Ratnawangi tidak bisa berhenti menangis. Air matanya jatuh tanpa suara di atas selimut putih rumah sakit, menodai kain yang sudah berbau obat. Ia tak pernah membayangkan hidupnya akan runtuh seperti ini. Suaminya sendiri baru saja menyampaikan kenyataan pahit bahwa Diana, yang selalu ia banggakan mengakui satu kesalahan fatal di masa lalu. Satu malam yang ia sebut “kekhilafan,” dan dari sana lahirlah Pitaloka. Anak yang dibesarkan dalam kemewahan, kebanggaan keluarga Adikara, kini bukan darah mereka. Kini, gadis itu terbaring di ruang bedah darurat, dan dokter berkata untuk menyelamatkan nyawanya, salah satu kakinya harus diamputasi. Sementara itu Santosa telah pergi, wajahnya tak lagi menoleh ke belakang. Ia memerintahkan Diana kembali ke Inggris, menghubungi keluarganya sendiri. Dunia

