BAB DUA PULUH SEMBILAN

2071 Kata
   Tidak seperti sebelumnya yang setiap waktu pulang sekolah bisa pulang dengan santai, kali ini Sora pulang lebih awal dan langsung ke rumahnya untuk bersiap pergi ke tempat lesnya. Hingga hari kelulusannya, ia akan terus menjalani rutinitas seperti ini. Memang terasa melelahkan, tetapi, setidaknya ia sudah melakukan yang terbaik.     Saat sampai di rumah, Sora tidak langsung tidur dan beristirahat. Ia masih harus mengerjakan tugas dari sekolahnya yang diberikan oleh gurunya tadi. Setelah menata semua belanjaan, ia langsung mandi dan berganti pakaian tidur. Tak lupa ia mengunci semua pintu sebelum kembali ke kamarnya karena ayahnya tidak akan pulang hari ini karena jadwal operasinya yang padat. Ponselnya berbunyi tanda sebuah pesan masuk saat Sora memasuki kamarnya. Sambil mengeringkan rambutnya dengan handuknya, ia berjalan menghampiri ponselnya yang terbaring di atas tempat tidurnya dan langsung meraihnya. Pesan tersebut ternyata dari Seowoo yang bertanya apa kegiatan Sora di hari Minggu nanti. Sora yang tidak biasanya mendapat pesan seperti itu kecuali dari Rei, merasa tidak biasanya. Untuk mengetahui jawaban dari tanda tanya dalam pikirannya, mau tidak mau Sora harus menjawabnya.  Apa kegiatanmu hari Minggu nanti?  Mwo geunyang (Hanya seperti biasanya).. Wae (kenapa)?  Chaerin mengajakku menonton film di bioskop.   Sora tanpa sadar langsung tersenyum senang. Ia berpikir Chaerin telah berhasil menyatakan perasaannya.    Wah itu bagus! Selamat bersenang - senang!    Tapi ia juga mengajakmu.   “Mwo (apa)? Kenapa aku juga?” , tanya Sora pada dirinya sendiri dengan raut wajah bingung.  Aku? Kenapa aku?  Molla (Tidak tahu). Kau tanyakan saja langsung padanya. Bukankah kalian berteman?   Sora terkesiap. Hampir saja ia ketahuan. Aku akan datang Minggu nanti.  Okay, naeil boja (sampai bertemu besok).     Sora meletakkan kembali ponselnya tanpa membalas pesan Seowoo. Ia masih tidak mengerti mengapa dirinya juga diajak.   ‘Apakah pengakuannya tadi gagal?’   ‘Atau dia memintaku untuk datang agar dia tidak merasa canggung?’   “Ah molla (tidak tahu), molla (tidak tahu). Aku tidak ingin berada di situasi seperti ini! Berbicara dengan Seowoo saja aku sudah cukup merasa tidak nyaman, apalagi ditambah dengan Chaerin juga?” , keluh Sora sambil membanting tubuhnya ke atas tempat tidurnya. Beruntung tempat tidurnya empuk.     Ponsel Sora tiba - tiba berdering, tangannya meraba - raba tempat tidurnya mencari - cari ponsel yang tadi ia letakkan begitu saja di atas tempat tidur. Dilihatnya sebuah nama Rei dengan emoji love di belakangnya.  “Apa? Kenapa? Ada apa?” , tanya Sora langsung tanpa basa - basi.  “Aku yang harusnya bertanya seperti itu padamu. Ada apa? Kenapa kau terlihat putus asa begitu?” , jawab Rei yang menelpon dari kamarnya sambil melihat Sora secara langsung melalui jendela kamarnya.     Sora segera menyadari Rei tengah mengawasinya saat ini langsung menengok ke arah sebaliknya yaitu ke arah kamar Rei yang bisa terlihat dari jendela kamarnya. Dilihatnya Rei tengah bersandar pada jendela kamarnya dengan tangan kanannya memegang ponsel yang sedang terhubung panggilan dengan ponselnya. Sora mengubah posisinya menjadi duduk di atas tempat tidurnya menghadap Rei, jadi mereka menelpon sambil saling bertatapan, “sejak kapan kau ada disana?” , tanya Sora dengan wajah ditekuk. “Tidak lama. Hanya sejak kau terlihat risih saat melihat ponselmu.”  “Oh begitu..”  “Wae (kenapa)? Apa ada masalah?”   Sora menghela nafas kasar, “Bagaimana ini Rei? Aku benar - benar terlibat terlalu jauh.”   “Apa maksudmu?” , tanya Rei penasaran.   “Seowoo sunbae..”   “Ah, tto (dia lagi)?” , Sora mengangguk malas. “Apa lagi kali ini?”    Mereka berdua berbincang hingga tanpa terasa sudah satu jam berlalu. Mulai dari pembicaraan serius hingga pembicaraan hal konyol yang terjadi hari itu, semuanya mereka ceritakan satu sama lain.   ***  “Mwo (apa)?! Kenapa tidak bisa?!” , Rei menuntut alasan yang jelas saat dirinya tidak diijinkan untuk meminta kunci ruang musik pada sekretariat sekolah.   “Saya juga tidak tahu. Yang pasti, guru sejarah kemarin mengatakan untuk tidak memberikan kunci ruang musik kepada siapapun kecuali pada guru musik saat ada kelas musik.” , jelas wanita bertubuh gemuk tersebut.  'Ah sial! Dia benar - benar marah.’ , keluh Rei dalam hatinya menyesali perbuatannya kemarin.   ***   “Oh? Kau tidak berlatih?” , tanya Sora yang sedang mencatat materi saat melihat Rei sudah kembali ke tempat duduknya dengan lesu. Dengan malas, Rei menidurkan kepalanya di atas meja dan menutupinya dengan kedua lengannya yang ia selonjorkan ke depan.   “Wae geurae (Kau kenapa seperti itu)?” , tanya Sora yang masih belum mendapatkan jawaban yang dia tunggu - tunggu.   Rei memiringkan kepalanya ke kiri sehingga ia bisa melihat Sora yang tempat duduknya tepat berada di samping kirinya, “Aku tidak bisa berlatih di sekolah lagi.”   Sora menghentikan tangannya yang asyik mencatat, matanya terbelalak dan langsung beralih pada Rei begitu mendengar jawaban dari Rei yang diluar dugannya, “Eh?! Kenapa?” Rei menggeleng malas sebagai jawaban darinya.   “Apa mungkin karena insiden kemarin?” , tanya Sora khawatir sekaligus merasa bersalah. Rei bangun menegakkan kembali tubuhnya memposisikan tubuhnya agar duduk dengan tegap.  “Moreugesseo (Entahlah). Yang pasti, aku harus pulang lebih awal agar punya banyak waktu untuk latihan.”   “Mian (maaf). Na ttaemune (Karena aku)..”   “Aniya (tidak), neo jalmeossi aniya (bukan salahmu). keokjeongma (jangan khawatir).” , Rei menunjukkan sedikit senyumnya agar Sora berhenti untuk khawatir dan merasa bersalah karena hal ini. Namun, walaupun begitu, rasa bersalah yang Sora rasakan masih belum hilang. Ia merasa bertanggung jawab untuk hal ini. Rei mengeluarkan buku dari laci mejanya dan mengambil buku tulis juga pulpennya,  “Baguslah. Rasanya seperti aku diberikan waktu untuk belajar sebelum ujian hari Senin nanti. Hahahaha.” , hibur Rei pada dirinya sendiri yang secara tidak langsung juga meredakan rasa bersalah Sora.   ***     Di tengah keseriusannya saat menyimak materi yang disampaikan oleh guru dan juga saat mengerjakan soal latihan, terkadang ada rasa tidak nyaman yang sedikit menganggu Sora sepanjang pelajaran kedua hari ini. Ia merasa ada seseorang yang tengah mengawasinya. Tidak hanya hari ini, beberapa hari sebelumnya juga ia merasa seperti ada seseorang yang mengikutinya. Namun perasaan itu tidak sekuat hari ini. Perasaan seperti ini terasa sangat jelas dan kuat. Tetapi Sora khawatir ini hanya delusinya saja karena stress yang ia alami akhir - akhir ini. Jadi ia memilih untuk mengabaikannya dan bersikap seperti biasanya seakan - akan tidak ada hal yang terjadi.     Sora tidak tahu, bahwa sebenarnya perasaan diawasi yang ia rasakan adalah benar adanya. Sejak beberapa hari terakhir, ada seorang laki - laki yang seringkali curi - curi pandang pada Sora. Ia adalah murid pindahan yang baru pindah ke sekolah ini sebulan yang lalu. Pertemuan pertamanya dengan Sora adalah saat hari pertamanya di sekolah ini.  Saat itu sedang istirahat, dan ia yang masih berstatus anak baru dan juga sifatnya yang introvert, membuatnya belum mempunyai teman untuk diajak berbicara ataupun makan siang bersama. Di saat murid - murid yang lain pergi ke kantin ataupun ke luar gedung sekolah saat jam istirahat, ia memilih untuk berdiam diri di kelas. Perutnya belum merasa cukup lapar untuk memaksanya pergi seorang diri ke kantin yang berisikan banyak orang yang belum ia kenal sama sekali, dan mereka pun belum mengenalnya. Tidak ingin merasakan ketidaknyamanan seperti itu, pada akhirnya ia memilih untuk tetap berdiam diri di kelas hingga perutnya merasa cukup lapar untuk membuatnya tergerak mencari sesuatu untuk mengisi perutnya. Tempat duduk tepat di samping jendela membuatnya merasakan langsung terpaan sinar mentari siang itu yang menghangatkan udara dingin musim gugur di luar.     Walaupun udaranya terasa dingin dan kering, namun sinar matahari masih bersinar dengan cerah. Ia pun mengambil beberapa buku dan menumpuknya di atas meja untuk digunakannya sebagai alas untuk membaringkan kepalanya. Suasana kelas yang begitu tenang karena waktu istirahat, ia memanfaatkannya untuk tidur siang sejenak. Wajahnya yang menghadap jendela membiarkan cahaya matahari yang hangat dan menyilaukan mengenai wajahnya secara langsung. Dari dalam kelopak matanya yang tertutup, ia bisa merasakan terang dari silau cahaya matahari yang menerobos masuk melewati kaca jendela. Namun, tiba - tiba silau terang itu tidak terlihat lagi, digantikan dengan gelap familiar yang biasa ia lihat saat menutup mata. Ia pun memutuskan untuk membuka matanya perlahan untuk melihat apa yang terjadi. Ia terkejut saat melihat sebuah tangan tengah menghalangi pandangannya. Ia pun bangun dan terduduk untuk melihat siapakah gerangan pemilik tangan itu.     Tangan tersebut ternyata adalah milik Sora. Ia baru masuk ke kelas setelah menghabiskan makan siangnya dan melihat si anak baru yang tengah seorang diri di dalam kelas, mencoba tidur siang dengan semua silau matahari yang menerpa wajahnya. Sora yang juga pernah mengalami hal itu, paham betul betapa terganggunya tidur siang saat silau matahari begitu terang. Oleh karena itu, Sora memutuskan untuk memeriksa dan menutupi silau mataharinya. Awalnya ia ragu jika si anak baru memang benar - benar sedang tertidur. Ia khawatir jika ia menutup tirainya, nanti anak baru tersebut akan terbangun karena suara tarikan roda tirai yang bergesekan dengan penyangga yang terbuat dari besi. Sora mencoba menghalangi silau matahari tersebut dengan tangannya untuk melihat apakah si anak baru benar - benar sedang tidur.     Benar saja, baru beberapa saat tangannya menghalangi sinar matahari untuk tidak langsung mengenai wajahnya, anak baru tersebut langsung membuka matanya dan terlihat sedikit terkejut oleh kehadiran Sora.   “Ah mianhae (maaf), aku hanya mencoba untuk menghalangi silau mataharinya.” , ujar Sora langsung menjelaskan sebelum anak baru tersebut bertanya apa yang sedang ia lakukan disini.   Si anak baru hanya tersenyum canggung dan mengangguk pelan mencoba untuk mengatakan bahwa dirinya tidak masalah dengan yang dilakukan Sora.   “Apa kau ingin tidur siang sebentar?” , tanya Sora yang hanya mendapat tatapan bengong dari anak baru, “Ani (tidak), maksudku, aku akan menutup tirainya jika kau ingin.. tidur siang.” , jelas Sora tidak ingin anak baru tersebut salah paham.   “Gwaenchanhayo (tidak apa - apa). Aku tidak masalah dengan sinar mataharinya.” , jelas anak baru tersebut untuk pertama kalinya berbicara pada teman kelasnya. Sora yang merasa malu karena sudah bertingkah berlebihan hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan memikirkan apa yang harus ia lakukan selanjutnya.   “Oh begitu.. Kau tidak pergi makan siang?” , tanya Sora mencoba untuk terdengar akrab.   Si anak baru menggeleng dengan ragu, “Aku.. masih belum lapar.”   “Aah, geureoguna (begitu rupanya)..” , Sora merasa sudah di ujungnya. Ia berpikir bahwa sekarang adalah saat yang tepat untuknya segera undur diri atau tetap berdiri di tempatnya seperti orang kikuk dan bodoh.   “Tadi siapa namamu? Jung Gitae?” , tanya Sora mencoba mengakhiri pembicaraannya sampai disini. Anak baru tersebut mengangguk dan menunjuk tanda pengenal yang terpasang di blazzer seragamnya yang tertulis nama Jung Gitae.   Sora mengangguk mengerti, “Nae ireum Sora (namaku Sora). Kang Sora. Apeuro, jal butakdeureoyo (Ke depannya, aku mohon kerja samanya).” , balas Sora sambil mengulurkan tangannya. “Nado (aku juga).. Jal butakhae (mohon kerja samanya).”  Anak baru bernama Gitae itu menerima jabatan tangan Sora dengan sedikit malu - malu dan segera melepaskannya lebih dulu.   “Tempat dudukku dekat pintu masuk di sana.” , Sora menunjuk ke arah tempat duduknya di kursi belakang tepat di samping tempat duduk Rei.   Mata Gitae pun beralih ke arah yang Sora tunjuk.   “Ya (hei)! Neo mwohae (Apa yang sedang kau lakukan)? Palliwa (cepatlah)!” , ujar Rei yang tiba - tiba muncul di depan pintu masuk bagian depan membuat Sora dan Gitae sama - sama terkejut.   “Arasseo (Aku tahu)! Sabar sedikit tidak bisa ya?!” , balas Sora dengan nada bicara yang benar - benar berbeda dengan nada bicaranya beberapa saat yang lalu sebelum Rei muncul.   “Aku pergi dulu, ya. Semoga kau betah.” , pamit Sora pada Gitae dengan nada bicara juga raut wajah yang lebih lembut dan ramah.   Gitae hanya mengangguk dengan wajah terkejutnya dengan perubahan nada suara Sora.    “Kenapa tidak kau sendiri saja sih? Aish!” , keluh Sora dengan nada kesal saat menghampiri Rei dan keluar kelas. Rei menggeser badannya agar Sora lewat lebih dulu, matanya bertemu dengan Gitae yang juga tengah menatapnya.   “Palli anwa (kau tidak ikut)?!” , omel Sora yang menatap Rei dengan galak dan menarik tangannya pergi dari situ.     Gitae yang melihat semua kejadian itu hanya bisa terdiam dan terkekeh mengingat bagaimana perubahan sikap Sora padanya dan juga sikap Sora pada Rei. Karena hal itu, ia menjadi tertarik pada Sora dan ingin mengenalnya lebih jauh. Namun, nyalinya tidak cukup besar untuk sekedar berbicara lebih dulu pada Sora karena Rei yang selalu berada di sekitar Sora kapanpun dan dimanapun. Saat ia berdiri dan melihat situasi di luar pun, ia bisa melihat Sora dan Rei yang tengah bertengkar di dekat lapangan entah karena apa. Gitae membayangkan apa ia bisa menjadi seseorang yang seperti Rei untuk Sora. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN