Jessica vs Emily

2268 Kata
Hari ini kabar mengenai Agatha dan James yang menghadiri sebuah pembukaan restoran mahal dan berkelas memenuhi beberapa saluran televisi. Ada beberapa potret kebersamaan mereka yang terlihat sangan serasi dan juga romantis, seperti pasangan yang sangat berbahagia pada umumnya. Dan hal tersebut membuat Emily yang kini mengelus perutnya yang mulai mengeras akibat usia kandungannya yang bertambah menunjukkan wajah masam. Ia merasa tidak suka melihat jika mantan kekasihnya bisa bahagia bersama wanita lain. Emily adar jika meninggalkan James adalah keputusannya, hanya saja jika ia dihadapkan pada kenyataan bahwa mantan kekasihnya yang sangat kaya raya tersebut bisa berbahagia bersama wanita lain yang menjadi istrinya membuat Emily merasa iri. Ia merasa jika semua yang didapat oleh Agatha kini seharusnya menjadi miliknya, bukan milik Agatha yang hanya menjadi orang baru dalam kehidupan James. Pengawal, pelayan, mobil mewah, pakaian dan tas yang mahal—semua itu seharusnya menjadi milik Emily. Karena itu semua merupakan hal yang James janjikan jika Emily mau menjadi istrinya. Namun kini, bayangan keindahan yang dulu ia idam-idamkan justru dimiliki oleh orang lain. “Emily, apa kau tidak menyesal telah meninggalkan seorang pria seperti James Hunt demi Ludwig?” tanya Jessica yang duduk di samping Jessica. Keduanya asyik menonton televisi sejak pagi tadi di rumah Jonathan. Sedang kekasih mereka masing-masing masih bergelung dengan selimut, apalagi Jonathan yang semalam pulang larut malam. Kalimat bernada pertanyaan tersebut membuat Emily menolehkan sejenak pandangannya pada sang adik sebelum kemudian kembali memusatkan perhatiannya pada layar kaca yang menampilkan potret kebersamaan James dan Agatha yang akan menaiki mobil mewah mereka. “Menyesal? Mengapa menurutmu aku harus menyesal?” Jessica tertawa pelan untuk menanggapinya. “Kau tidak perlu berbohong, Emily. Wajahmu yang masam saat melihat berita yang menayangkan James dan Agatha sudah menunjukkan jika kau tidak menyukai bagaimana kehidupan mereka. Well, jujur saja aku pun tak menyangka jika mereka akan menjadi pasangan yang bahagia seperti saat ini mengingat bagaimana cara mereka menikah.” “Aku tidak menyesal, karena aku sangat mencintai Ludwig dan juga anak yang ada dalam kandunganku,” elak Emily dengan ragu, mengusap perutnya di mana calon bayinya bersama Ludwig tengah bersemayam. “Lantas mengapa wajahmu sangat masam? Jika kau tak menyesal dengan keputusanmu, seharusnya kau tidak perlu menunjukkan mimik wajah yang sangat masam seperti itu ketika melihat James dan Agatha. Atau jangan-jangan ... kau membandingkannya dengan hidupmu sekarang?” Emily kini mengalihkan atensinya dengan penuh ke arah adiknya yang terdengar menyebalkan. Tidak lagi menatap televisi yang masih saja membahas kebahagiaan James dan juga istrinya. “Apa maksud dari perkataanmu?” Sebelum menjawab pertanyaan saudarinya, Jessica menarik napasnya terlebih dahulu dan menghadapkan tubuhnya agar bisa berhadapan dengan Emily. “Dengar Emily, lihatlah kehidupanmu sekarang. Dulu kau bergelimang harta dan kemewahan yang diberikan oleh James, dan bahkan James akan memberikan hal yang lebih dari itu jika saja kau tak meninggalkannya. Tapi kau justru meninggalkannya demi cintamu, Ludwig. Dan sekarang lihatlah kehidupanmu, kau miskin, jangankan untuk membeli tas mahal seperti dulu, hidup saja kini kau menumpang pada kekasihku!” Kalimat tersebut tak ubah layaknya tusukan seribu jarum yang membuat Emily merasa kesal dan juga sakit hati. Ia menatap tajam wajah adiknya yang tak terpaut usia yang jauh dengan dirinya tersebut. “Apa kau keberatan jika aku dan Ludwid tinggal di sini? Kau lupa, Jessica? Aku yang telah mengenalkanmu dengan Jonathan. Aku sudah menjadi sahabatnya sejak lama, jadi kau tidak bisa mempermasalahkan apa pun!” “Aku tidak berkata jika aku merasa keberatan, kau saja yang tersinggung. Lagi pula apa kau tahu jika Jonathan sekarang sudah dipecat dari restoran? Bayangkan gajinya di toko elektronik yang tidak besar harus cukup untuk makan kita semua! Seharusnya kau juga sedikit mengerti akan hal tersebut, suruh agar suamimu itu bekerja dan tidak terus menjadi pengangguran di rumah ini. Bukankah dia sudah menikah denganmu? Seharusnya dia bertanggung jawab, apalagi tak lama lagi kalian akan mempunyai seorang anak. Apa kalian akan berpikir untuk terus menumpang pada Jonathan?” Jessica menyilang kedua tangannya di d**a. Sekarang ia mulai merasa lelah dengan kehadiran Emily dan juga suaminya. Bukan tanpa alasan, walau baru beberapa hari mereka menumpang, tetapi kesenjangan yang ada di rumah Jonathan sangat terasa. Jessica merasa tak bebas karena Emily terlihat lebih menguasai rumah ini dibanding dirinya yang berstatus sebagai kekasih Jonathan. Belum lagi Jonathan yang sebenarnya juga mengeluhkan keberadaan Emily dan suaminya. Jessica jadi teringat saat dulu Jonathan sering kali mengeluhkan soal Obie yang menumpang hidup padanya padahal hanya sebatas tempat tinggal, lantas bagaimana dengan sekarang di mana ada sepasang manusia yang menumpang tinggal dan juga menitipkan perut mereka terhadap Jonathan? Mengingat jika kekasihnya kini hanya mengandalkan gaji sebagai karyawan sebuah toko elektronik, Jessica tidak mau jika kekasihnya tersebut merasa terbebani dengan kehadiran dua manusia yang tanpa tahu malu datang dan meminta pertolongan setelah hampir saja dua orang tersebut mengorbankan hidup Jessica untuk James. “Ludwig bukannya tidak mencari pekerjaan, kau tahu bukan jika James melakukan sesuatu yang membuatku dan Ludwig sama sekali tidak bisa mendapatkan pekerjaan?” balas Emily. “Lalu kenapa kalian tidak pindah ke luar kota saja? Aku yakin jika James tidak akan memboikot kalian hingga ke seluruh penjuru negeri,” ungkap Jessica, masih dengan tangan yang terlipat di d**a. Emily menghela napas. “Apa kau tidak mengenal James Hunt? Namanya sangat tersohor hingga ke penjuru negeri karena anak perusahaannya yang ada di mana-mana. Apa kau pikir dia akan mempermudah kepergian kami? Dia pasti sangat mendendam padaku.” “Dia memang sangat pantas untuk menyimpan dendam padamu dan juga suamimu! Karena kau yang telah mengkhianatinya!” timpal Jessica dengan cepat, matanya memicing tajam tetapi tak ia arahkan pada Emily, melainkan televisi yang masih menyala yang menjadi korban dari tatapannya. Fakta tersebut membuat Emily memilih untuk tidak lagi melanjutkan perdebatannya dengan Jessica. Ia merasa jika adiknya tersebut benar, bahwa James memang sangat pantas untuk mempunyai dendam kesumat padanya. Siapa pun yang ada di posisi James pasti akan merasakan sakit yang luar biasa yang mana rasa sakitnya dapat menimbulkan perasaan marah, benci, dan kecewa yang membaur menjadi satu hingga lahirlah sebuah dendam yang sangat mendalam. Hal itu sangat wajar untuk James lakukan karena Emily sangat ingat dengan baik bagaimana James yang mencintanya dengan sangat tulus. Sangat tulus, setulus cinta Ludwig untuknya. *** Di Sun University, Fahima sedang membantu Callista untuk mengecat kukku jarinya dengan warna ungu muda. Callista memang sangat gemar menggunakan warna-warna muda untuk tubuhnya. Dimulai dari cat kukku, pakaian, tas, dan juga aksesoris lainya. Dan memang jujur Fahima akui jika warna-warna muda sangat cocok untuk Callista. “Rasanya aku masih belum puas untuk membalas dendam pada Jonathan.” Callista berujar dengan tenang dan membiarkan Fahima untuk mengecat kukku yang ada di jari-jarinya dengan tenang. Posisinya kini duduk di salah satu sudut kantin yang paling sepi, hal tersebut dilakukan karena Callista yang takut jika akan ada seseorang yang menyenggol Fahima ketika sahabatnya tersebut masih mengoleskan warna di jarinya. Callista tentu saja tidak mau jika tangannya ikut ternoda oleh cat tersebut. Fahima mengangkat tatapannya singkat. “Memangnya kau ingin melihat Jonathan seperti bagaimana lagi. Dia sudah mendapatkan hukumannya dari kita, tinggal Agatha yang belum melakukan sesuatu. Seharusnya Agatha meminta bantuan James untuk membalaskan dendamnya.” “Agatha sudah membuat keputusan jika ia sama sekali tidak mau memikirkan bagaimana dendamnya pada Jonathan, karena Agatha sudah bertekad untuk melupakan Jonathan dan tak mau lagi untuk berhubungan dengan pria b******k itu!” balas Callista seraya memutar bola matanya. “Seharusnya kau dan aku pun melakukan hal yang sama, toh saat ini kita bahagia dengan pasangan kita masing-masing. Dan lagi pula, kita sudah pernah menggunakan tangan kita untuk membalaskan dendam. Aku rasa semua itu sudah cukup untuk membalas perbuatan si b******k Jonathan.” “Oh, ayolah! Jonathan sudah mengkhianati kita bertiga! Untung saja Elva juga tidak menjadi korbannya. Parahnya lagi kita bertiga bersahabat. Aku merasa masih belum cukup untuk membalas perbuatannya. Terlebih perbuatannya pada Agatha, dia telah membuat Agatha menikah dengan pria lain. Untung saja sekarang hidup Agatha tidak terlalu menderita bersama James, setidaknya Agatha bisa mendapatkan keuntungan dari pernikahannya dengan James.” Fahima melepaskan tangan Callista yang kini tampak lebih indah berkat warna ungu muda yang sudah selesai untuk diterapkan di setiap kukku. Ia menutup botol kecil yang menyimpan sisa cat dan kemudian menyimpannya di meja. Lantas matanya kembali menatap Callista dengan saksama. “Apalagi yang kau ingin lakukan pada Jonathan? Kita sudah membuatnya terluka secara fisik, dan juga sudah membuatnya kehilangan salah satu pekerjaan.” Callista mengangguk. “Ya, kau benar. Kita sudah melakukan dua hal tersebut, tapi kita belum membuatnya merasakan rasa sakitnya diselingkuhi. Aku sangat ingin agar wanita yang bernama Jessica itu mengkhianati Jonathan dan kemudian memilih untuk pergi meninggalkan Jonathan. Aku sangat ingin seperti itu!” “Jadi apa yang ingin kau lakukan?” tanya Fahima langsung pada intinya. Ia yakin jika Callista sudah menyusun sebuah rencana untuk Jonathan. Sepertinya jika dibandingkan dengan diri Fahima dan juga Agatha, Callistalah yang paling semangat untuk memberikan perhitungan pada Jonathan. Callista menyunggingkan senyum manis yang sangat cocok ditunjukkan oleh para penjahat yang sudah biasa melakukan tindak kriminal. Sembari mulutnya yang meniup jarinya-jarinya ringan. “Aku berpikir untuk membayar seorang pria tampan agar mendekati Jessica. Aku akan memberinya banyak uang agar Jessica terbuai dan akhirnya pergi meninggalkan Jonathan. Setelah nanti Jessica pergi meninggalkan Jonathan, aku akan meminta pria bayaranku untuk meninggalkan Jessica. Bukankah itu ide yang sangat bagus? Akan menghasilkan dua korban sekaligus! Jonathan dan Jessica akan mendapatkan karma mereka masing-masing!” Callista sangat antusias ketika mengutarakan isi pikirannya. Ia sangat semangat untuk semakin menghancurkan hidup Jonathan. Apakah ini perbuatan yang jahat? Mungkin iya, tetapi Callista merasa jika Jonathan lebih jahat karena telah menyakiti tiga wanita. Atau mungkin lebih, Callista mengira jika masih banyak wanita yang menjadi korban Jonathan di luar sana yang tidak dikenalnya. Senyum tipis muncul di wajah Fahima. Wanita yang sudah merencanakan pernikahan dengan kekasihnya tersebut mengangguk-anggukan kepalanya beberapa kali. “Kau benar, kita bisa membayar seseorang untuk menggoda Jessica. Tapi aku merasa jika aku sudah tidak mau lagi berhubungan dengan Jonathan. Abdullah pasti cemburu jika aku masih saja mengurusi mantan kekasihku,” ungkap Fahima. Callista memutar bola matanya. “Baiklah, aku akan memikirkan ulang semuanya. Mungkin saja aku pun mau mengikhlaskan hatiku agar tidak lagi menyimpan dendam yang sangat banyak pada pria b******k itu.” Tepat ketika kalimat yang diucapkannya selesai, Callista melihat kedatangan Agatha yang terlihat sangat gembira. Wanita itu berjalan sendiri dan langsung melihat ke arahnya sambil melambaikan tangan. Baru kali ini Callista melihat Agatha sangat ceria, dan hal tersebut membuat Callista membalas senyuman Agatha tak kalah ceria. “Sepertinya Agatha sedang berbunga-bunga. Tak dapat aku pungkiri sepertinya Agatha jauh lebih baik setelah menikah dengan James,” tutur Fahima pelan seraya melihat ke arah Agatha. Callista tidak menanggapinya karena Agatha yang sudah lebih dulu sampai di meja mereka. Istri dari seorang pengusaha terkenal itu kini mendudukkan dirinya di antara dua sahabatnya. “Kau terlihat sangat bahagia pagi ini? Apa ada sesuatu yang membuatmu gembira?” tanya Fahima dengan senyumannya yang terlihat sangat tulus. Agatha terkekeh kecil seraya menganggukkan kepalanya. “Tentu saja, aku tidak akan berbahagia tanpa alasan yang jelas.” “Jadi apa yang membuatmu bahagia hari ini? Apa ini semua bersangkutan dengan James? Jangan-jangan kalian sudah saling mencintai? Ah aku akan sangat senang jika akhirnya kalian memutuskan untuk saling mencintai dan hidup bersama selamanya,” seru Callista menggebu, penasaran dengan alasan yang menjadi latar belakang dari kebahagiaan yang dirasakan oleh sahabatnya. “Aku rasa jatuh cinta itu bukan sebuah pilihan. Kita bisa memilih akan hidup bersama dengan siapa tetapi kita tidak bisa memilih kepada siapa kita akan jatuh cinta. Dan juga, bukan alasan itu yang membuatku bahagia,” balas Agatha, sempat melunturkan senyumannya sejenak di awal kalimatnya. “Jadi apa?” Fahima kembali melemparkan tanya. Senyum Agatha semakin mengembang. “Aku sudah selesai mengurusi masa cutiku selama satu bulan. Sebenarnya aku hanya akan pergi untuk dua minggu saja, tetapi aku berpikir jika aku akan membutuhkan waktu istirahat yang cukup setelah pulang dari Yunani, maka dari itu aku akan mengambil cuti selama satu bulan.” Callista dan Fahima turut tersenyum mendengarnya. “Sepertinya kau berniat untuk melakukan sesuatu yang melelahkan selama berbulan madu di Yunani?” tanya Callista dengan maksud yang tak dapat ditangkap oleh Agatha. “Tentu saja, aku akan menggunakan setiap hari yang aku lalui di sana untuk jalan-jalan. Aku akan sangat memanfaatkan waktuku dengan sebaik-baiknya” tutur Agatha, Callista memutar bola matanya malas karena Agatha yang tidak dapat menangkap maksud dari perkataannya. “Jadi kapan kalian berangkat?” “Besok lusa, kalian boleh membuat daftar oleh-oleh yang kalian inginkan, aku akan memberikannya pada James nanti agar dia membelikan semua yang kalian tuliskan.” Kalimat tersebut seolah mantra ajaib yang membuat Fahima dan juga Callista terlihat senang dan sangat antusias. Bahkan pupil mereka membesar dengan mulut yang sempat terbuka selama beberapa detik. “Kau bersungguh-sungguh akan membiarkan kami membuat daftar oleh-oleh untuk kami?” tanya Callista, masih dalam euforia kesenangannya. Agatha mengangguk dengan pasti. “Iya, aku sangat bersungguh-sungguh. Aku pikir jika aku harus menggunakan waktuku sebaik mungkin selama menjadi istrinya. Jika nanti aku dan James sudah bercerai, belum tentu aku bisa membelikan kalian sesuatu lagi. Yang ada malah kalian yang memberikan banyak hal padaku.” Kedua sahabatnya merasa terharu dengan penuturan Agatha, mereka kompak memegang tangan Agatha hingga membuat cat kukku yang belum kering di jari Callista hancur dan mengenai tangan Agatha dan juga Fahima. “Cally! Catnya mengenai tanganku!” pekik Agatha langsung menjauhkan tangannya dari jangkauan sahabatnya tersebut. Fahima pun melakukan hal yang serupa dengan mimik wajahnya yang terlihat kesal. Berbeda dengan kekesalan yang ditunjukkan oleh kedua sahabatnya, Callista justru kini menatap nanar tangannya yang sudah sangat berantakan, jangan lupakan kukku jarinya yang sudah tak indah lagi. “Ah sial! Tanganku sekarang terlihat tidak cantik lagi! Padahal aku akan bertemu dengan kekasihku sore ini!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN