Irene keluar dengan tubuh keringat dingin, wajah pucat pasti serta lutut gemetar hebat. Ia menghampiri Ilyas yang memeluk sang mama sambil menangis segugukan. "Ilyas ...," panggilnya pelan. Pria itu mendongak, matanya tampak sangat merah, tak ada sinar keangkuhan seperti biasa. "Aku ... aku ..." Irene menarik napas panjang. "Aku menemukan sesuatu," lirihnya. Pandangan gadis itu tertuju pada Wickley yang sedang memejamkan mata. "Apa ... apa ... kalian tidak berniat melihat jenazah di dalam?" tanya Irene kaku. Ilyas diam, menghirup udara dengan sebanyak-banyaknya, berharap hal itu bisa mengurangi sedikit rasa sesaknya. "Aku tak akan sanggup ... melihat wajahnya aku tak akan sanggup ...." Suara lirih di sebelahnya membuat Ilyas menoleh, Wickley terpejam, tapi sudut matanya tampak berair.