BAB DUA

1673 Kata
Rei dan Sora pulang sekolah bersama dengan mengayuh sepeda mereka masing-masing. Saat melewati jembatan Jamsu, mereka berhenti sejenak untuk menikmati semilir angin yang berhembus diatas jembatan yang dibawahnya mengalir air sungai Han. “Aku sudah mendaftarkan diriku di kompetisi yang aku bicarakan denganmu minggu lalu. Kau ingat?” , tanya Rei sambil bersandar pada pembatas besi jembatan. “Uh-hum.” , sahut Sora singkat. Matanya fokus tertuju pada air sungai Han yang mengalir dibawah mereka. “Dan coba kau tebak, aku bertemu siapa di sana?” , tanya Rei lagi yang berhasil membuat pandangan Sora beralih padanya. “Siapa?” , tanya Sora sambil menaikan satu alisnya. “Yuri. Song Yuri. Dia dulu teman sekelasku saat les piano sewaktu aku masih SD. Dia yang paling jago bermain piano di tempat les pianoku dulu, aku selalu terpukau setiap kali melihat permainan pianonya. Tidak menyangka akan bertemu dengannya lagi setelah sekian lama. Hebatnya lagi, dia yang lebih dulu mengenaliku. Katanya wajahku tidak banyak berubah hahaha.´, jelas Rei panjang lebar dengan penuh semangat. “Oh, Yuri. Lalu untuk apa dia ke sana? ikut kompetisi juga?” “Tidak, dia bilang dia salah satu panitia penyelenggaranya.” “Wow, Rei.. kau punya koneksi dengan orang dalam. Aku yakin kau pasti akan bisa menang kali ini.” , goda Sora sambil menyikut Rei. “Tidak. Aku memang pasti akan memenangkan kompetisi ini, tetapi tanpa bantuan dari orang dalam.” , tegas Rei percaya diri. Sora tersenyum senang mendengarnya. “Ku dengar sekolah kita ikut berpartisipasi dalam pertandingan basket antar SMA nanti setelah ulangan tengah semester, ya?” , tambah Rei. Sora hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum lebar. “ Wah, kau pasti senang sekali. Akhirnya ada juga ring yang bisa kau patahkan tanpa harus memikirkan ganti rugi, hahahahahaha.” , candaan Rei membuatnya mendapat tatapan tajam dari Sora. “Bercanda, sayang.” , tambah Rei sambil mengelus-elus kepala Sora. Ia takut Sora akan mengamuk dan langsung melempar dirinya ke sungai yang ada tepat dibawah mereka. *** Sora tengah kebingungan di kamarnya. Ranjang tempat tidurnya sudah tidak tertata rapi lagi dibandingkan lima belas menit yang lalu. BUku - buku yang disusun rapi di atas meja belajar pun sekarang sudah berserakan saling bertumpuk acak. Semua isi tasnya sudah ia keluarkan dan ia masih kebingungan mencari - cari. "Dimana siihh? Ah aku benar - benar benci diriku yang ceroboh." , keluh Sora dengan panik. Dari seberang kamarnya, tepatnya dari kamar Rei, Rei bisa melihat kebingungan yang sedang Sora hadapi dan kekacauan yang sedang Sora lakukan pada kamarnya sendiri. "Kau sedang mencari apa, Sora?" , tanya Rei yang muncul dari jendela kamarnya sambil menggigit sebuat apel hijau di tangannya. Sora mendekat ke jendela agar wajahnya bisa lebih terlihat dengan jelas dan Rei benar - benar bisa melihatnya dengan jelas kekhawatiran yang sedang Sora rasakan dari raut wajahnya, "Rei.. Kau lihat iPodku tidak?" , tanya Sora merengek. Rei menaikkan alisnya sebelah, "iPod? Terakhir kali aku melihatnya saat di kelas pagi tadi. Kenapa?" Sora menghela nafas, "Benar di kelas kan, Rei? Kau beanr - benar melihatnya kan?" Rei mengangguk, "Kenapa? Apa kau kehilangannya?" Kini gantian Sora yang mengangguk namun dengan lesu, "Kau tahu itu iPod kesayanganku. Hadiah terakhir yang diberikan oleh ibuku. Apa sekolah masih buka?" "Kau mau mencarinya sekarang? Sekarang juga?" Sora mengangguk yakin, "Kau akan menemaniku kan, Rei?" Rei diam sejenak lalu menggeleng, "Aku ada janji dengan Yuri sebentar lagi. Maaf Sora." Sora menurunkan bahunya dan menunduk, Rei yang melihat hal itu jadi merasa bersalah. "Hei hei, lagipula bagaimana bisa kita masuk ke kelas di malam begini? Lagipula tidak ada kelas malam hari ini sekolah pasti sudah ditutup." Sora semakin merasa lemas. Ia melangkah gontai menjauhi jendela. "HEI HEI BESOK KITA CARI BERSAMA." , sahut Rei meninggikan suaranya agar Sora yang menjauh bisa mendengarnya. Sora tidak merespon , ia lebih memilih untuk membereskan kembali kamarnya. Menata kembali buku - buku di mejanya, memasukkan kembali barang - barang sekolahnya ke dalam tasnya, dan juga merapikan kembali ranjang tempat tidurnya. Rei masih di jendela, ia menatap Sora kasihan. Namun lamunannya terhenti saat ia melihat jam tangan yang melingkar di tangannya menunjukkan waktu pukul delapan malam lewat sepuluh menit. "Hei Sora, aku pergi dulu ya. Besok pasti kita akan temukan iPodmu." , ujar Rei sebelum pergi menjauh dari jendela. Sora yang mendengarnya hanya menatap ke jendela kamar Rei dimana Rei tadi berada. *** Maaf Rei, aku ada acara pertemuan keluarga malam ini. Jadi aku tidak bisa menepati janjiku hari ini. Maaf ya. Rei diam menatap layar ponsel yang menampilkan pesan dari orang yang baru saja akan ia temui. Lalu mulai menggerakan jarinya mengetikkan sesuatu. Tidak apa, tidak perlu meminta maaf. Kalau begitu lain kali saja ya. Rei memasukkan kembali ponselnya setelah mengirim pesan balasan dan langsung memutar balik sepedanya. Rei berhenti tepat di depan pintu gerbang sekolahnya yang sudah jelas tertutup dan terkunci karena hari sudah malam dan sedang tidak ada kelas malam. Ia pun berinisiatif membenturkan gembok besi ke pagar yang terbuat dari besi juga, sehingga menimbulkan suara berisik yang sangat jelas terdengar. Tak lama datanglah pak satpam yang biasa berpatroli memeriksa sekolah saat malam hari. “Rei? Apa yang kau lakukan disini jam segini?” , tanya bapak tua berusia sekitar hampir setengah abad yang berperawakan kurus namun tegap dan gagah. Ia hafal betul dengan Rei karena ia satu-satunya siswa yang rajin menyapanya setiap pagi. “Hehe selamat malam, pak Min. Saya mau mengambil buku saya yang tertinggal di kelas tadi. Boleh kan, pak?” , tanya Rei yang sedang berusaha menahan silau dari sinar cahaya senter yang ditodongkan kepadanya. “Apa begitu mendesak sampai tidak bisa menunggu besok, Rei?” “Sangat sangat sangat mendesak, pak! Ada tugas di buku itu yang harus diserahkan besok pagi di jam kelas pertama.” , jawab Rei meyakinkan. “Baiklah. Tapi cari sendiri ya? Bapak harus memeriksa lantai satu.” “Tidak masalah, pak.” , Akhirnya pintu gerbang dibukakan dan Rei membawa sepedanya masuk. Rei sudah sampai di depan ruang kelasnya. Suasana sekolah saat malam hari sangat jelas terasa berbeda dengan suasana saat siang hari. Kelas terlihat sangat hening dan sunyi. Tidak ada suara selain suara kipas sirkulasi udara yang ada di langit-langit kelas. Cahaya dari bulan yang masuk melalui jendela adalah satu-satunya cahaya yang menerangi ruang kelas. Rei langsung menuju meja Sora dan menyalakan senter dari ponselnya. Ia mengeluarkan semua barang-barang yang ada di laci meja Sora. Buku-buku pelajaran, buku-buku catatan, bantalan leher, bahkan sampai majalah idol mingguan pun ada. Memeriksa setiap buku untuk memastikan barang yang ia cari tidak menyempil di dalam buku. Benar saja, iPod mini berwarna abu-abu tersempil di dalam buku bahasa Inggris yang menjadi mata pelajaran terakhir tadi sore. “Disini ternyata.” , Rei tersenyum senang. Segera ia memasukkan kembali buku-buku Sora ke dalam laci meja. Tak lupa ia mengambil sebuah buku dari laci meja miliknya untuk menjadi bukti dari alasannya tadi. ”Sudah ketemu buku yang kau cari, Rei?´, tanya pak satpam saat mereka berpapasan di tangga ketika Rei hendak turun ke bawah. “Sudah pak, hehe.” , jawab Rei nyengir sambil memperlihatkan buku di tangannya. “Ya sudah sana cepat pulang dan selesaikan tugasmu. Jangan lupa tutup lagi gerbangnya ya.” “Hehe iya. Selamat malam pak Min.” , ucap Rei sambil membungkukkan badannya memberi salam sebelum bergegas turun menuju sepedanya. *** Di sebuah lapangan yang hanya diterangi empat lampu di masing-masing sudut lapangan, terdengar suara dentuman bola basket yang membentur lantai lapangan lalu membentur ring yang terpasang tinggi di sisi lapangan. Sora yang sudah berkeringat banyak terus berusaha memasukkan bola di tangannya, namun hasilnya selalu membentur besi ringnya karena pikirannya sedang tidak fokus. Ia terus saja memikirkan iPodnya. Ia khawatir iPodnya itu benar-benar hilang. Rei hanya memperhatikan tidak jauh dari lapangan. Ia tersenyum sebelum akhirnya menghampiri Sora sambil mengayuh sepedanya. Rei membawa masuk sepedanya ke tengah lapangan memutari Sora yang sudah kelelahan. “Kau sudah bertemu dengan Yuri?” , tanya Sora pada Rei yang masih memutarinya. Alih-alih menjawab, Rei hanya tersenyum. “Sepertinya pikiranmu sedang kacau sekali, Sora.” , sahut Rei sambil memakirkan sepedanya di pinggir lapangan, lalu duduk di dekat sepedanya menonton Sora. Sora tidak menjawab. Ia berusaha memfokuskan dirinya pada lemparan terakhirnya. Dan lagi-lagi lemparannya meleset, bolanya kembali membentur besi ringnya. Sora menyerah dan ikut bergabung dengan Rei. Rei memberikan sebotol air minum kemasan yang ia beli di perjalanan tadi pada Sora dan menunggu saat yang tepat untuk memberikan iPod milik Sora yang sudah ia temukan tadi. “Jadi bagaimana pertemuanmu tadi dengan Yuri.” , tanya Sora setelah meneguk minumnya. Rei hanya menggeleng. “Kau tidak bertemu dengannya? Kenapa? Apa dia tidak menepati janjinya?” , Rei kembali menggeleng. “Dia membatalkannya. Dia ada acara keluarga, jadi… yah, mungkin lain kali.” , jelas Rei. “Ooh.” “Omong-omong, bagaimana kalau ternyata besok pagi kita tidak bisa menemmukan iPodmu?” , ucapan Rei membuat Sora membelalakan matanya tidak percaya dengan yang baru saja Rei katakan. “Yak!! Jangan bilang seperti itu! nanti semesta akan mendengarnya dan membuatnya jadi kenyataan!” , protes Sora kesal. Rei hanya tertawa mendengarnya. “Iya iya maaf. Lalu.. apa yang akan aku dapatkan jika aku berhasil menemukannya?” , tanya Rei dengan senyum liciknya. “Hmmm.. Aku akan mencuci sepedamu.” “Yaahh, itu sih tidak senilai dengan usahaku.” , tolak Rei dengan enteng. “Astaga Rei, kau sebenarnya berniat membantuku atau tidak?” , protes Sora. “Oke, bagaimana kalau kau mengerjakan PRku selama seminggu?” , tawar Rei. “Seminggu?” , Sora ragu. Rei diam-diam mengambil iPod milik Sora yang ia simpan di dalam saku jaketnya. “Ini. Ingat ya, kerjakan PRku selama seminggu.” , Rei memberikan iPodnya pada Sora dan langsung pergi meninggalkan Sora yang masih terkejut dengan apa yang ada di tangannya sekarang. “REI!!” , panggil Sora pada Rei yang sudah mengayuh sepedanya menjauh meninggalkan lapangan sambil melambaikan tangannya. “Dasar rubah licik! Kenapa tidak langsung memberikannya saja sih?” , decih Sora sebal. Tak lama senyumnya mengembang di wajahnya sambil menatap iPod miliknya dan juga Rei yang sudah menjauh.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN