Celine membatu, di depannya Dafa sedang menatap lurus wajahnya. Dua orang itu saling bertatapan dalam diam, cukup lama tanpa berujar apapun.
"Kamu ngapain?"
"Ha?!" Celine berjengkit, tak lama sadar dan langsung mundur panik sampai nyungsruk, sungguh memalukan. "T-tadi ... tadi eung a-ada nyamuk! Iya, di wajah Bapak ada nyamuk jadi mau saya tangkep!"
Dafa beranjak duduk, menatap Celine aneh. "Mau nangkep nyamuk pake elus-elus wajah saya?" Sindir Dafa membuat Celine kicep.
Akhirnya Celine menghela napas, mendongak menatap lurus Dafa. "Saya minta maaf sudah lancang menyentuh Bapak." Lantang nya menundukkan wajah.
Malu? Rasanya semenjak menjadi baby sitter Celine sudah berubah 180 derajat, ia dulu yang terkenal gengsi dan angkuh harus menundukkan wajah seperti ini.
Tap.
Celine tersentak, mendongak spontan, Dafa menyentuh kepalanya, tatapan Dafa melembut membuat Celine hampir lupa cara bernapas. Masalahnya ini pertama kali lelaki itu menatapnya lembut.
"Jangan suka sama saya."
Deg!
Celine membatu, seperti tersengat aliran listrik di sekujur tubuhnya. Dafa memejamkan matanya beberapa saat, terlihat seperti sedang menahan sesuatu yang tak bisa dijabarkan.
"Kenapa?"
Dafa membuka matanya, bisa melihat tatapan berani gadis ini. "Karena saya duda."
Celine terkekeh pelan. "Kenapa pakai alasan klasik seperti itu? Bilang saja Bapak malu menjalin hubungan dengan baby sitter seperti saya!" Celine sendiripun kaget kenapa amarahnya tiba-tiba naik seperti ini.
Dafa cuma diam tak ingin membuat keadaan makin memanas. Tatapan mata lelaki itu tak dapat terbaca.
"Kalau begitu jangan belagak menunjukkan kalau Bapak sedang cemburu, mulai sekarang saya akan bebas menjalin hubungan dengan siapapun!" Tandas Celine lalu beranjak pergi.
Meninggalkan Dafa yang tampak frustasi di tempat, lelaki itu menunduk mengacak kasar rambutnya. Sebenarnya Dafa cuma takut .... takut kalau ia terlanjur sayang pada gadis ini tapi hubungan mereka tidak berhasil.
Seperti masa lalunya.
***
"Mamah ngapain sih?" Bocah gembul yang sedang makan lolipop itu mencelinguk kepo kearah Celine.
"Lagi ulek Papahmu!" Dengus Celine makin semangat mengulek cabai di cobekan.
Zee jelas melongo, dengan polos malah mengintip isi cobekannya. Tapi ia sama sekali tidak menemukan keberadaan Papah nya. "Mana kok Papah gak ada?"
Celine jadi memejamkan matanya, harus sabar banyak-banyak karena yang ia hadapi bocah TK. "Bayangin aja kalau cabe-cabe ini Papahmu."
Zee mengangguk patuh, mulai membayangkan wajah Papah nya di dalam cobekan batu itu.
"Kalian lagi ngapain?" Tanya Dafa baru datang, melihat anak dan pengasuhnya itu mengelilingi cobekan.
"Lagi membayangkan wajah Papah di ulek." Jawab Zee jujur membuat Dafa hampir tersedak. Tak ayal lelaki itu langsung menoleh kearah Celine yang sama sekali tidak meliriknya.
Dafa memilih sabar saja.
"Zee Papah ada kerjaan, kamu jangan nakal sama Kak Celine ya." Dafa mengelus lembut kepala Zee, Celine diam-diam melebarkan kuping nya.
"Oke Pah, Zee gak akan nakal." Balas bocah itu nampak sibuk menjilati lolipop nya.
Dafa tersenyum, mengecup dahi anaknya lembut. "Papah berangkat dulu." Pamitnya diangguki Zee.
Dafa melirik Celine yang terlihat tak menggubrisnya sejak tadi. "Saya pamit ada kerjaan penting, tolong jaga Zee mungkin saya pulang malam."
"Hem."
Dafa harus banyak-banyak sabar dengan respon gadis ini, daripada memperkeruh keadaan ia memilih langsung beranjak pergi. Celine pun ternyata diam-diam mengamati.
"Kamu ngapain?" Tanya Celine kearah Zee yang ternyata masih memelototi cobekan.
"Kan ceritanya lagi bayangin wajah Papah."
"Udah gak jadi, bayangin wajah Papahmu udah selesai."
Zee membulatkan bibirnya, tapi matanya masih saja memelototi cobekan membuat Celine sangat heran. "Ada apa lagi?"
"Zee lagi bayangin wajah Mamah di dalem cobekan."
Dan Celine, ingin pindah ke mars aja detik itu juga.
***
"Kenapa gak tidur, hm?" Tanya Celine mengelus wajah Zee karena bocah itu tak tidur-tidur setelah ia bacakan dongeng.
"Zee mau digendong." Pintanya merajuk.
Celine melotot kaget, tapi melihat wajah memohon Zee mau tidak mau Celine harus menuruti. Perlahan Celine mengangkat bocah berpiyama Doraemon itu, Zee langsung memeluk Celine seperti koala.
E, busyet ... ini setengah jam pasti encok pinggang nya.
Celine mati-matian berusaha menidurkan Zee, mulai dari memberinya s**u, menimang-nimang sampai bernyanyi Nina Bobo tapi bocah itu tetap saja tak tidur-tidur. Mungkin kalau sebentar Celine masih kuat menggendong bocah ini, tapi kalau lama Celine sudah ngos-ngosan kayak orang sesek napas.
Kenapa Zee berat banget ya Tuhan.
"Zee turun dulu ya."
"Aaaa gak mau! Gendong-gendong-gendong!"
"Sebentar aja."
"AAAAA HUWAAAA!"
Celine terperanjat kaget setengah mati, selain kaget karena tangisan dadakan bocah ini Celine juga kaget karena suara cempreng Zee yang berada tepat disebelah kuping nya.
Fiks! b***k dadakan.
"Sssst jangan nangis, Mamah pangku aja ya sambil duduk." Tawar Celine membujuk.
"MAU GENDOOONG HUWAAAA!!"
Celine memejamkan matanya, menahan napas, sepertinya mulai hari ini ia akan sungkem sama baby sitter di luar sana.
Udah capek, pegel, keringetan, lengkap sudah nasib ngenesnya.
"Ada apa?!"
Suara dari belakangnya membuat Celine makin jantungan, Riski berlari mendekat dan langsung mengambil alih tubuh Zee, Celine hampir nangis saking terharunya.
"Saya capek gendong Zee berjam-jam, di turunin malah nangis." Adu Celine meringis kikuk, Zee yang tadi nangis sudah anteng dan menyandarkan kepalanya di bahu Riski.
Riski justru tertawa geli mendengarnya. "Makanya kamu jangan kerempeng."
Celine jelas mendelik tak terima. Body goals nya disebut kerempeng. "Ini tuh namanya langsing Mas, enak aja disebut kerempeng!"
Riski makin terkekeh dengan kepala menggeleng tak habis pikir. "Iya-iya saya salah." Sebagai lelaki ia memilih ngalah saja karena perempuan selalu benar.
Riski menimang-nimang Zee tak sampai 10 menit bocah itu benar-benar terlelap, Celine jelas menganga takjub, padahal ia sudah gendong bocah itu hampir sejam dan gak tidur-tidur.
Gak adil banget!
Riski dengan hati-hati menurunkan tubuh Zee ke atas ranjang, menyelimutinya dan mengelusnya sayang. Semua itu tak lepas dari tatapan Celine, mungkin karena umurnya sudah matang lelaki ini punya jiwa kebapakan yang sangat kental.
Setelah itu mereka memilih ngobrol di luar agar tidak mengganggu tidur Zee.
"Ini Mas diminum." Celine meletakkan segelas jus ke depan Riski.
"Padahal gak usah repot-repot juga gak papa loh." Riski tersenyum lembut, senyum lelaki itu seperti menular karena Celine jadi ikut tersenyum.
"Ngomong-ngomong Mas ngapain malem-malem kesini?"
"Ah itu .. saya ngerasa gak enak aja karena tadi pagi kayaknya Dafa salah paham ke kita."
"Mas gak usah khawatir masalah tadi udah selesai kok."
Riski jadi celingukan. "Ngomong-ngomong dimana Dafa?"
Raut wajah Celine langsung berubah sepet. "Katanya ada kerjaan penting."
Riski jadi mengangguk. "Orang itu emang terlalu workaholic.
Dan hening.
Keduanya kehabisan obrolan. Celine memilih menatap keluar jendela dan Riski yang mati gaya benar-benar menimbulkan suasana awkward disana.
"Ehm kalau begitu saya pamit deh, sudah malam saya sungkan disini berduaan dengan perempuan."
Celine tersenyum tanpa sadar, ternyata lelaki ini jauh lebih mengerti adab daripada bayangannya. "Mari Mas saya antar."
Mereka berdua pun berjalan keluar, Celine diam-diam mengamati lelaki disebelahnya ini. Padahal wajah lelaki ini sangar ditambah rambut gondrong di kuncir menjadi ciri khas tapi ternyata hati lelaki ini sangat lembut. Ini baru yang dinamakan wajah preman pasar hati Hello Kitty.
Bruk!
"Aishh!" Celine mendesis, mengusap dahinya yang habis kepentok sesuatu. Gadis itu menoleh kesal, tapi seketika jadi kicep saat melihat yang ditabrak nya.
Dafa berdiri di tengah pintu menatap datar keduanya.
"Ngapain malem-malem kesini?" Tanyanya menatap datar Riski.
"Sebenarnya gue cuma mau kelarin masalah tadi, gue takut lo salah paham."
"Oh." Dafa berjalan pergi. "Gue gak peduli juga dengan hubungan kalian."
Nyess!
Celine merasakannya, ada sesuatu yang menyengat di dalam dadanya.
Ternyata ... lelaki itu benar-benar tak menyukainya.