Satu Minggu berlalu sejak perpisahan kami di bandara waktu itu. Aku kian murung saat tanda-tanda kepulangan Tuan Max tak kunjung menemukan titik terang. Aku rindu dan hanya dirinya yang bisa mengobati. Aku menghela napas panjang dan melangkah menuruni anak tangga. Pagi ini aku berniat ke kampus untuk mengurus syarat wisuda yang sempat terbengkalai karena Tuan Max cukup menyita waktuku. "Anda tidak diizinkan keluar sendiri, Nyonya." Miama tergopoh-gopoh dari arah dapur menuju tempatku berdiri yang kini hampir mencapai pintu keluar. Aku menghela napas berat. "Ya, aku tahu. Kalian sudah mengingatkan itu seribu kali. Aku bahkan mematuhinya dengan tak pergi ke mana-mana selama seminggu ini," sahutku. Miama mengangguk pelan. "Anda mau ke mana, Nyonya?" tanyanya sopan. "Aku harus mengurus ma