik bersama mama, papa dan Orion. Mereka berempat kadang suka piknik dadakan. Ana akan memasak bekal. Sementara Orion akan memborong beberapa camilan untuk dibawa piknik. Kadang Carlos juga membawa sepeda lipat dan Hammock dan Bean Bag. Mereka selalu menghabiskan waktu akhir pekan yang menyenangkan. Meski Carlos sibuk dia selalu meluangkan waktu untuk keluarganya. "Kenapa melamun, aku memintamu makan bukan melamun, Mirabell," gumam Bernald menyadarkan lamunan Mirabell. Bernald menyodorkan sebuah kue cantik berwarna kuning dengan hiasan daun kecil di atasnya. "Makanlah, ini enak," gumam Bernald. Mirabell mengambil satu dari wadah. “Ini kue apa?" tanya Mirabell. "Kue Dcolia, kue ini terbuat dari perpaduan gandum dan beberapa bumbu. Rasanya manis, aku rasa kamu akan suka," Bernald menggigit kue Dcolia dan menggigitnya. Mirabell mencoba kue Itu untuk pertama kalinya. Rasa manis dari kue ini mengingatkan Mirabell pada Brownies buatan mamanya. Mamanya selalu memberikan bekal untuk sekolah. Ada rasa nyeri di dadanya yang datang secara tiba-tiba. Mendadak matanya terasa perih. Gigitan demi gigitan ketika dia mengunyah kue ini membuat hatinya semakin perih. "Mirabell apa kau baik-baik saja?” gumam Bernald yang menyadari bahwa tangan gadis itu bergetar. Mirabell tidak tahu kenapa air mata tak bisa berhenti jatuh dari pelupuk matanya. Semakin dia tahan semakin terasa sakit. "Bernald, aku... Hiks... " Tangis Mirabell meledak dan semakin kencang. " Maafkan aku Mirabell, maafkan aku," gumam Bernald merasa bersalah. Lelaki itu merengkuh Mirabell dalam pelukannya sepertinya dia harus menunda ceritanya kali ini. Semua ini demi kebaikan Mirabell. Gadis itu pasti akan lebih shock ketika tahu cerita yang sebenarnya. "Mirabell, maafkan aku," gumam Bernald dengan perasaan sangat bersalah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN