Benda pipih yang dijadikan komunikasi oleh Vincent dengan orang tuanya di Indonesia itu dia masukkan kembali ke dalam saku celana. Satu sudut bibirnya tersenyum sinis sambil memandang jalanan sekitar rumah tinggalnya. Baru saja dia mendapat kabar yang membuatnya semakin semangat hidup. Waktu yang dia nantikan sedari lama tiba juga sekarang. Tubuhnya dia ajak keluar kamar, kakinya melangkah menyusul beberapa orang yang berdiam di depan televisi sambil menikmati makanan ringan dan beberapa kaleng bir. Tanpa merasa bahwa dirinya adalah bos di rumah ini, Vincent langsung duduk lesehan berbaur dengan mereka semua. Ini salah satu ajaran papanya sedari dulu, kalau dia harus memperlakukan orang bayarannya seperti teman. Bukan seperti pesuruh yang dipandang rendah. "Ada kabar apa, bos?" tanya s