"Selamat! Kamu akhirnya resmi menjadi lajang." Adam berseru kegirangan saat memasuki ruangan berbau cat tersebut.
Fira yang sedang mengelap tangannya sontak mendongak. Wanita itu tidak bisa menahan tawa melihat betapa bahagianya sang kakak. "Apa suratnya sudah keluar?"
Wajah bahagia Adam perlahan meredup, tapi tidak sepenuhnya hilang. "Putusannya sudah diumumkan, tapi akta cerai hanya bisa diambil olehmu sendiri."
"Bagaimana bisa begitu? Kenapa tidak dikirim ke rumah saja?" Fira berjalan mendekat dengan wajah penuh tanda tanya.
Adam mengangkat bahunya. "Entahlah, sepertinya itu permainan Aditya. Dia selalu hadir di persidangan dan berharap bisa bertemu denganmu. Mungkin ini salah cara terakhir yang bisa dia lakukan."
Adam mendengkus, menjatuhkan tubuhnya di atas sofa. "Saat jadi suami, b******k minta ampun. Tidak pernah memedulikan dirimu. Sekarang, setelah pergi, seenaknya ingin bertemu. Memangnya dia mau mengatakan apa kalau bertemu? Perceraian sudah terjadi. Tidak akan ada yang bisa membuatmu kembali padanya."
Fira melangkah menuju sofa dengan pertanyaan yang sama di hatinya. Selama masa persidangan ini, dirinya memang tidak pernah sekalipun hadir. Semua diurusi oleh pengacaranya dan dipantau langsung oleh sang kakak. Fira sama sekali tidak ingin tahu apalagi bertemu dengan Ditya.
Selain itu, semenjak pergi dari rumah Ditya, Fira memblokir nomor suaminya itu. Tidak hanya nomor teleponnya saja, tapi juga semua media sosialnya. Wanita itu sungguh tidak ingin lagi memiliki sedikitpun hubungan dengan Ditya. Yang dia inginkan hanya segera mendapatkan akta cerai tanpa berbelit-belit.
"Kapan aku bisa mengambilnya?"
Adam menatap adik kesayangannya. "Kamu serius mau ke sana?"
Fira mengangguk yakin. "Aku hanya tidak ingin lagi memiliki sesuatu yang membuat kita terhubung. Dengan akta cerai itu, hubunganku dengan Ditya sudah benar-benar berakhir."
Mata Fira memancarkan keteguhan. Keinginan terkuatnya memang berpisah dari pria tidak tahu malu itu. Jika satu-satunya cara adalah keluar untuk mengambil akta cerai, maka dia akan melakukannya. Dirinya tidak akan lagi menghindar.
Adam tersenyum penuh arti. Matanya menatap penuh kasih sayang pada Fira. "Besok, aku akan menemanimu."
"Kak, apakah pekerjaanmu sangat longgar hingga kamu bisa seenaknya mengantarku ke kantor pengadilan? Aku baik-baik saja meksipun sendiri."
"Aku sudah pernah membiarkan dirimu sendirian selama dua tahun. Aku tidak akan melakukannya lagi. Kamu adalah satu-satunya permata di keluarga ini. Tidak akan aku biarkan seseorang menindasmu. Sudah cukup kamu diremehkan selama pernikahanmu dulu."
Mata Fira menghangat. Dia selalu saja cengeng jika mendapat kasih sayang seperti ini. "Terima kasih, Kakak." Fira menghambur dalam pelukan Adam.
Adam terkekeh sambil melingkarkan tangannya pada tubuh sang adik. "Kamu adalah adikku. Sudah tentu aku akan melindungimu."
"Jadi, kamu yakin tidak akan ke kantor untuk membantuku?" tanya Adam setelah pelukan mereka terlepas.
Fira menyapukan pandangannya ke seluruh ruangan. Bisa dikatakan, ini adalah studio mini miliknya. Puluhan lukisan menggantung di setiap inci tembok. Lukisan-lukisan tersebut dibuat sendiri olehnya sejak beberapa tahun yang lalu. Dulu, setiap kali merasakan rindu untuk keluarganya, Fira akan mencurahkannya lewat lukisan. Hobi melukisnya mendapat banyak apresiasi. Lalu, kesenangannya itu harus dia simpan sejak menikah dengan Ditya.
Dan proyek yang sedang digarapnya saat ini adalah sebuah lukisan tentang seorang wanita di tengah dok kapal yang sedang menatap ke arah matahari tenggelam. Fira mewakilkan seluruh perasaannya pada lukisan tersebut dan memberinya nama Awal yang Baru.
"Aku tidak memiliki kemampuan di bidang bisnis. Aku hanya mahir melukis," jawab Fira.
Adam mengerti. "Kakak tidak akan memaksamu untuk belajar bisnis. Jika kamu ingin fokus dengan melukis, kakak akan membuat studio untukmu sendiri dan mengadakan pameran untukmu. Lagi pula, deviden dari perusahaan yang kamu terima cukup untuk membeli semua isi mall. Tapi jika suatu saat kamu ingin membantuku di kantor, kakak akan sangat bahagia."
"Aku tahu, Kak. Terima kasih."
"He! Apa yang tadi aku bilang? Jangan berterima kasih. Kamu ini adikku."
Fira tertawa bahagia mendengarnya.
--
Keesokan harinya, Fira datang ke pengadilan agama ditemani oleh Adam. Sopir memarkirkan mobilnya, lalu Adam pun turun diikuti oleh Fira.
"Kenapa tidak menungguku membukakan pintu untukmu?" Adam menatap adiknya tidak suka.
Fira mengangkat tangannya untuk menutupi mulutnya yang sedang tertawa. "Maaf, aku lupa."
Terbiasa menjalani kehidupan sederhana, Fira melupakan satu hal sederhana itu. "Aku hanya terlalu bersemangat untuk segera berpisah," sambung Fira.
"Ya, tidak ada yang perlu diragukan lagi."
Adam melihat sekeliling, tapi dia tidak mendapati sosok Ditya. "Di mana dia? Apa dia berubah menjadi pengecut sekarang?"
"Apa dia tidak mengatakan jam berapa?"
"Jam delapan," jawab Adam.
Fira melihat jam yang melingkari tangannya. "Kurang dua menit."
Adam mendengkus. "Tidak disangka, Aditya Mahendra terlambat di hari yang dia tunggu-tunggu."
"Hari apa itu tepatnya?" Sebuah suara terdengar dari belakang mereka.
Fira dan Adam sontak menoleh. Di sana, berdiri sosok pria tinggi dan tampan. Auranya agung dengan tatapan mata yang sanggup memikat siapa saja. Fira mematung untuk sesaat. Namun, saat melihat siapa yang berdiri di belakang Ditya, senyum jijik langsung terlihat di wajahnya.
Hana berada di sini. Untuk apa? Apakah wanita itu ingin memastikan perceraian ini secara langsung? Sungguh wanita yang tidak sabar!
"Bukankah kamu sudah lama menantikan saat-saat menceraikan Fira? Jika kamu terlambat satu menit saja, aku akan beranggapan kalau tuan Aditya bukanlah pria yang suka menepati kata-katanya."
Jawaban Adam berhasil membuat riak di wajah Ditya. Tangannya mengepal tanpa sadar. Sebenarnya, dia sudah tiba sejak beberapa saat yang lalu. Dia sengaja tidak menonjolkan diri karena ingin melihat dengan siapa Fira datang. Dalam hati, dia berharap Fira datang sendiri hingga dia bisa menanyakan langsung tentang hubungannya dengan Adam Waskita. Tidak disangka istrinya ini sungguh datang dengan pewaris Grup Waskita.
Ditya melirik Fira. Wanita yang biasanya tampak sederhana dan kuno, kini terlihat cantik dan berkelas. Pemilihan bajunya tidak menampilkan kesan kaya dan berani, tapi cerdas dan berkelas. Wanita itu bahkan menambahkan sedikit riasan di wajahnya, membuat wajahnya tampak semakin cantik dan Ditya enggan untuk berpaling. Jika bukan karena sentuhan Hana di tangannya, Ditya akan lupa jika dia datang dengan wanita lain.
"Apa yang kamu katakan?" Hana menaikkan sedikit volume suaranya. "Mas Ditya sudah datang kemari sejak tadi. Justru Kamilah yang sedari tadi menunggu Fira."
"Benarkah? Maaf, sudah membuat Tuan Aditya menunggu. Tampaknya ada yang tidak sabar untuk menjadi lajang." Bukan Adam yang menyahut, melainkan Fira. Wanita itu bahkan terkekeh di akhir kalimatnya, menertawakan kebodohannya selama dua tahun ini. Hatinya merasakan perih, menyadari jika Ditya sungguh ingin segera berpisah darinya.
Tatapan wanita itu yang biasanya patuh dan bersinar, kini tampak dingin dan redup. Tidak ada lagi binar bahagia di matanya. Aditya merasakan sesuatu yang aneh di hatinya.
"Bukankah kamu yang tidak sabar menjadi lajang dan mengencani bujangan yang paling diminati? Aku tidak menyangka jika hatimu bisa cepat berubah. Ataukah aku harus mengatakan jika kamu adalah,,, pembohong?"
Ditya mengatakannya sambil terus melirik betapa dekat Fira dan Adam berdiri. Meskipun Ditya berusaha menampilkan wajah tenang dan mengintimidasi, tapi siapapun bisa melihat tatapannya yang redup.
Untuk pertama kalinya, Ditya mengamati penampilan Fira sedekat ini. Dia tahu jika Fira memang cantik, tapi setahunya Fira tidak bisa berdandan dan selalu memakai pakaian kuno dan sama sekali tidak modis. Lalu kini, untuk bercerai dengannya, Fira sengaja berdandan dan membeli gaun mahal! Ditya harus mengakui jika Fira terlihat begitu memukau.
"Bagaimana dengan dirimu, Tuan Ditya? Bukankah kamu memaksaku menandatangani perjanjian perceraian karena tidak sabar ingin menikahi dia? Ada tatapan menghina di mata Fira. "Aku hanya ingin mengabulkannya. Seharusnya kalian bahagia, iya 'kan?
Fira mengalihkan tatapannya pada Hana, lalu berkata, "Lalu, ada urusan apa kamu datang kemari selain ingin memastikan langsung jika kamu resmi bercerai? Wah, wah, kalian berdua sungguh saling mencintai."
Hana hendak membalas perkataan Fira, namun Ditya segera melarangnya. Fira sekarang sudah berbeda. Tidak lagi seperti Fira yang dulu. Selain itu, wanita itu kini berdiri di samping seorang pria yang tidak bisa dianggap enteng. Kekuatan Adam Waskita tidak bisa diremehkan. Bahkan kekuasaan Grup MHN tidak ada apa-apanya.
"Mas?" Hana menatap Ditya kebingungan. Kenapa Ditya menahannya untuk bersuara? Memangnya siapa Fira? Dia hanya gadis desa yang ayahnya sudah sangat tua dan sebentar lagi mati. Kenapa harus menjaga diri di depan wanita kampungan ini?
"Ayo masuk!" Fira tidak sanggup lagi melihat drama yang dilakukan dua orang ini. Dengan langkah tegap dan dagu terangkat, Fira menggandeng Adam. Namun, sebelum ikut melangkah, Adam mendekati Ditya dan berbisik dengan nada mengancam, "Kalian sudah bercerai. Fira bukan lagi istrimu. Ketahuilah statusmu!!"
Setelah yakin Ditya mengerti kalimatnya, Adam mengeratkan genggamannya di jari Fira dan melangkah masuk.
Ditya mematung mendengar perkataan Adam. Di dalam hatinya, dia seolah mendengar jika Adam mengakui hubungannya dengan Fira dan memintanya untuk menjauh.
Pupilnya bergerak-gerak dan untuk sesaat dia lupa bernafas. Ada denyutan kuat di dadanya.
"Mas, apa kamu baik-baik saja? Apa yang dikatakan kekasih Fira? Apa dia mengancammu? Ya Tuhan, aku tidak menyangka jika Fira akhirnya akan menjadi liar seperti ini. Ternyata selama ini, dia memiliki sifat yang menakutkan. Untung saja kalian sudah bercerai. Jika tidak,,,, aku tidak tahu apa yang akan terjadi di keluargamu, Mas."
Suara Hana begitu lembut dan penuh perhatian, tapi entah kenapa terdengar seperti dengungan lebah di telinganya.
Ditya melirik kekasihnya. Kenapa dia merasa Hana menjadi cerewet?
"Bisakah kamu diam? Kita dilihati banyak orang."
Mulut Hana yang terbuka sontak menutup kembali. Apakah Ditya baru saja mengatainya banyak bicara? Dia baru saja berkata beberapa kalimat! Bagaimana dengan Fira yang sedari tadi bicara? Kenapa Ditya tidak mengatainya juga???
Tangan Hana terkepal sambil melihat Ditya yang berjalan mendahuluinya memasuki gedung pengadilan.