"Apa-apaan ini, Pak Tua!" teriak Gina dengan wajah yang sudah terlihat sangat murka.
Axel langsung menahan tangan Gina agar tidak memukul dirinya.
"Bukannya kamu sendiri yang bilang, kalau kamu akan memenuhi syarat apapun dariku. Jadi sesuai dengan kesepakatan kita." Ujar Axel dengan penuh ketegasan, dan langsung melepaskan tangan Gina secara kasar, hingga kepala Gina terbentur kaca pintu mobil Axel. Gina tidak merasa sakit, namun Gina sempat mengelus keningnya yang sempat terbentur kaca pintu mobil Axel.
"Aku memang akan memenuhi setiap syarat yang diajukan oleh Paman, tapi bukan berarti paman menjual ku sebagai syarat dari yang kita sepakati bersama. "Ujar Gina dengan nada yang terdengar sangat datar, dan terlihat sangat jelas mata Gina yang sangat memerah, bahkan sampai Gina merasa tidak sadar air matanya yang sejak tadi terus menetes begitu saja tanpa henti.
"Memangnya ada yang salah? sekalipun aku menjual mu pada ribuan seorang pria, itu hasilnya tidak akan sebanding dengan uang yang dikeluarkan untuk menolong perusahaanmu." Ujar Axel tanpa perasaan, membuat hati Gina benar-benar merasa sangat sakit. Padahal, saat Axel mengajukan sebuah syarat, di mana Axel hanya menjadikan dirinya sebagai partner ranjang saja, Gina sudah merasa dirinya terhina, dan sangat keberatan bahkan menolak mentah-mentah bantuan dari Axel, hanya karena Axel menjadikan Gina sebagai partner ranjang saja. Tapi sayang, setelah Gina menolak syarat yang diajukan oleh Axel , Axel malah memberi syarat yang jauh lebih rendah dan dirinya, dan dirinya langsung membubuhkan tanda tangannya di surat kontrak kerjasama tersebut, hingga membuat Gina tidak bisa mundur lagi.
"Baiklah. Hanya sebatas partner ranjang, dan menjual ku pada banyak pria, tidak masalah. Demi Grandpa." Ujar Gina dengan perasaan yang sudah putus asa karena mundur tidak bisa, maju pun juga percuma kehidupan Gina akan hancur dimulai dari detik itu juga.
Axel yang mendengar ucapan Gina langsung tersenyum sinis, dan membuka pintu mobilnya, lalu mendorong tubuh Gina tanpa perasaan hingga tubuh Gina terjatuh ke aspal.
"Benar-benar pria tua tidak berperasaan. Untuk saat ini kau bisa menghinaku tanpa batasan, Tapi Aku bersumpah sekalipun Aku tidak memiliki kekuasaan di dunia ini, Aku bersumpah aku akan membuatmu bertekuk lutut di kakiku." Sumpah Gina bersamaan dengan petir yang menggelegar, entah suatu kebetulan sumpah Gina bersamaan dengan petir, atau memang sumpah Gina mendapat persetujuan dari Yang maha pencipta, hingga membuat Gina merasa sedikit terkejut karena mendengar suara petir setelah dirinya mengucapkan sumpahnya. Tak ada angin tak ada mendukung tiba-tiba hujan deras membasahi tubuh Gina.
Gina tetap diam saja duduk dengan penuh keputusasaan di aspal, membiarkan hujan membasahi tubuhnya, hingga waktu yang cukup lama.
Sekarang Gina tidak tahu bagaimana caranya menjalani kehidupan yang baru, di mana Gina sudah tidak memiliki status single lagi. Gina sudah merubah statusnya menjadi seorang istri, dan itu tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya bahkan seluruh keluarganya, namun Gina tidak bisa berperan sebagai seorang istri, namun malah berperan sebagai seorang p*****r.
Setelah Gina merasa puas melampiaskan kesedihannya yang ditemani oleh hujan, Gina mulai berjalan kaki untuk mencari taksi, dan menuju ke rumah Axel, karena mobilnya masih berada di rumah Axel.
Setelah Gina sampai di rumah Axel, Gina tidak berpamitan ataupun mengatakan pada Axel kalau ia datang untuk mengambil mobilnya. Gina langsung pergi begitu saja, tanpa Gina sadari kalau Axel mengetahui kedatangan Gina, dan bahkan saat Gina pergi sekaligus, Axel mengetahuinya, tapi Axel hanya diam saja dan membiarkan Gina pergi.
Jam 10.00 malam Gina baru sampai di rumah. Karena suasana di rumah sudah sepi, Gina memutuskan langsung ke kamarnya dan beristirahat.
Keesokan harinya, Gina memutuskan untuk memberikan kabar baik yang ia dapatkan dari Axel pada kedua orang tuanya, agar sang Mama kondisinya semakin membaik.
Gina menuruni anak tangga dan melihat keluarganya sedang bersiap untuk sarapan.
Gina mendekati mereka semua dan bergabung untuk sarapan bersama, sekaligus menyampaikan kabar baik pada keluarganya.
"Selamat pagi, Mah, Pah, Kak Revan! "Sapa Gina dengan memperlihatkan raut wajah keceriaannya sama seperti hari-hari biasanya, dan tidak memperlihatkan kesedihannya pada keluarganya.
"Selamat pagi sayang!" mereka bertiga menjawab sapaan Gina dengan penuh kasih sayang.
"Aku ada kabar baik buat kalian. "Ujar Gina yang membuat Revan langsung menatap Dina dengan tatapan yang terlihat begitu sangat penasaran.
" Katakan, apa kabar baiknya. "Ujar Revan tidak sabaran.
" Iya, Sayang. katakan apakah berbaiknya. "Ujar Ashar yang sama dengan Revan, sama-sama merasa tidak sabar ingin mendengar kabar baik tersebut.
"Tuan Axel bersedia memberikan suntikan dana buat perusahaan kita. Jadi perusahaan kita akan selamat." Ujar Gina yang membuat kedua orang tuanya langsung mengucapkan syukur dan memeluk Gina dengan begitu sangat eratnya. Mereka semua terlihat begitu sangat bahagia, tidak sadar kalau hati Gina benar-benar merasa sangat terluka, di mana Gina mengorbankan kebahagiaannya demi kebahagiaan keluarganya. Sebenarnya Revan sedikit merasa curiga, karena menurut Revan, tidak mudah mendapatkan bantuan dari Axel, tapi Revan tidak mau bertanya lebih lanjut, karena yang terpenting perusahaannya selamat itu sudah sangat cukup. Revan juga yakin keputusan Yang Dilakukan oleh sang Adik sudah sangat tepat, dan tidak akan melakukan kesalahan. Padahal, sebenarnya Gina mendapatkan pertolongan tersebut atau bantuan dari Axel itu karena Gina mempertaruhkan kebahagiaannya, tidak mudah mendapatkan bantuan dari seorang Axel.
"Sayang, Mama benar-benar bangga sama kamu." Ujar Lina yang merasa sangat bangga pada Gina. Gina hanya menganggukkan kepalanya, dan mengusap air matanya tanpa sepengetahuan sang Mama.
"Revan, lihat. Apa Mama bilang, sekalipun adikmu perempuan, dia juga bisa membanggakan Mama." Ujar Lina dengan bangganya.
"Iya, Mah. Gina memang hebat." Revan juga memuji Gina, namun Gina tidak merasa terbang meski mendapat pujian penuh dari keluarganya, karena sebenarnya Gina tidak sehebat seperti yang mereka banggakan.
"Ya sudah. Kalau gitu, Gina ke kampus dulu ya." Kata Gina seraya melepaskan pelukannya dari sang Mama.
"Sarapan dulu, Sayang." Ujar Lina seraya mengelus pipi mulus Gina.
"Aku sarapan di kampus aja seperti biasa, Mah." Ujar Gina yang memang jarang sarapan di rumah, hingga kedua orang tuanya tidak merasa heran melihat putrinya tidak sarapan.
Gina berangkat ke kampus lebih awal dari biasanya.
Saat Gina ada di perjalanan menuju ke kampusnya, ponsel Gina berdering, dan Gina mencoba menerima panggilan masuk tersebut sambil menyetir.
Gina mendengus kesal saat melihat Axel yang menghubunginya.
"Datang ke rumah, karena aku ingin kamu bersiap untuk menghasilkan uang buat aku nanti malam. Ingat, kamu harus menggunakan tarif yang tinggi …"