Datang Dan Pergi

959 Kata
Aku tidak mengerti apa yang sedang terjadi dalam hidupku saat ini. Ketika aku merasa sangat bahagia atas kelahiran malaikat kecilku, di saat yang sama datang kabar yang sama sekali tidak pernah aku bayangkan. Aku tak tahu, apakah ini akhir atau justru awal dari kehidupanku yang baru. Malam ini Grizelle dan Tante Dean kembali datang ke rumah sakit. Aku sempat bingung, karena sebelumnya mereka sudah pamit pulang dengan alasan ada keperluan. Tapi ternyata mereka kembali membawa kabar penting. Begitu masuk ke ruang rawat, Tante Dean langsung memelukku sambil menangis histeris. “Tante, kenapa? Ada apa, Tan?” tanyaku dengan perasaan yang makin tak menentu. Perasaanku mencelos. Pikiranku langsung terbang ke Mas Agam yang hingga detik itu belum memberi kabar apa pun. “Mami, jangan kayak gini—Mami janji tadi gak bakal nangis lagi,” ujar Grizelle sambil berusaha menenangkan ibunya. “Ada apa sih, Zelle?” tanyaku lagi, kini dengan mata yang sudah penuh air. Grizelle lalu memelukku erat. “Kamu harus kuat ya, Han. Kita semua ada buat kamu,” katanya pelan, tapi cukup untuk membuat tangisku pecah seketika. “Mas Agam kecelakaan, Han—Mobilnya jatuh ke sungai,” ucapnya lirih. Nafasku tercekat. Dunia seakan berhenti berputar. Aku tidak percaya dengan apa yang kudengar. “Kamu bohong, kan, Zelle? Tante, bilang ini cuma bercanda! Mas Agam gak mungkin ninggalin aku! Gak mungkin!” Aku menangis histeris, tubuhku lemas, pandanganku mulai kabur. Suara-suara di sekelilingku terdengar sayup-sayup, lalu semuanya menjadi gelap. *** “Nak, kamu tahu kan, kita semua milik Allah. Begitu pun Mas Agam,” ucap Bunda Aisyah lembut. Bunda Aisyah adalah pengasuh di panti asuhan tempat aku dan Mas Agam dibesarkan. Aku tahu, beliau pun kehilangan. Anak laki-laki yang diasuhnya sejak bayi kini telah tiada. Aku menangis di samping peti jenazah Mas Agam. Dia tidak lagi bisa bicara kepadaku. Bahkan untuk sekadar melihat dan memeluk putri kecilnya pun, ia tak sempat. “Kenapa Mas Agam ninggalin Hani, Bun? Anak kita baru saja lahir—Dia janji akan selalu mendampingi Hani sampai melahirkan.” lirihku. Bunda hanya bisa memelukku, mengusap punggungku perlahan. “Nak, ikhlas ya. Bunda tahu ini berat—Tapi sekarang kamu punya anak, dia butuh kamu.” “Hani nanti gimana, Bun? Gak ada Mas Agam—Hani harus bagaimana?” bisikku sambil terus menangis. Siang harinya, rumah kami dipenuhi pelayat. Tetangga, teman-teman kantor Mas Agam, semua datang memberi penghormatan terakhir. Karena kami yatim piatu, semua pengurusan jenazah dibantu oleh orang tua Grizelle. Meskipun aku masih sangat lemah pasca melahirkan, aku tetap memaksa ikut ke pemakaman. Aku tidak ingin melewatkan momen terakhir bersama Mas Agam. “Aku mau ikut, Zelle. Ini terakhir kalinya aku bisa melihat Mas Agam,” kataku lemah, tapi tegas. Di dalam mobil menuju pemakaman, Bunda Aisyah menyuapiku bubur perlahan. “Nak, makan ya, meski sedikit,” bujuknya. “Udah, Bun. Aku udah kenyang.” “Baru lima suap!” protes Grizelle dari kursi depan. “Tidak apa-apa, yang penting sudah ada yang masuk. Kamu ibu menyusui sekarang, Nak. Kamu harus sehat agar si kecil tidak kekurangan ASI,” ujar Bunda. Aku mengangguk pelan, lalu membenamkan wajahku di pelukannya. “Makasih ya, Bunda.” “Bunda selalu ada untuk kamu, Nak,” jawabnya sambil mengelus kepalaku. Setibanya di pemakaman, aku menyaksikan tanah demi tanah mulai menutupi peti Mas Agam. Pandanganku mulai gelap, tubuhku limbung, dan aku kembali tak sadarkan diri. Sudah tujuh hari sejak kepergian Mas Agam. Setiap malam rumah kami tak pernah sepi, tahlilan terus digelar untuk mendoakan arwahnya. Aku masih tak kuat berdiri, apalagi berjalan. Bahkan untuk ke kamar mandi pun aku butuh bantuan. Nafsu makanku hilang, dan hanya tangisan anakku yang membuatku tetap bangkit setiap harinya. Anakku sempat rewel. Dia terus menangis meskipun sudah aku susui. Seolah ia merasakan kesedihan yang aku rasakan. Rindu pada ayah yang belum sempat ia temui. Grizelle datang dan membantuku. “Sini, aku gendong. Kamu makan dulu, Han,” katanya sambil menggendong putriku yang perlahan mulai tenang. “Sayang, ponakan Aunty kenapa semalam nangis terus, ya? Nanti kita marahin Ibuk ya kalau mogok makan lagi,” candanya sambil mencium pipi bayiku. Aku tersenyum tipis. Tuhan, terima kasih. Setidaknya aku masih punya Grizelle. Grizelle lahir dari keluarga yang serba cukup. Dia punya segalanya—materi, kasih sayang, pendidikan. Tapi dia tak pernah membedakan siapa pun. Dari SMP kami bersahabat. Sementara aku dan Mas Agam tumbuh di panti asuhan yang sama. Usianya lima tahun di atasku. Saat dia lulus SMA, dia mendapatkan beasiswa di kampus ternama di Yogyakarta, sementara aku memutuskan tidak kuliah, meskipun Grizelle dan keluarganya ingin membiayai. Aku lebih suka memasak. Aku bermimpi punya toko kue sendiri. Tante Dean, ibunya Grizelle, kemudian memintaku mengelola salah satu cabang toko kuenya. Dia percaya padaku. Saat aku berusia 19, Mas Agam melamarku. Dia baru lulus dan mendapat pekerjaan bagus. Kami menikah, dan dia membelikan rumah yang katanya akan jadi saksi cinta kami. “Ini rumah siapa, Mas?” tanyaku saat pertama melihat rumah minimalis dua lantai dengan pekarangan penuh tanaman. “Rumah kita, Sayang. Tempat kita membesarkan anak-anak kita nanti,” jawabnya sambil memelukku dari belakang. Aku bahagia. Sangat bahagia. Akhirnya aku memiliki keluarga yang selalu aku impikan. Aku tidak pernah menyangka hari saat Mas Agam mencium keningku sebelum berangkat kerja, adalah hari terakhir kami bersama. “Sayang, nanti Mas pulang, mau dibelikan apa?” tanyanya sambil merapikan dasi. “Gak usah bawa apa-apa. Yang penting Mas pulang cepat,” pintaku manja. Dia tertawa, mencium perutku, lalu berbisik, “Anak Ayah, jaga Ibu ya. Ayah sayang kalian berdua.” Itulah terakhir kalinya aku mendengar suaranya. Meski singkat, aku bersyukur pernah merasakan dicintai setulus itu. Kini aku berjanji pada diriku sendiri, aku akan melindungi dan merawat buah cinta kami dengan sepenuh hati. Anak kami adalah warisan cinta dari Mas Agam—anugerah yang akan kujaga sepanjang hidupku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN