Setelah berada di luar toko, Agatha langsung melarikan matanya ke segala arah untuk mencari keberadaan tiga pelayannya. Namun, begitu banyak orang yang berada di dalam pusat perbelanjaan ini hingga Agatha merasa kesulitan untuk dapat menemukan mereka.
Dengan mimik wajah menyiratkan kecemasan, Agatha bertanya, “Vin, di mana Adel, Peggy, dan Katty? Apa tadi kau melihat ke mana mereka pergi?”
Masih bingung dengan sikap Agatha, Vin pun hanya mampu menggelengkan kepalanya. Dan hal tersebut membuat Agatha dengan segera mengusap wajahnya kasar dan tampak seperti sedang frustrasi. “Oh tidak! Bagaimana ini, Vin?”
Vin semakin bingung melihat Agatha yang kalang kabut. “Bagaimana? Sebenarnya apa yang kau khawatirkan, Nyonya? Bukankah kau sendiri yang meminta mereka untuk memilih barang yang mereka inginkan?”
Agatha mengangguk cepat, tetapi matanya masih saja berkilat cemas yang sangat kentara. Bahkan wanita itu tidak menyadari jika tangannya belum melepaskan tangan Vin sama sekali sejak tadi. “Iya, memang aku yang menyuruh mereka untuk memilih barang yang mereka mau dan juga mengatakan jika aku yang akan membayarnya. Dan sekarang, aku mengurungkan niat itu!”
“Kenapa kau ingin mengurungkan niatmu untuk membelanjai mereka?”
Wajah Agatha bersemu malu seraya melepaskan tangan Vin dari tangannya. “Aku hanya membawa uang lima ribu dolar saja. Tadinya aku berpikir jika lima ribu dolar merupakan jumlah yang sangat bayak makanya aku mengajak kalian ke sini dan menyuruh mereka memilih barang juga. Tapi setelah aku melihat harga tas tadi yang mencapai dua puluh ribu dolar, aku sadar jika uang yang kubawa ternyata sangat sedikit.”
Fakta yang diakui oleh Agatha membuat Vin terkekeh geli. Bisa dipastikan jika sekarang adalah kali pertama bagi Agatha untuk memegang uang sebanyak lima ribu dolar hingga wanita itu menganggap jika uangnya akan cukup untuk membeli banyak hal.
“Sebenarnya uang yang kau bawa memang sangat banyak, Nyonya Agatha. Hanya saja jika kau membawanya ke tempat seperti ini maka uang yang kau bawa menjadi tidak cukup. Karena ini adalah tempat bagi-bagi orang-orang untuk menentukan dan mencukupi gaya hidup dan gengsi mereka. Mungkin jika kau membawanya ke tempat untuk membeli kebutuhan maka kau bisa menggunakan uangmu dengan sangat baik.”
Agatha merengut, “Kau benar, Vin. Ternyata uang sebanyak ini tidak cukup untukku mengikuti gaya hidup James. Padahal aku kira jika uang sebanyak lima dolar sudah sangat banyak untukku setiap bulannya, tapi bahkan aku tidak bisa membeli sebuah tas pun dengan uang ini.”
“Apa kau yang telah menentukan jumlah nominal nafkahmu per bulan?” tanya Vin. Dan Agatha langsung mengangguk sebagai jawabannya.
“Sepertinya kau harus meminta lebih, aku sangat tahu jika Tuan James mampu memberikan sepuluh kali lipat dari jumlah nominal yang kau minta,” tukas Vin dengan tawa ringannya.
Agatha mengangguk setuju dan berkata, “Kau benar, aku akan meminta lebih padanya.”
Tepat ketika Agatha menyelesaikan kalimatnya, tiga pelayan yang dicarinya tiba-tiba datang dengan wajah mereka yang sangat senang dan ceria. Hal tersebut membuat Agatha meringis ketika melihatnya karena ketiganya pasti kecewa jika tahu bahwa uang yang Agatha bawa tidak cukup untuk membayar belanjaan mereka. Kecuali jika mereka tahu diri dan memilih barang yang harganya murah maka Agatha akan menggunakan uang yang dibawanya untuk mereka.
“Nyonya, apa yang sudah kau beli?” Peggy bertanya seraya mengernyit bingung kala tak melihat apa pun yang dibawa oleh Agatha ataupun Vin. Seharusnya jika Agatha sudah membeli sesuatu maka barang tersebut pasti berada di tangannya ataupun tangan Vin. Yang Peggy lihat hanya tas yang memang Agatha bawa dari rumah.
Agatha melihat ke arah ketiganya dengan tatapan yang tidak enak. “Apa kalian sudah memilih barang?”
“Sudah, Nyonya. Kami memilih sepatu yang sama model dan ukurannya, kami juga sudah menyimpannya di meja kasir dan hanya tinggal menunggu dibayar saja. Tadinya kami ingin membawa sepatu tersebut ke sini untuk memperlihatkannya, tetapi para pegawai toko melarang kami untuk melakukannya.” Adel menjelaskan semuanya dengan lancar dan riang gembira. Pasti mereka sangat senang karena akan membeli sepatu baru.
Agatha meringis seraya menoleh ke arah Vin yang hanya diam saja seraya menahan tawa. Agatha sekarang merasa bodoh, bisa-bisanya ia dengan sombong masuk ke dalam pusat perbelanjaan yang menjual barang-barang mahal. Belum lagi dengan congkaknya ia berkata jika dirinya akan membayar semua barang yang diinginkan oleh tiga pelayannya.
Sungguh, Agatha sudah tahu bahwa kehidupan orang-orang kaya itu memang mahal. Ia sudah banyak mempelajari hal tersebut dari sahabatnya yang memang memiliki gaya hidup yang tinggi, apalagi Callista. Hanya saja Agatha baru benar-benar memahaminya ketika melihat harga tas yang dipilihnya tadi.
Betapa mahalnya gaya hidup para wanita dengan kelas ekonomi ke atas, hingga harga tas saja bisa menyaingi harga rumah. Gubuknya yang sangat jelek yang kini ditinggali oleh Obie pun harganya tidak akan sama dengan harga tas yang diinginkannya tadi. Agatha harus benar-benar membiasakan dirinya dengan taraf kehidupan James sekarang.
Tapi jangan sampai kecanduan dengan taraf hidup pria tersebut, karena pada akhirnya Agatha akan bercerai dengan pria tersebut yang akan membuat Agatha harus menurunkan taraf kehidupannya seperti semula.
“Nyonya, apakah kau bisa membayarnya sekarang? Aku sudah tidak sabar untuk membawa sepatuku!” Ucapan Katty membuat Agatha tersadar dengan keadaan saat ini.
“Berapa harga masing-masing dari sepatu yang kalian pilih?” tanya Agatha dengan hati-hati. Sangat takut jika mereka memilih sepatu yang sangat mahal yang mana Agatha tidak akan sanggup untuk membayarnya.
“Masing-masing harganya seribu dolar, jadi totalnya adalah tiga ribu dolar. Tapi karena kami mendapat diskon kau hanya perlu membayarnya sebanyak dua ribu lima ratus dolar saja, Nyonya.”
Agatha bernapas lega mendengarnya. Uangnya cukup untuk membayar belanjaan milik tiga pelayannya. Tidak apa-apa jika ia gagal membeli tas, setidaknya ia masih bisa membayar sepatu pilihan para pelayannya. Agatha pun segera mengeluarkan sejumlah uang dan memberikannya pada Katty. “Kalian bayar dan langsung kembali ke sini, aku dan Vin akan menunggu.”
Ketiganya langsung berlari meninggalkan Agatha dan Vin. Mereka tak ubah layaknya anak kecil yang akan dibelikan permen lolipop. Agatha lantas menoleh pada Vin dan berkata, “Sepulang dari sini aku ingin pergi ke kantornya James!”
***
Adel, Peggy, dan Katty tak henti tersenyum karena sepatu baru yang mereka miliki. Ketiganya duduk di kursi mobil paling belakang. Sedangkan Agatha duduk sendirian di kursi bagian tengah. Wanita yang menjadi istri dari James Hunt tersebut memijat keningnya sendiri, gagal sudah rencananya untuk membeli tas karena ternyata uangnya tidak cukup.
Agatha benar-benar tidak menyangka jika uang sebanyak lima ribu dolar ternyata tidak ada artinya sama sekali jika ia masuk ke dalam dunia kelas James. Bahkan, uang sebanyak itu tidak cukup hanya untuk membeli satu tas yang di mata Agatha sama saja dengan tas yang dijual di pasar dengan harga yang tak mencapai seratus dolar.
Apa yang membuat tas itu istimewa dan sangat mahal? Bahannya yang baguskah? Atau dengan memakainya kelas seseorang menjadi lebih tinggi? Agatha sama sekali tidak tahu, ia hanya sedang berpikir berapa banyak kekayaan bagi pengusaha yang miliki usaha tas dengan harga selangit tersebut.
“Nyonya, sekali lagi aku ingin mengucapkan terima kasih. Ini sangat cantik dan juga mahal, aku sangat bangga bisa memiliki sepatu seperti ini.” Ucapan Peggy yang terdengar sangat riang dan benar-benar bersyukur membuat Agatha menoleh. Ada perasaan senang karena setidaknya ia bisa membelikan sepatu pada tiga pelayannya. Untung saja uang yang dimilikinya cukup jadi ia pun tidak perlu merasa malu pada mereka. Jika saja uangnya tidak cukup, maka apalagi yang harus Agatha katakan pada tiga pelayannya tersebut yang sudah terlanjur membawa sepatu pilihan merek ke meja kasir?
“Sama-sama, kalian sudah mengatakan kata terima kasih lebih dari sepuluh kali. Jadi berhenti mengatakan hal tersebut!!” Agatha kembali menghadapkan tubuhnya ke depan, melihat Alex yang menjadi sopirnya saat pergi ke mana pun.
“Baik, Nyonya. Kami hanya terlalu senang karena memiliki sepatu baru. Apalagi sepatunya sangat bagus dan juga mahal, kami akan selalu kompak memakainya dan juga akan ingat jika dalam hidup kami, kami pernah mendapatkan majikan sebaikmu dirimu, Nyonya.” Katty berujar dengan senyuman tulusnya yang Agatha lihat melalui kaca yang ada di bagian depan mobil, di atas kemudi yang sedang dikendalikan oleh Alex.
“Kau membelikan kami sepatu, tapi aku tidak melihat kau membawa apa pun. Apa kau sama sekali tidak membeli apa pun, Nyonya?” Kini giliran Adel yang bertanya, masih merasa heran karena Agatha sama sekali tidak terlihat membeli apa pun. Wanita itu hanya memegang tas miliknya yang sudah dibawa sejak mereka berangkat dari rumah.
Agatha menghembuskan napasnya kasar, sebenarnya ia malu untuk mengakui jika uangnya tidak cukup untuk membeli tas yang diinginkannya. Tapi ... apa boleh buat? Memang kenyataannya begitu. Seharusnya James saja yang malu karena sebagai pengusaha yang sukses di dunia, ia hanya memberikan uang nafkah sebanyak lima ribu dolar kepada istrinya.
Seharusnya James memberi tahu jika uang sebanyak lima ribu dolar termasuk sedikit jika Agatha hidup dan tinggal dengan gaya hidup yang sesuai dengan kelas yang selama ini James terapkan. Pria itu malah menyetujui nafkah lima ribu dolar per bulan tanpa mengatakan apa pun.
“Uangku tidak cukup untuk membeli tas yang aku inginkan,” ujar Agatha dengan pasrah, pipinya sedikit merona karena malu harus mengakui hal tersebut.
Pernyataan Agatha tersebut mampu membuat ketiga pelayannya kaget bukan kepalang, mereka kompak untuk menutupi mulut mereka masing-masing sambil saling menatap satu sama lain. Seketika mereka merasa bersalah ketika tahu jika Agatha batal membeli tas karena jumlah uang yang tidak cukup. Pasti itu karena Agatha yang lebih memilih untuk membelikan mereka sepatu.
Adel dengan segera berkata, “Nyonya, seharusnya kau tidak perlu membelikan kami sepatu jika uangnya tidak cukup untuk membeli tasmu. Seharusnya kau membeli tas yang kau inginkan saja.”
Sungguh Adel merasa tidak enak hati setelah mengetahui hal tersebut. Ia yang tadinya terus memegang sepatu barunya di pangkuan kini menurunkannya dan menyimpannya di bawah kakinya sendiri. Hal itu pun turut dilakukan oleh Peggy dan Katty yang juga merasa tidak enak pada Agatha yang telah gagal membeli tas untuk dirinya sendiri.
Mengetahui hal tersebut, Agatha pun langsung membalikkan tubuhnya kembali untuk melihat ketiga pelayan pribadinya yang kini tidak ceria seperti sebelumnya. Ia pun menyunggingkan sebuah senyum manis yang langsung dilihat oleh mereka. “Hey! Kenapa kalian jadi tidak bersemangat seperti itu? Aku membelikan kalian sepatu ataupun tidak, uangku tetap saja tidak cukup untuk membeli tas yang kuinginkan. Harganya sangat mahal, aku baru tahu ada benda yang hanya semahal itu.”
“Jika kau tidak membeli apa pun seharusnya kami pun tidak membeli apa pun juga, Nyonya. Bagaimana bisa seperti ini? Kau membelikan kami sepatu bagus sedangkan kau tidak mendapatkan apa-apa.”
Agatha memutar bola matanya malas. “Ayolah, kalian tidak perlu memainkan drama seperti ini. Apa kalian pikir aku akan menangis karena tidak membeli apa pun? Sekarang kita sedang menuju ke kantor James karena aku akan memintanya untuk membelikanku tas yang aku inginkan. Kalian tidak perlu khawatir, James pasti membelikan apa yang aku inginkan.”
Setelah mendengar kalimat Agatha, ketiganya pun merasa lebih tenang. Sangat beruntung Agatha bisa menikah dengan seorang pria yang sangat sukses seperti James. Ketika Agatha menginginkan sesuatu maka wanita itu hanya perlu mengatakannya pada suaminya maka apa yang diinginkannya akan segera ia dapatkan.
Mungkin ini adalah alasan mengapa seorang pria harus bekerja keras untuk masa depanya, karena di kemudian hari akan ada wanita yang harus ia bahagiakan dan cukupi kebutuhan juga kemauannya. Dan Agatha telah mendapatkannya, mendapatkan seorang pria pekerja keras yang tinggal memetik buah hasil dari apa yang telah dilakukannya selama ini.
“Tuan James pasti akan membelikannya untukmu, Nyonya,” ujar Katty dengan senyuman penuh kelegaan yang ada di wajahnya. Agatha mengangguk setuju, yakin jika James akan membelikan tas yang diinginkannya. Pasti harga yang menurut Agatha sangat mahal akan menjadi sama sekali tidak berarti bagi James.
“Aku ingin bertanya pada kalian, apakah nafkah sebanyak lima ribu dolar untuk satu bulan itu terhitung banyak atau tidak?” tanya Agatha dengan ragu.
Pertanyanya membuat tiga orang pelayan yang ada bersamanya terpekik kaget. Terlebih Adel yang langsung melemparkan sebuah tanya, “Apa itu nafkah yang Tuan James berikan untukmu, Nyonya?”
Agatha langsung menganggukkan kepalanya dengan pasti. “Ya, aku yang meminta nominal itu karena menurutku lima ribu dolar dalam sebulan sudah sangat banyak.”
Peggy dan Katty kompak mengusap wajah mereka kasar. “Bahkan upah yang kami dapatkan dalam sebulan dua kali lipat dari itu. Sepertinya kau harus meminta lebih banyak lagi pada Tuan James, dia sangat mampu untuk memberikanmu nafkah lebih banyak dari itu.”
“Upah kalian dua kali lipat daripada itu?” Agatha terperangah.
Adel menganggukkan kepalanya. “ Tentu saja, dan upah yang didapat oleh Vin lebih besar lagi. Apalagi Hans, mungkin dia adalah anak buah paling kaya di dunia!”