D-Day

1360 Kata
Hari yang ditunggu akhirnya tiba. Perasaan Mirabell benar-benar  berbunga-bunga. Dari siang Mirabell sibuk ke salon buat perawatan sebelum ke pesta ulang tahunnya. Sementara Carlos mengurus beberapa  pekerjaan  sebelum berangkat ke hotel. Mirabell benar-benar senang sekali hari ini. Apalagi Mirabell akan bertemu dengan Jie dan makan malam terlebih dahulu sebelum pesta dimulai.  Perut Mirabell mendadak mulas membayangkan dia akan bertemu dengan Jie. Terlebih dia membayangkan bagaimana rasanya semeja dan makan bareng dengan penyanyi idolanya.  Jantung Mirabell rasanya ingin meledak saking senengnya. Ana hanya bisa geleng-geleng melihat kelakuan anaknya yang tengah senyum-senyum tak jelas.  "Kak Rion belum datang,  Ma?" Tanya Mirabell dengan nada khawatir. "Kamu ga sabar ketemu kakak kamu apa kado yang dibawa Rion,  Bell," goda Ana. Mirabell meringis, tanpa ditanya jelas Mirabell tak sabar melihat kado yang akan diberikan sang kakak. “Ma, Mirabell, nervous nih,” gumam Mirabell dengan tangan gemetar. Ana tersenyum, sang piñata rias di salon itu pun juga ikutan tersenyum dari tadi dia mendengar cerita Mirabell dengan mamanya dan ikut berbunga-bunga. Ana dan Mirabell adalah pelanggan VIP salon ini. Ana yang sering kemari, sementara Mirabell hanya beberapa kali saat acara penting saja. “Cie yang mau ketemu Jie,” goda Ana. Pipi Mirabell bersemu merah. Hanya mendengar nama Jie saja cukup membuat jantungnya berdebar dengan kencang apalagi nanti jika dia makan malam bersama dengan Jie. “Jangan digodain, Jeng. Kasian Mirabell udah nervous  banget tuh,” gumam Mbak Mira sang pemilik salon. Dari tadi Mirabell tak bisa berhenti tersenyum. “Iya tuh, Tan, mama godain aku terus tuh, Tan” Mirabell mengadu pada Mira. “Hahaha, habisnya kamu lucu, Bell,” gumam Ana. Ana terus-terusan menggoda Mirabell sepanjang spa dan perawatan. Dua jam sebelum pesta dimulai, Mirabell semakin gugup. Kini dia tengah ditata rambutnya. Setelah selesai perawatan di salon, Mirabell langsung menuju Hotel Marlon, dia berangkat sendiri karena sang mama harus menjemput RIon di bandara. Di ruang tunggu sudah ada pegawai Mira yang menunggu untuk merias wajah Mirabell. Mirabell duduk di kaca dengan wajah tegang. Beberapa kali dia melirik handphonenya, namun hingga sejam tak ada panggilan maupun pesan dari sang mama. Mirabell kemudian mengirim pesan kepada Rion, Mama dan papanya, menanyakan mereka ada di mana. Mereka berpisah setelah dari salon, Ana menjemput Orion di bandara dan Mirabell ke hotel terlebih dahulu.Mirabell merasa khawatir karena mamanya belum muncul. Setengah jam sebelum  makan malam Mirabell dengan Jie dia menelepon mamanya. Setelah dering ketiga telepon dijawab oleh Ana. “Ma, kok lama banget. Aku gugup nih,” cerocos Mirabell begitu telepon diangkat. Terdengar tawa renyah sang mama di ujung sana,” Sabar ih, ini penerbangan Rion agak delay  tadi jadi jam kedatangannya juga mundur. Sebentar lagi papa ke sana kok. Ini dia udah on the way,” gumam sang mama. “Ya udah kalau gitu hati-hati ya, Ma, Mirabell tunggu di sini.” “Iya, sayang,” gumam Ana lalu menutup teleponnya. Mirabell menghela napas panjang. Dia memandang ke cermin. Pantulan dirinya terlihat sangat berbeda. Mirabell memang jarang memakai make up, jadi wajar kalau dia sendiri takjub melihat perubahan dirinya karena make up. Dia bahkan sampai mengerjapkan matanya berkali-kali. Mirabell menatap layar hapenya, sebuah panggilan dari mamanya, sepertinya pesawat RIon sudah mendarat. Mirabell segera menggeser tombol hijau pada layar hapenya. Sebuah videocall tersambung dan terlihat Rion tersenyum ke arahnya. “Morning My princess,” gumam Rion dengan  senyum lebar di wajahnya. Berbeda dengan Rion, Mirabell tampak menekuk wajahnya karena bosan. “Dih, yang ulang tahun kok manyun gitu sih, ini adik kakak bukan sih,” gumam Rion. “Habisnya kakak telat sih,” dengus Mirabell. Sebenarnya Mirabell kesal bukan karena Rion terlambat, namun karena dia tak suka menunggu sendirian, apalagi menunggu saat dia sedang nervous kayak gini. Rasanya kaki Mirabell lemas sekarang, ada jutaan kupu-kupu berterbangan di perutnya. Nervous, excited  jadi satu. Setidaknya jika Mirabell tida sendirian dia bisa mengurangi rasa gugupnya, tapi mamanya malah harus menjemput Rion dan papanya belum juga datang. “Maaf, Bell. Pesawatnya delay kan bukan karena keinginan kakak,” gumam Rion. Mirabell masih saja menekuk wajahnya, “ Kalau manyun gitu mending kakak balik LA aja dah, ayo Ma putar balik kita ke bandara,” gumam Rion. “Jangan!” Teriak Mirabell panik. Kalau mama sama Rion ke LA lalu siapa yang akan menemani Mirabell di ulang tahun kali ini. “Hahaha, panik banget kamu, Bell. Gemes. Pengen kakak cubit, hahaha.” Orion tertawa puas. Demi apa Mirabell kesal sekali. Jahilnya seorang Rion mulai keluar. “Ya sudah sana balik LA, tapi gak usah ngajak mama,” gumam Mirabell kesal. Orion semakin terbahak. Menyenangkan sekali bisa menjahili Mirabell saat ini. Wajah kesal dan manyun Mirabell selalu bikin kangen Orion apalagi kalau MIrabell marah-marah. Rasanya baru kemarin Orion menggendong Mirabell ke mana-mana, namun aktu berjalan  dengan cepat. Time flies so fast when we didn’t realize.  “Seriusan nih? Aku balik nih, sepatu conversenya juga aku bawa balik ya,” gumam Rion, “Jangan Kak!” Teriak Mirabell tanpa sadar. Beruntung di ruangan ini hanya ada dirinya sendiri. “Jangan balik ih, kakak cepetan ke sini, aku sendirian nih,” gumam Mirabell dengan wajah memohon. “Hilih, kamu pengennya sepatu kamu cepet nyampe sana kan, bukan kakak. Eh sorry Bell, kayaknya kakak lupa bawa hadiah kamu. Duh, kayaknya ketinggalan di bagasi deh,” tukas Orion dengan nada panik. “Hah, seriusan!  Kakak ih, jangan bercanda!” “Siapa yang bercanda, haduh seriusan kayaknya ketinggalan di bandara. Kakak balik dulu ya, kamu pasti sedih kalau kakak gak bawa hadiah,” gumam Orion merasa bersalah. Mirabell menggigit bibirnya. Tidak mungkin jika meminta Orion balik ke bandara, padahal mereka sudah berada di jalan. Mirabell tidak mau egois. Pasti Orion capek banget udah terbang berjam-jam, Mirabell tidak mau merepotkan Orion.  “Ya udah gak usah bawa hadiah Kak, yang penting kakak cepetan ke sini,” ujar Mirabell. Wajah Orion yang panik kini berubah membentuk sebuah senyuman, “Kamu memang adik kakak yang baik deh, Bell. Kakak kira kamu  cuma pengen hadiah dari kakak aja,” gumam Orion. “Kalau aku cuma pengen hadiah dari kakak kenapa harus minta kakak balik, pakai DHL juga bisa kali,” gumam Mirabell cemberut. “Kehadiran kakak tuh lebih berarti tauk!” “Orion udah ih, adiknya jangan dijahilin terus. Hadiah kamu aman kok, Bell ini mama bawa,” Ana menggeser tangan Orion dan menunjukkan goodiebag berisi sepatu Converse incaran MIrabell. “Hah, jadi hadiahnya gak ketinggalan?” “Enggak.” “Hah apa-apaan. Jadi  dari tadi kak Orion ngerjain aku?” “Baru sadar?” Gumam Orion dengan wajah tanpa merasa bersalah. “Ih, awas ya, kalau sampai sini akan aku berikan kak Rion pelajaran,” decak Mirabell kesal. Bisa-bisanya dia percaya Orion, padahal jelas kakaknya itu mengerjainya. Mirabell lupa kalau Orion jago akting. Menyebalkan sekali. “Nona MIrabell, sudah ditunggu di ruang makan,” gumam seseorang yang masuk ke ruang Mirabell. Sebelumnya dia sudah  berkaii-kali mengetuk pintu ruangan Mirabell. Namun Mirabell sepertinya tidak menengarnya karena terlalu sibuk videocall dengan Rion. “Kak, Jie udah datang?” tanya Mirabell kepada salah seorang pelayan yang mengenakan jas hitam itu. “Sudah, Nona. Dia sedang menunggu di tempat makan,” gumam pelayan itu. “Cie yang mau ketemu idola, tegang amat tampangnya,” goda Rion sambil tertawa. “Berisik kamu kak. Udah ya, Mirabell mau ke sana dulu.” Mirabel menutup sambungan videocall dengan kakaknya. Gadis itu lalu menatap ke arah cermin. Dia bisa melihat pipinya bersemu merah. Gadis itu merapikan rambutnya, dan juga gaun yang dia kenakan. Dia menarik napas dalam-dalam lalu bergegas meninggalkan ruangan. Baru beberapa langkah, Mirabell berbalik dan membuka pintu ruangan tadi, “Oh ya dimana ruangannya?” Gumamnya pada pelayan itu. Pandangan mata Mirabell dengan pelayan itu bertemu. Mirabell seperti pernah mengenalnya, tapi entah dimana. Ah, mungkin ini dejavu. Pelayan itu menunduk, tak berani menatap wajah Mirabell. “Nona lurus aja, lalu belok kiri, di sana ada ruangan, pilih yang kanan,” gumam cowok itu. Mirabell tersenyum, “Makasi ya,” gumamnya dengan wajah berbinar-binar. Mirabell menarik gagang pintu, pelayan itu menghela napas, “Semoga kamu tidak salah pilih, Miranda Arabella,” gumamnya dengan nada khawatir. Pintu ditutup. Mirabell tak tahu bahwa ada sesuatu yang menunggunya di balik pintu, semoga saja langkahnya benar, hingga dia dapat kembali dengan tersenyum.      
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN