21: Tembakan Telak

1085 Kata
Bocah bertubuh gempal dengan kulit putih bersih itu melompat-lompat sembari meneteng robot-robotannya, "Mamah kenapa gak pulang-pulang sih, kan Zee mau main bareng!" dengusnya dengan bibir mencuat, mata bulat bocah itu mengerjap cepat saat melihat pantulan seseorang dari teras. Zee memicing, lalu dengan gaya dekektif ia mengendap-endap untuk memergokinya. "DOR! MAMAH KAGET YA HAHA—..haha." Zee kicep, berkedip polos. "Tante siapa?!" tanyanya sebal, ia kira tadi Mamahnya. Sela yang tadi sempat melambung langsung seperti dihantamkan ke tanah, perempuan hanya mampu tersenyum miris sembari berjongkok, menyejajarkan tingginya dengan bocah di depannya. "N-nak ..." Zee langsung mundur sambil memeluk robotnya, wajahnya memicing tajam. "Tante siapa?!" pekiknya tak santai. Sela mengulum bibirnya dengan tatapan haru tiada tara, bocah ini .... anaknya, air mata perempuan tiba-tiba meluruh. "I-ini Mamah, ini Mamah sayang..." ujarnya menahan rasa bahagia yang luar biasa. Zee makin mundur dengan wajah curiga, "Mamah Zee bukan Tante!" Sela mematung syok. "A-apa?" tanyanya tak percaya. Zee masih tak menyurutkan tatapan sangar nya, "Mamah Zee bukan Tante, Mamah Zee itu Mamah Celine!" Deg! Hati Ibu mana yang tidak mancleos mendengar ucapan seperti itu dari mulut anaknya sendiri. "S-siapa Celine?" tanya Sela menahan rasa takutnya, apakah Dafa sudah memiliki kekasih? Atau lelaki itu sudah menikah lagi? Bagaimana Dafa bisa setega itu dengan dirinya? Zee berkedip polos, tatapan tajam nya seketika berubah jadi cerah sumringah. "Dia Mamah—EH?!" Zee langsung menghentikan ucapannya saat tubuhnya tiba-tiba ditarik ke belakang, bocah itu mendongak lugu menatap Papah nya yang seperti sedang marah. Hii .. serem. "Kamu masih disini?!" bentak Dafa menatap tak percaya kearah wanita di depannya. "Pergi!" usir Dafa sampai urat di sekitar lehernya menegang. Sela terkesiap, tapi justru mengulum bibirnya senang. "Itu ... Putra kita?" Dafa melotot murka, Zee yang berada di tengah-tengah perdebatan dua orang dewasa itu cuma bisa berkedip kebingungan. "Lancang! Dia gak ada hubungan apapun denganmu!" bentak Dafa marah. Sela menelan ludah susah payah, sekalipun nekad nyatanya nyali nya sebagai wanita tetaplah penakut. "T-tapi aku Ibunya Daf, aku yang telah melahirkan—" "Melahirkan lalu menelantarkan nya?" Dafa membuang muka, terkekeh sinis. "Aku gak tau apa motifmu sampai melakukan ini semua, tapi aku sarankan untuk kamu berhenti sekarang juga, karena .." Dafa sengaja menggantung ucapannya, mencekram kuat rahang Sela. "Aku gak akan segan buat kasih pelajaran kamu jika kamu masih usik hidup aku." Desisnya dengan suara dingin, selama beberapa detik setelahnya cuma ada keheningan dengan Dafa yang masih bertahan di posisinya dan Sela yang terdiam kaku. Sampai ... "MAMAAAH!!!" Dafa berjengkit, spontan mundur menjauh dari Sela. Zee tersenyum riang, langsung berlarian senang menuju Celine yang berada tak jauh dari sana, bocah itu langsung memeluk kaki Celine kuat-kuat. "MAMAAAH! ZEE KANGEEEN!!" pekik bocah itu cempreng, terlihat luar biasa senang. Celine cuma tersenyum singkat sembari mengelus kepala Zee, namun matanya melirik tajam pada dua orang yang berada beberapa meter darinya itu. Siapa wanita itu? Kenapa Dafa bisa sedekat itu dengan dia? Pertanyaan-pertanyaan itu mulai hinggap di kepalanya. "Celine," Dafa tersenyum dengan kelegaan luar biasa, baru sehari tak melihat gadis ini saja ia sudah sangat rindu, tanpa menunggu lama lelaki itu langsung mendekap tubuh Celine. Pupil mata Sela bergetar tak percaya melihatnya. "Ehem!" Dafa tersentak, sebenarnya tidak cuma Dafa tapi semua orang ikut terkesiap kaget, Jordi yang ternyata sejak tadi ada disana bersedekap tenang, ekspresi wajahnya tak bisa dibaca. "Masih yakin mau terlibat hubungan dengan lelaki yang bahkan belum menyelesaikan masa lalunya seperti ini, Cel?" tanya Jordi menatap lurus Dafa, nada suaranya tidak terkesan keras tapi jelas membuat Dafa naik pitam karena tau dirinya yang sedang dibicarakan. "Siapa Anda?" desis Dafa dingin. Jordi berkedip tenang, mengulurkan tangan melingkar di pinggang Celine dan menariknya mundur paksa, membuat Dafa yang sedang mendekap Celine dan Zee yang masih memeluk kaki Celine hampir terhuyung jatuh. "Kenalin, saya calon suami Celine." Dafa melotot lebar, "APA KATAMU?!" pekiknya. Jordi mengerutkan dahinya tak senang, "jangan berteriak–" "Jangan memerintah saya!" potong Dafa tajam. Dua lelaki itu jadi saling bertatapan dengan aura permusuhan yang sangat dalam. Celine yang menjadi obyek rebutan melenguh berat, kenapa sih jadi seperti ini?! "Di, lepasin gue!" sentak Celine tapi Jordi justru makin erat memeluknya. Tak ada tanda-tanda ingin melepaskan. "Kamu masih milih lelaki yang bahkan belum menyelesaikan urusan masa lalunya itu ketimbang aku, Cel? Sekarang aku tanya, sebenarnya apa alasan kamu gak pernah mau dijodohin sama aku sejak awal?" Jordi menatap serius, Celine meremat jarinya, kenapa Jordi jadi seperti ini? Bukankah tadi lelaki ini sendiri yang janji akan membiarkan dirinya memilih! "Karena gue gak mau nikah diatas hitam putih saja—" "You need love? It's okay Cel, aku bisa kasih, aku bisa kasih hati aku ke kamu jika itu bisa bikin kamu pilih aku." "Sebenarnya kamu siapa? Kenapa tiba-tiba mau merebut Celine?!" Dafa sudah habis kesabaran, ia tidak takut sekalipun lelaki ini berniat menantangnya. Jordi mengangkat sebelah alisnya, tertawa mengejek. "Saya merebut Celine, apa tidak salah? Sejak awal saya adalah calon suami Celine, bahkan sebelum Celine mengenal Anda!" tukas Jordi tajam. Dafa tersentak, langsung menatap Celine meminta penjelasan. Tapi tiba-tiba ia ingat dulu alasan Celine kabur dari rumah karena menolak perjodohan, tapi bukankah Celine waktu itu mengatakan jika yang akan dijodohkan dengan dirinya adalah Aki-aki? Lalu dimana letak ke Aki-aki-an nya pria ini?! "Mamah-mamah! Kalian bahas apasih? Zee mau main sama Mamah!!" Suasana tegang disana sedikit mencair, Celine berjongkok menyejajarkan tingginya dengan Zee yang sedang menarik-narik bajunya. "Zee mau main sama Mamah!" ulangnya dengan kekeh. Celine mulai tersenyum, terkekeh ringan. "Yuk!" Zee berbinar, berterpuk tangan senang. Celine langsung menggandeng tangannya, membawanya masuk ke rumah. Tapi langkahnya harus terhenti ketika Sela menghadang nya, Celine berkedip, menatap datar. "Dia Putra saya!" ujar Sela tanpa basa-basi. Celine tersentak, di posisinya Dafa sudah bersiap akan maju menjelaskan. "Siapa ya? Kok ngaku-ngaku." Balas Celine tenang, membuat langkah Dafa terhenti seketika. Sela terlihat tak percaya, menatap tajam Celine, sebenarnya gadis ini siapa nya Dafa? Lalu kenapa anaknya memanggil dia Mamah?! "Saya Ibu kandung Zee! Kamu yang siapa, ngaku-ngaku!" Dafa sudah mengepalkan tangannya, terlihat sedang menahan emosi. Tapi jujur di lubuk hatinya terdalam ia mulai takut jika Celine akan marah dan kecewa kepadanya, tapi bukankah Celine tau kalau dirinya duda .... jadi gadis itu akan paham, kan? Dafa tanpa sadar menunduk tak sanggup mengangkat wajahnya. "Zee, siapa Mamah kamu?" Celine bertanya tenang pada Zee. Bocah itu menjawab tanpa berpikir. "Mamah Celine lah!" Sela mematung, ganti Celine melirik Dafa. "Mas siapa Mamah Zee?" Dafa yang sejak tadi sedang insecure langsung tersentak, mendongak tanpa sadar. "Kamu." Jawabnya tanpa pikir panjang. Celine tersenyum puas, menatap mencemooh Sela. "So .... sekarang siapa yang ngaku-ngaku?" telak, tembakan Celine mematikan perempuan itu. Sela ... kalah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN