12: Pacar Salah Alamat

1042 Kata
"Ikut saya yuk." Riski berdiri menepuk sesaat pantatnya yang kotor karena habis duduk diatas kursi semen. Celine mengerutkan dahi. "Gak deh Mas, saya kan harus nungguin Zee." Tolak Celine langsung. Riski tersenyum kecil, gadis ini menjalankan pekerjaan dengan sangat baik. "Zee kan baru masuk kelasnya dan masih lama pulangnya, kamu ikut saya sebentar gak papa kok." Yakinnya. Celine membenarkan, apalagi ia suka mati gaya kebosanan kalau menunggu berjam-jam disini. Masalahnya Celine gak bisa akrab sama baby sitter lain yang pasti akan bergosip riweuh, Celine paling gak suka ngurusi hidup orang lain. "Jadi gimana?" Celine akhirnya mengangguk, "yaudah deh Mas, kita mau kemana emang?" Riski justru tersenyum sebagai balasan, tanpa mengatakan apapun lelaki itu kembali menggandeng tangan Celine seperti tadi pagi, sepertinya lelaki ini memang sengaja melakukannya. "Pake seatbelt nya." Peringat Riski kalem. Celine terkesiap, dengan sedikit kikuk buru-buru memakai sabuk pengaman nya, gara-gara nebak mau kemana ia sampai bengong. Mobil yang ditumpangi mereka melaju membelah jalanan Ibu Kota yang cukup lengang, karena sekarang waktunya jam kerja semua orang. "Mau coklat?" Celine mengerjap-ngerjap, Riski membuka dashboard. "Itu, ambil aja." Celine mengangguk canggung sebagai ucapan terimakasih. Dan seperti biasa Riski cuma membalasnya dengan senyuman kalem, lelaki ini sangat sumeh kalau kata orang Jawa. Sekitar 15 menitan mobil mereka berhenti di depan gedung dua lantai yang memiliki ukuran sedang tapi terlihat sangat modern karena desain yang terbuat dari kaca dan batu marmer. "Ini dimana?" Heran Celine celingukan, disini masuk ke dalam wilayah elite jadi jalanan pun cenderung sepi bahkan beberapa mobil terlihat berjajar rapi di pinggir jalan tanpa takut di maling. Lagian di tempat se-elite ini siapa juga yang mau maling. "Ayo!" Riski lagi dan lagi menggandeng tangannya, sampai membuat Celine lama-lama terbiasa, genggaman Riski pas, tidak keras tapi nyaman. Begitu masuk ke dalam Celine langsung melebarkan matanya, melihat jajaran alat musik disana. Mulai dari piano, gitar, drum, sampai biola pun ada. Ini ... studio musik? "Mas anak band?" Celetuk Celine tanpa sadar. Membuat tawa geli Riski menguar renyah. "Kalau dibilang anak band nggak juga, tapi saya memang suka musik." "Mas pencipta lagu?" Tebak Celine lagi. Riski makin geli. "Nggak, saya cuma orang yang hobi bermusik, karena itu saya memilih membeli studio musik." Memang orang kaya, Celine gak kaget lagi. Padahal sendirinya juga sama kaya nya. "Kamu mau lihat saya main musik?" Sontak Celine langsung berbinar. "Mau!" Riski sangat senang melihat wajah excited gadis ini, perlahan ia beranjak mendekati alat musik nya. "Mau yang mana?" Riski memberi pilihan. "Mas bisa semuanya emang?" Celine ragu. "Bisa dong!" "Oke, kalau gitu biola!" Komando Celine menunjuk biola disebelah Riski. Lelaki itu langsung mengambil biola tersebut, memposisikannya sedemikian rupa lalu mulai menggesek senarnya, bunyi yang mengalun luar biasa merdu sampai membuat d**a Celine terenyuh. Riski terus menggesek senar dan gagangnya dengan mata terpejam, kelihaian tangan dan cara bermain Riski benar-benar layak disebut sebagai profesional. Celine tercengang. Riski menghentikan permainannya setelah lima menitan, dan satu-satunya yang tersisa disana adalah ekspresi tercengang Celine. Sampai tak lama ... Prok! Prok! Prok!! "Wah! Gila Mas, sumpah bagus banget!! Saya beneran kaget!!!" Seru Celine memelototkan mata dengan menggebu-gebu. Riski tertawa kencang, rasa percaya dirinya langsung naik drastis begitu mendengar pujian gadis ini. "Saya keren nggak?" Godanya. "Keren banget asli!" Celine mengacungkan jempol, membuat d**a Riski makin melambung tinggi. "Yaudah gimana kalau kita cari makan, saya tiba-tiba laper." "Saya gak bawa duit Mas." Ceplos Celine tanpa malu, masalahnya ia memang beneran gak ada duit. Riski mengacak rambut Celine sepintas. Gemas. "Saya bayarin." Dan senyuman matre Celine seketika terbit. "Oke, ayo deh Mas kalau begitu!" Semangatnya. Apa itu jaim? Celine tidak kenal. *** Dafa terlihat sangat tidak nyaman, perempuan sexy yang duduk didepannya terlihat sengaja bergerak-gerak s*****l untuk menggoda Dafa tapi nyatanya lelaki itu justru jijik. "Bagaimana Bu Ani?" Tanya Dafa datar. Perempuan itu adalah kliennya, klien yang menggodanya begini sebenarnya biasa bagi Dafa, tapi kalau sampai sengaja berpakaian minim dan berdandan menor seperti ini baru pertama kali Dafa temui jenisnya. Ani menyugar rambutnya ke belakang, sengaja memamerkan leher jenjang dengan d**a yang sedikit menyembul dari dress ketatnya. "Emm, bisa Bapak ulang lagi penjelasannya, saya masih sedikit bingung." Ujar Ani dengan nada suara dibuat ke imut-imutan dan mata mengerling-ngerling yang jatuhnya malah kayak orang cacingan. Dafa menahan napas, dalam hati terus mengingatkan diri untuk sabar, masalahnya meskipun kelakuannya menjijikkan banget tapi dana investasi yang ditawarkan Ani mencapai 50 milyar. Angka yang cukup fantastis untuk pengusaha seperti dirinya. "Baik akan saya jelaskan ulang." Dafa mencoba profesional, tapi kelakuan perempuan didepannya ini malah makin menjadi. Ani dengan sengaja mengelus-elus tangannya tentu saja membuat Dafa mendelik kaget. "Daf?!" Dafa tersentak, spontan menarik mundur tangannya, mereka berdua menoleh menemukan Riski yang berdiri kaget di depan mereka. Riski terlihat menatap bergantian Dafa dan Ani, dengan tatapan tak terbaca. "A,ah .. maaf saya ganggu kalian ya?" Riski menunduk sungkan pada perempuan didepan Dafa. Dafa mendelik, takut temannya ini salah paham. "Gak--" "Pak Dafa?!" Celine terperanjat kaget, Dafa yang ingin menjelaskan jadi menahan napas, keadaan makin kacau disana. "I-ini siapa?" Celine melirik datar Ani. Perempuan bergaya sosialita itu tersenyum angkuh kearah Celine. "Kenalkan, saya pacarnya." Bukan cuma Celine yang kaget, Dafa pun sampai melotot selebar-lebarnya. "Hah?" Celine tidak bisa menutupi raut tercengangnya. Apa?! Dafa sudah punya pacar?! Dafa menatap tajam Ani, tapi perempuan itu justru menunjuk kontrak perjanjian mereka, seolah mengatakan kalau Dafa tidak menurutinya maka ia tidak akan sepakat. Dafa hanya bisa mengepalkan tangan dengan rahang mengeras. "Cel ... " Riski menatap Celine dengan pandangan yang tidak dapat dijabarkan. Celine langsung berdiri tegak, dan menyunggingkan senyuman lebarnya, nampak di wajah gadis itu tidak terlihat luka sedikitpun. "Selamat untuk kalian, perkenalkan Mbak saya pengasuh anaknya Pak Dafa." "Oh cuma pengasuh toh." Ani makin menatap remeh Celine. Celine tidak melawan, cukup mengumpat dan menyerapah saja dalam hati. Toh posisi ia sekarang tidak bisa melawan. Celine diam-diam melirik Dafa, lelaki itu cuma diam menunduk. Cih! Ternyata Dafa lebih b******n daripada bayangannya. Ia sudah punya pacar? Ah~ sekarang ia paham kenapa Dafa selalu menolak dirinya, kalau tau begini Celine mana mau repot-repot kasih hati ke pria b******k macam dirinya. Hatinya terlalu berharga untuk dilukai. Grep. Riski tiba-tiba melingkarkan tangannya ke pinggang Celine, yang tentu saja membuat sebuah tanda tanya besar hadir disana. Riski menatap Celine dengan senyuman menawan seperti biasa. "Ayo kita makan, aku sudah lapar sayang." Deg! Dafa reflek mendongak, menatap syok Riski. 'S-sayang?!' batinnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN