Hari ini Meli dan Rita pergi ke mall. Mama Fani meminta Meli membeli baju untuk dikenakan ketika keluarga Bryan datang ke rumah mereka hari Sabtu nanti. Sebenarnya Meli sudah menolak permintaan Mama Fani. Menurutnya terlalu berlebihan jika harus membeli baju baru hanya untuk acara makan malam biasa. Baju-baju miliknya masih bagus dan cukup sopan untuk menyambut kedatangan keluarga Bryan. Tapi Mama Fani tetap keukeh meminta Meli membeli baju baru. Akhirnya sepulang kuliah tadi dia meminta Rita untuk menemaninya membeli baju di mall dekat kampus mereka.
Meli akhirnya mendapatkan baju yang dia inginkannya. Sebuah dress tiga per empat dengan panjang lengan sebatas siku. Dress yang simpel dan menurutnya cukup sopan.
Setelah mentraktir Rita makan karena telah menemaninya membeli baju, kini Meli dan Rita berjalan-jalan mengelilingi mall. Kepala mereka menoleh ke kanan dan ke kiri untuk melihat-lihat deretan toko yang menjual berbagai macam pakaian, sepatu, tas, boneka hingga aksesoris di sepanjang koridor mall.
Rita menghentikan langkahnya di depan sebuah butik yang berada di lantai tiga. Pandangan matanya terarah pada papan nama butik tersebut yang dipasang di bagian atas pintu masuk.
“Princess butik,” ucap Rita membaca nama butik yang tertera di papan nama. Bola matanya melebar ketika sebuah ingatan muncul di kepalanya tentang butik ini.
“Kamu kenapa, Rit?” tanya Meli yang ikut berhenti di sebelah Rita.
“Mel, kamu tahu nggak ini butik milik siapa?” tanya Rita, menolehkan kepalanya pada Meli.
Meli mengernyit. Dia membaca nama butik di depannya kemudian menggeleng. “Nggak tahu, Rit. Memang butik ini milik siapa? Kamu kenal?” jawab dan tanya Meli.
“Butik ini milik kak Putri, Mel, adiknya kak Bryan,” beri tahu Rita dengan antusias.
“Ooh...”
Meli manggut-manggut menyadari maksud ucapan Rita. Ternyata butik ini masih ada hubungannya dengan celebrity idola sahabatnya. Meli baru tahu kalau Bryan memiliki seorang adik.
“Kok cuma ‘Ooh’ sih, Mel?” Rita menatap sahabatnya dengan tampang cemberut.
“Lah terus aku harus bilang apa?” Meli balik bertanya pada Rita.
Rita akan menyahut ucapan Meli namun tak jadi ketika mendengar suara seseorang menyapa sahabatnya.
“Kamu Meli, kan?”
Meli dan Rita kompak menoleh ke arah datangnya suara. Mereka melihat seorang gadis yang berdiri tak jauh dari mereka sedang menatap ke arah Meli.
“I-iya. Kamu siapa?” tanya Meli, balik bertanya. Dia merasa tak mengenal gadis yang ada di hadapannya.
“Mel, dia itu Putri, pemilik butik ini sekaligus adik kak Bryan,” beri tahu Rita, berbisik di telinga Meli.
“O-oh.”
Meli mengerjapkan matanya. Dia tak menyangka akan bertemu dengan adik Bryan di tempat ini. Meli yakin Putri sudah mengetahui siapa dirinya karena itu dia menyapanya.
“Sepertinya temanmu lebih mengenalku daripada kamu,” timpal Putri, tersenyum menatap Meli dan Rita bergantian.
“Eh. I-iya begitulah,” sahut Meli, tersenyum kikuk.
“Nggak masalah kok. Kita memang belum berkenalan, kan? Kenalkan namaku Putri,” ujar Putri menyebutkan namanya sambil mengulurkan tangan.
“Meli,” balas Meli, menyambut uluran tangan Putri. “Ini sahabat aku, Rita,” tambahnya memperkenalkan Rita.
Putri dan Rita sama-sama tersenyum kemudian saling berjabat tangan sambil menyebutkan nama masing-masing.
“Putri.”
“Rita.”
“Kenapa kalian hanya berdiri di depan butik? Ayo masuk,” ajak Putri pada Meli dan Rita. Dia baru tiba di sini saat melihat Meli dan Rita berhenti di depan pintu masuk butik miliknya. Putri mengenali Meli sebagai gadis yang akan dijodohkan dengan Bryan dari foto yang ditunjukkan Mama Amanda beberapa hari yang lalu.
“Eh. I-itu... Kami hanya kebetulan lewat dan berhenti di depan butik kamu,” kata Meli, menjelaskan. “Sekarang kami akan pulang.”
“Kenapa buru-buru, Mel? Masuk dulu aja. Kamu bisa pilih-pilih baju yang kamu suka,” kata Putri, menarik tangan Meli agar mengikutinya.
“Eh. Tapi—“
Meli tak jadi melanjutkan perkataannya. Rasanya tak sopan jika dia menolak ajakan Putri, mengingat Putri sudah mengetahui siapa dirinya. Rita juga terlihat antusias dengan ajakan Putri barusan.
“Wah... Baju di butik ini bagus-bagus, kak,” kata Rita, mengedarkan pandangan ke arah baju-baju yang terpajang di butik milik Putri. “Pantas saja butik ini sangat terkenal, semua koleksi baju di sini sangat bagus dan juga indah,” tambahnya memuji.
“Kamu terlalu berlebihan, Rit. Butikku nggak seterkenal itu,” sahut Putri. “Oh ya, jangan memanggilku kakak, panggil Putri saja,” koreksinya.
“Tapi kamu lebih tua dari kami. Rasanya nggak sopan kalau hanya memanggil nama saja,” ujar Rita, tak enak hati.
“Nggak apa-apa. Selisih umur kita nggak terlalu jauh kok,” timpal Putri. “Kamu setuju, kan, Mel?” Putri menatap Meli untuk meminta persetujuannya.
“Eh. Iya baiklah,” sahut Meli, menganggukkan kepala setuju.
Putri tersenyum. “Nah sebagai tanda pertemanan kita, kalian boleh pilih salah satu koleksi baju aku di butik ini,” ujarnya menatap Meli dan Rita, bergantian.
Meli dan Rita membulatkan mata, terkejut.
“Nggak usah, Put.”
“Kami nggak bisa menerimanya.”
Meli dan Rita menolak ide Putri dengan kompak.
“Kenapa begitu? Aku ingin memberi kalian hadiah karena telah menjadi temanku,” kata Putri, menatap keduanya dengan raut wajah cemberut.
“Kami akan tetap menjadi temanmu tanpa kamu memberi kami hadiah, Put,” ujar Meli, menatap Putri.
“Meli benar. Kami sudah senang bisa berteman denganmu, Put,” sambung Rita.
Putri menggeleng.
“Pokoknya kalian harus menerima hadiah dariku, terutama kamu, Mel,” kata Putri, menunjuk Meli. “Kamu harus memakainya hari Sabtu nanti,” tambahnya berbisik di telinga Meli.
Deg.
Meli membeku. Jadi Putri benar-benar sudah tahu siapa dirinya. Bahkan dia tahu acara hari Sabtu nanti.
oOo
Angga tersedak minumannya ketika mendengar kalimat yang diucapkan oleh Bryan.
“Lo apa?” Angga menatap Bryan, memintanya mengulang kalimat yang telah diucapkannya.
Bryan dan Angga baru pulang dari lokasi syuting. Hari ini Bryan melakukan syuting sejak pagi dan baru selesai selepas maghrib. Sekarang mereka sudah berada di rumah dan melanjutkan pembicaraan mereka yang sempat tertunda tadi siang.
“Gue dijodohkan sama orangtua gue, Ngga. Mereka sudah mengatur rencana pernikahan gue dengan gadis itu,” kata Bryan kembali mengulang ucapannya.
Angga membulatkan mata, terkejut. “Me-menikah? Dengan siapa? Kapan kamu akan menikah?” tanyanya bertubi-tubi. Dia tak menyangka laki-laki seperti Angga akan dijodohkan oleh orangtuanya. Mereka bahkan telah mengatur rencana pernikahannya.
“Entahlah. Sabtu malam nanti gue dan keluarga gue baru bertemu dia dan keluarganya. Mungkin saat itu mereka akan membahas tanggal pernikahan kami,” kata Bryan, menjelaskan.
Annga mendesah frustasi. “Kenapa mendadak seperti ini, Yan? Pasti akan banyak masalah yang timbul karena kamu tiba-tiba menikah. Apalagi sekarang lo lagi syuting film baru. Hal itu pasti akan berdampak pada kesuksesan film terbaru elo. Belum lagi reaksi para penggemar elo jika mengetahui kabar pernikahan ini.”
“Gue tahu, Ngga. Gue udah menolak perjodohan ini, tapi orangtua gue tetap keukeh untuk melanjutkannya. Gue nggak bisa berbuat apapun selain menerima keputusan mereka,” ujar Bryan, menghela nafas panjang.
Angga ikut menghela nafas panjang. “Sepertinya pekerjaan gue akan bertambah banyak setelah ini,” keluhnya dengan nada lelah.
Angga tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika Bryan benar-benar menikah dengan gadis itu. Pernikahan mereka terlalu mendadak dan pasti akan menimbulkan pro dan kontra di luar sana. Angga yakin pernikahan itu akan berdampak pada karir Bryan ke depannya.
oOo