Harus kah di setujui

1044 Kata
Senja menjelang, Hanum masih berada di halte bis. Bukan karena tak ada kendaraan umum yang singgah di halte, tapi karena hatinya gundah. Ia seakan menikmati lalu lalang kendaraan. Ada nomor baru masuk ke hpnya. Ia enggan mengangkatnya feelingnya ini adalah Bahran yang masih ingin berkomunikasi dengannya. Benar saja, ia hafal betul suara bass itu. Kali ini terdengar lemah. Mama Delisa memberi tahunya kalau suaminya itu jatuh sakit sejak ia meninggalkan rumah sakit. " Num...." panggilnya lembut. Hanum tak menanggapi hanya deru nafasnya yang terdengar oleh Bahran. Laki laki itu merasa ada yang menusuk hatinya ketika mendengar helaan nafas itu. " Mama butuh kamu Num " " Ya kak, aku tahu. Tapi aku masih awal bekerja disini. Aku tak bisa ambil cuti begitu saja " " Kamu resign saja, aku akan bayar tiga kali lipat dari gaji kamu selama disana " Hanum kembali menghela nafas, ia menderita selama ini bukan karena uang. Nafkah yang diberikan oleh Bahran bahkan masih utuh direkeningnya. Setiap detik hatinya teriris melihat orang dicintainya mencintai orang lain. " Mama sebenarnya sudah tahu apa yang terjadi kak, sebaiknya kakak terus terang saja. Kalau wanita yang kakak cintai itu bukan aku. Meski kita sudah berpisah nanti. Aku akan tetap menganggap mama sebagai ibuku kak " Bahran tercenung mendengar kata kata Hanum. Ada yang mengusik hatinya untuk lebih mengenal wanita yang sudah ia halalkan itu, tapi sedikitpun belum pernah ia sentuh. Ia percaya kalau ia hanya mencintai Cintia dan mereka bertiga sudah sepakat untuk menjalankan pernikahan palsu itu. Ia ingat kata kata mamanya, kalau Hanum itu berbeda. " Hanum....kenapa belum pulang ? " sebuah suara menyapa Hanum. Bahran mendengar suara dan kenal suara itu. " Kak Bagas " " Sudah dulu ya kak, aku mau pulang " Hanum mematikan panggilan. Bahran terkejut ketika panggilan dimatikan, ia merasa berhak atas hidup wanita yang masih sah secara agama dan hukum negara sebagai istrinya. " Num....Hanum ! " marahnya. Ketika ia hendak menghubungi lagi nomornya di blokir lagi. " Kamu nggak bisa seperti ini Num, kamu masih istriku " Keesokan harinya ketika Bahran kembali ke rumah mamanya. Delisa terlihat sumringah ketika melakukan panggilan vidio call dengan Hanum. Diam diam ia mencuri pandang pada percakapan ibu dan istrinya. Mereka terlihat bercanda. " Sebentar ya Num, mama ambil minum dulu " pamit Delisa dan meletakkan hp diatas meja. Bahran segera mengambil hp itu dan membawanya ke kamar. " Hanum..., kamu sudah keterlaluan. Bagaimanapun kamu masih istri sahku. Kamu tidak boleh jalan dengan laki laki lain ! Jauhi Bagas, kamu ga tahu dia laki lai seperti apa ha ! " Hanum menghela nafas kasar, ia seakan diteror oleh laki laki yang ingin melepaskannya karna perjanjian mereka hampir usai, sekarang mungkin tinggal kurang dua bulan lagi. " Kakak ini kenapa sih, tadi kakak bilang mama butuh aku. Sekarang aku sudah komunikasi sama mama dan mama mengerti kalau sekarang aku butuh kerja. Aku akan pantau mama terus kak meski kita berjauhan. " Ya....itu...aku hanya kuatir kesehatan mama memburuk " " Aku akan ingatkan mama untuk minum obat, sudah jangan ganggu aku lagi ngerti ! " bentak Hanum. Bahran tergugu. Ia seakan tak punya alasan untuk marah lagi. " Tapi kamu jangan blokir aku ! perjanjian kita belum selesai " Hanum segera mematikan panggilan. Bahran ingin melakukan panggilan lagi tapi keburu ibunya memanggil. " Bahran...kamu bawa hp mama ? " Laki laki itu menghela nafas dalam. Ia keluar dan menyerahkan hp ibunya. " Ada masalah di kantor ? " tanya Delisa melihat putranya terlihat murung. Bahran menggeleng. " Duduk disini, mama buatkan menu yang biasa Hanum buat. Tadi mama minta resepnya " Bahran menurut, ia melangkah malas menuju meja makan. Ia membuka dasinya dan seketika ia teringat ketika Hanum meminta untuk membuka dasi itu. Ia membentak Hanum. " Kamu jangan coba coba mengkhianati kakakmu Num, kita bukan suami istri sebenarnya " " Makanlah, kata dokter kalau kamu sudah makan dengan benar penyakit lambung kamu tidak akan kambuh lagi " Hp Bahran berdering. Ia melihat layar, panggilan dari Cintia. Entah kenapa kali ini ia enggan mengangkatnya. " Angkatlah, dari Cintia kan. Hanum sudah cerita semua. Gadis itu sudah membuat mengerti akan anak mama sendiri, mama tak bisa memaksa kehendak mama pada kamu, kalau kamu lebih cinta Cintia, ceraikan lah Hanum " Bahran yang hendak menyendok nasi kemulut. Ia terpana dengan ucapan ibunya. Begitu tenang ibunya menyampaikan hal yang ia takutkan selama ini. Ia lihat ibunya begitu dekat dengan Hanum. Kali ini yang dulu ia harapkan terjadi, ibunya sudah bisa menerima keinginannya. Tapi ketika mendengar kata cerai, hatinya terasa kosong. " Kata Hanum, ia menunggu gugatan cerai dari kamu tanpa menuntut apapun " Bahran menggusar wajahnya, entah kenapa ia merasa gelisah ketika mendengar kata kata cerai. Bahran membiarkan hpnya terus berdering. Cintia disebrang sana, sudah marah marah karena panggilan tak kunjung direspon oleh kekasihnya. Usai makan malam, barulah Bahran menghubungi Cintia. " Maaf sayang, aku ada rapat penting jadi aku nggak bisa mengangkat telpon " " Bohong ! " bentak Cintia. Bahran merasa geram mendengar bentakan Cintia. " Kamu bohong mas, aku sudah telpon semua asisten kamu. Kamu sudah pulang dari tadi, apa kamu berduaan sama Hanum. Apa kalian mengkhianati aku ??" " Hanum tak pernah mengkhianati perjanjian kita. Kamu kok setega itu sama adikmu sendiri " " Kamu harus tahu mas, ia dari dulu mencintai kamu. Ia ingin merebut kamu dari aku, sayang ia tak lebih cantik dari aku " Bahran terdiam, ia ingat buku diari yang tertinggal di apartemen. Hanum meletakkan buku diary itu diatas meja sofa. Ia membuka halaman pertama dan ia menemukan kata Dia yang ku cinta. Ketika ia membuka lagi, Cintia menghubunginya. " Hanum sudah pergi, ia berada di luar kota sekarang. Ia sudah bersedia dicerai, kamu harus tepati janji kamu padanya, kamu harus mengembalikan semua barang barang ibunya " " Ya...maafkan aku mas, aku cemburu jika kamu berduaan sama Hanum, selama dua tahun ini kalian nggak ...maaf maaf aku percaya kamu mas " suara Cintia melunak. Bahran menghela nafas kasar. Pikirannya sekarang dipenuhi dengan Hanum. Ada hubungan apa istrinya itu dengan Bagas. Posisinya semakin lemah di mata Hanum karena mamanya sudah setuju mereka berpisah. Ia bingung kenapa ia merasa tak ingin melepaskan Hanum, padahal selama dua tahun ia sudah mengabaikan Hanum. Bahran menghubungi asistennya. " Coba kamu selidiki perusahaan RedRose " ucap Bahran sambil memfoto surat lamaran Hanum "
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN