06: Permohonan Maaf Dafa

1146 Kata
"Lihat keadaan kamu, ck-ck, sudah mirip gelandangan." Jordi bersedekap menatap miris Celine. Celine sebenarnya malu terlihat menyedihkan dihadapan lelaki ini, tapi sekarang bukan harga diri lagi yang ia pikirkan. "Gimana lo bisa temuin gue?" Jordi tersenyum miring. "Kenapa? Kamu malu terlihat seperti ini dihadapan aku?" Cibirnya. Celine menggeram tertahan. "Lo kesini cuma buat sindir gue? Mending lo pergi sana!" Usir Celine marah berjalan besar-besar untuk pergi. Tapi Jordi keburu mencekal pergelangan tangannya, lelaki itu menatap Celine dengan wajah tenangnya. "Om Cakra khawatir sama kamu." Ujar Jordi pelan. Celine tersentak, ah ... iya ia melupakan Ayahnya. "Halah palingan juga karena pengen gue kawin sama lo!" Dengus Celine malas. Jordi menghela napas panjang. "Pulang ya, kamu beneran gak kasihan sama keluarga kamu?" Jordi menatap serius Celine. "Gak! Mereka aja gak kasihan sama gue!" Jordi jadi berjalan mendekat, melepas jas nya dan memakaikannya ke tubuh Celine yang tak ayal membuat Celine langsung mendelik tak suka. "Jangan dilepas, pake aja, udaranya dingin." Ucap Jordi tulus. Celine dengan setengah hati menuruti. "Kamu tinggal dimana sekarang? Kamu punya kerjaan? Kamu bisa makan, kan?" "Dih gak usah cari muka, gue gak bakal luluh sama lo!" Jordi jadi menghela napas panjang dengan sabarnya, menghadapi perempuan seperti Celine memang cukup menguras emosinya. "Aku gak tega lihat kamu dengan keadaan seperti ini." Celine diam-diam melirik kearah Jordi, sebenarnya lelaki ini baik dan perhatian, tapi apa mau dikata, kalau tidak cinta juga percuma. Grep. Celine tersentak melihat Jordi tiba-tiba memegang pergelangan tangannya. "Ini gak seberapa, tapi kamu ambil ya." Jordi meletakkan beberapa gumpal kertas berwarna merah yang pastinya disukai manusia jenis apapun. Celine tertegun, entah kenapa jadi sedikit tertarik oleh kebaikan lelaki ini. "Lo yang kasih loh, bukan gue yang minta. G-gue ambil." Ujarnya masih saja gengsi sambil membuang muka. Jordi tersenyum, setidaknya lega Celine masih mau menerima pemberiannya. "Kamu gak mau cerita sama aku soal kehidupan kamu sekarang?" Celine menghela napas panjang. "Gue--" "Celine!" Celine terperanjat, reflek menoleh kearah suara. Jordi pun juga ikut menoleh. Dafa, berdiri menatap mereka dengan pandangan yang tak dapat diartikan. "Pak Dafa?" Gumam Celine pelan tapi mampu membuat Jordi mengernyit. "Siapa?" Tanya Jordi, Celine meringis kebingungan. Belum sempat mencari alasan Dafa sudah berjalan mendekat. Dafa menatap Celine dan Jordi lekat, karena wajahnya selalu datar membuat Celine tak paham arti tatapan Dafa. "Zee sakit." "Apa?!" Celine terperanjat, spontan berdiri tegak. "Sakit apa?!" Tanyanya dengan nada menuntut. Dafa sedikit lega karena ternyata Celine benar-benar perhatian pada anaknya. "Dia demam, sekarang di Rumah Sakit." Celine makin panik, bahkan wajah piasnya sudah tidak dapat disembunyikan. "Pak saya mau ketemu Zee, bawa saya ke Zee Pak!" Mohon Celine memegang lengan Dafa. Dafa diam-diam tersenyum kecil, ia pikir Celine akan bodoamat karena ia telah memecatnya. Tapi dugaannya ternyata sangat salah. "Tunggu-tunggu! Zee itu siapa? Trus Anda juga siapa?" Jordi jadi plonga-plongo kebingungan. "Udah itu gak penting, Pak ayo temui Zee!" Dafa tanpa banyak bicara langsung menarik tangan Celine dan membawanya masuk ke mobilnya. Meninggalkan Jordan yang tercengang di tempat. "Sumpah, kenapa aku dikacangin?" Gumamnya speechless. *** "Tidur sayang." Celine berbisik lirih karena Zee sejak tadi memelototkan matanya padahal nampak jelas kalau bocah itu dilanda ngantuk parah. "Gak mau! Nanti Mamah hilang!" Tegasnya mengucek matanya yang memerah supaya tetap terjaga. Dafa menghela napas pelan, terlihat yang paling merasa bersalah. Lelaki duda itu berjalan mendekat, mengelus kepala Zee tapi Zee malah langsung mengangsurkan kepalanya kearah Celine, Zee bersembunyi pada Celine. "Papah jahat! Z-Zee kemarin di bentak, hiks ... Papah jahat sama Zee, Zee benci Papah!" Serapah bocah itu seperti anak yang tengah mengadu pada Ibunya. Celine langsung melemparkan tatapan tak sukanya pada Dafa, mendekap hangat tubuh Zee. "Sssst ... Zee bobok ya, nanti biar Mamah yang marahin Papahmu." Ujar Celine tak peduli kalau nantinya Dafa akan ngamuk. Tapi yang terjadi malah sebaliknya, Dafa hanya diam saja tak keberatan mendengar ucapan Celine. "Mamah gak boleh pergi." "Nggak sayang, Mamah akan selalu disini." Gumam Celine meyakinkan. Zee perlahan memejamkan matanya, dan yang terdengar selanjutnya hanya dengkuran ringan bocah itu. Celine tersenyum lembut melihat wajah tenang Zee, dengan hati-hati Celine menidurkan tubuh Zee ke atas brankar dibantu Dafa yang menata bantal. "Kita perlu bicara Pak!" Tegas Celine lalu beranjak keluar diikuti Dafa. Dua orang itu memilih bicara di rooftop karena sepi. Setelah sampai Celine langsung menghadap Dafa, bersedekap dengan dagu terangkat tajam. "Saya gak peduli Bapak mau hina saya bahkan pecat saya. Tapi membentak Zee?" Celine tersenyum miris. "Bapak punya otak nggak? Zee masih anak-anak!" Bentak Celine terlihat sangat meledak amarah. Dafa tak tersinggung ataupun marah, lelaki itu malah hanya menunduk introspeksi diri. "Kalau Bapak punya masalah ke saya jangan lampiaskan ke Zee! Zee itu Putra Bapak, Bapak dengerin saya nggak?!" Dafa makin menunduk. Celine mendecih kasar, membuang muka karena muak melihat wajah lelaki satu ini. Kemarahannya karena hinaan Dafa kemarin saja belum usai ditambah dengan kenyataan satu ini membuat Celine jelas kian terpancing emosi. Padahal Dafa sudah dewasa, tapi sebenarnya apa sih fungsi otak lelaki satu ini?! "Maaf." Celine hampir tersedak, spontan menatap keki Dafa yang barusan meminta maaf. Apa kuping nya gak salah denger?! "Saya akui kalau semua itu salah saya, saya minta maaf." Lirih Dafa dengan suara beratnya. Celine sebenarnya sedikit kagum mendengar permintaan maaf dari lelaki angkuh ini, tapi sebisa mungkin ia tetap berekspresi datar. "Hm, seharusnya Bapak minta maaf ke Zee bukan saya." "Saya juga punya salah sama kamu." Celine menatap Dafa tercekat. "Saya gak tau mulai darimana kesalahan saya tapi yang jelas salah saya sangat banyak ke kamu, kali ini saya dengan tulus meminta maaf kepada kamu." Celine menatap Dafa lekat, terdiam beberapa saat. "Saya maafkan Bapak." Dafa langsung mengangkat wajah, menahan senyuman senangnya. "Terimakasih." "Hm, asal Bapak janji gak akan berlaku seperti itu lagi!" Tandas Celine diangguki cepat Dafa. "Saya berjanji!" "Sudah kan? Kalau gitu kita balik ke kamar Zee." Celine melangkah menuju pintu keluar, namun tangannya keburu dicekal Dafa. "Kenapa?" Heran Celine. "Kamu ... masih mau kan bekerja dengan saya?" Celine tersentak, tak bisa berkata-kata lagi. Barusan lelaki ini memintanya kembali bekerja? "Celine," Dafa memegang telapak tangan Celine lembut, membuat Celine makin tercengang. "Kembali bekerja sama saya, Zee butuh kamu." Lirih Dafa dengan nada memohon yang sangat ketara. Dafa si Raja angkuh tiba-tiba bersifat lembut seperti ini cukup membuat Celine tak mampu berkata-kata, entah kenapa ada desiran lembut di dadanya yang perlahan mencuat. "Saya gak bisa bekerja lagi dengan Bapak, tapi kalau masalah Zee Bapak gak perlu khawatir, saya akan rajin tengokin Zee." Sejujurnya Celine ingin sekali kembali bekerja tapi ego dan harga dirinya sudah tersayat hancur oleh tindakan Dafa. Dan itu butuh waktu untuk membaik. Dafa menegang, tiba-tiba perasaan takut kehilangan merayap ke lubuk hatinya. Lelaki itu ingin Celine kembali, ia tak mau kehilangan Celine lagi. "Sudah ya Pak, saya rasa percakapan kita berakhir disini. Saya pamit!" Celine kembali melangkah pergi. Namun berapa saat setelahnya terjadi hal yang tidak pernah Celine bayangkan. Grep. Dafa memeluknya, DAFA MEMELUK DIRINYA! "Please Celine ... don't go." Bisik Dafa dengan suara lembutnya. Membuat Celine hampir terjengkang pingsan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN