Bab 3

1752 Kata
Irina sudah pasrah jika hari ini adalah hari terakhirnya bekerja disini setelah tamparan Irina kepada Rayen kemarin malam. Dengan langkah gontai, Irina memasuki ruang kantornya. Ia menaruh barangnya di ruangan, Irina berencana pergi ke ruangan bos Lena untuk membicarakan kejadian yang menimpanya kemarin. Irina harus jujur, itu lebih baik dari pada harus dipecat tanpa pembelaan. Irina memasuki ruangan bos Lena dan tidak mendapatinya disana. Irina memutuskan untuk menunggu di ruangan bos Lena. Baru saja Irina duduk di kursi tamu, pintu ruangan terbuka dengan wajah bosnya yang menampakkan giginya. Irina sedikit mengerutkan dahinya heran, apakah pemecatannya ini membuat bos Lena senang? “Hai, Irina. Selamat pagi.” Sapa bosnya dengan wajah ceria dan jauh dari sangkaan Irina. “Pagi bu.” Balasnya dengan sedikit terheran dan bingung. “Wah, ada apa ini?! Pagi-pagi sudah ada diruangan saya?” bos Lena terdiam dan seketika teringat dengan sesuatu hal yang entah apa itu. “Oh, ya. Kamu pasti mau minta bonus kan. Kamu mau minta bonus apapun akan saya kasih. Saya sangat senang dengan kinerja kamu.” ucapnya kemudian dan semakin membuat Irina mengerutkan keningnya dalam. Apa sebenarnya maksud bos Lena? Bukannya Irina dimarahi, malah mau diberi bonus. Apa Irina tidak salah dengar? Batinnya. “Bonus? Maksud ibu apa ya? Saya tidak mengerti.” Jujur, Irina memang tidak mengerti. “Kamu jangan merendah Irina, saya sudah tahu. Ternyata saya tidak salah mempekerjakan kamu dan mempercayakan proyek besar ini sama kamu.” ujarnya, Irina memang senang jika kinerjanya bisa membuat bos nya puas, namun ia masih heran karena setahunya kemarin adalah kejadian yang kurang menyenangkan baginya maupun bagi kliennya, Rayen. “Ayo bilang aja, apa yang kamu butuhkan?” “Saya datang kesini ingin meminta maaf sama ibu atas sikap saya. Saya benar-benar lepas kendali.” Irina berkata jujur karena ia merasa mungkin saja bos nya ini belum mengetahui apa yang terjadi padanya dan Rayen kemarin. “Apa maksud kamu Irina? Klien sangat puas dengan hasil kerja kamu. Bahkan dia bilang dia mau semua acaranya nanti kamu yang handle. Ini kesempatan yang bagus buat kamu. Rayen Mirano adalah pengusaha paling berpengaruh di Indonesia, dengan mendapatkan kepercayaannya berarti masa depan kamu juga akan bagus. Masa depan perusahaan ini juga tentunya.” Bos lena begitu antusias tanpa tahu apa yang telah terjadi kemarin malam. Irina semakin tidak mengerti dengan penjelasan panjang lebar dari bos Lena. “Tapi kemarin saya melakukan...” “Ya, benar. Kamu sudah melakukan pekerjaan yang bagus. Pelayanan kamu sangat memuaskan. Rencananya sekarang kita akan melanjutkan proyek ini.” Bos Lena memotong perkataan Irina sebelum Irina selesai memberikan penjelasan dan melirik jam tangannya. “Ehm sebentar lagi dia datang, sebaiknya kita segera ke ruang meeting.” Irina masih termangu dengan kebingungannya. Apa sebenarnya maksud Rayen? Kemarin dia penuh kebencian mengeluhkan kinerja Irina, dan sekarang bosnya memuji kinerja Irina dan mengatakan bahwa klien sangat puas dengan hasil kerjanya. Kehadiran Rayen begitu terasa oleh Irina. Hentakan sepatu yang dipakai Rayen terdengar seolah bergema di lantai lorong ruangan meeting. Harum parfum yang dipakai Rayen membuat kulit Irina seketika meremang dengan sensasi menggoda yang dikeluarkan dari parfum maskulin yang bahkan masih Irina ingat. “Selamat pagi.” Sapanya setelah memasuki ruang meeting, “Saya harap, saya tidak terlambat.” Rayen tidak akan pernah terlambat jika menyangkut urusan Irina. Rayen akan dengan senang hati meluangkan waktunya untuk menyaksikan penderitaan yang Irina terima darinya. “Sama sekali tidak pak. Anda sangat tepat waktu.” Dan bos Lena tentu saja tidak akan pernah tahu dengan rencana Rayen. “Saya bukan orang yang suka mengecewakan orang lain dan saya adalah orang yang selalu menepati janji.” Rayen jelas menatap Irina dengan tajam dan seolah bicara pada Irina saja meski diruangan itu ada bos Lena. Dan, ya Tuhan jantung Irina berdetak keras saat mata tajam Rayen menatapnya. Dan tentu saja itu karena kebenciannya pada Rayen. Ya, itu karena kebenciannya pada lelaki yang ada dihadapannya bukan karena hal lain, batin Irina. “Bagaimana kalau kita langsung membahas rencana selanjutnya pak?” “Ya, silahkan. Saya sangat menunggu hasil kerja dari Irina.” Rayen selalu melirik Irina setelah pembicaraannya dengan bos Lena. “Oke, setelah gedung yang bapak pilih selesai Irina tinggal melakukan booking dengan pihak gedung yang sesuai dengan kriteria yang bapak inginkan. Irina jangan lupa, nanti kamu booking tempatnya ya?!” Suara bosnya membuat Irina kembali dari lamunannya seketika, “Baik, bu.” “Bagaimana dengan catering dan dekorasinya?” tanya bosnya lagi. “Saya sudah memilih beberapa catering ternama dan mereka sudah siap bu. Tinggal kita jadwalkan saja pertemuannya.” Irina memaksakan diri untuk sopan dihadapan bos Lena. Rayen juga memberikan sikap yang sopan sejak kedatangannya meski terlihat mengintimidasi Irina dari tatapannya yang selalu menatap tajam ke arah Irina. Rayen diam untuk memperhatikan Irina yang terlihat cemas dengan tatapan Rayen yang mengintimidasi, dan Rayen sangat menikmatinya. Rayen memang sengaja membuat Irina tertekan dan terintimidasi dan Ia berhasil. Sesekali Irina memalingkan pandangannya dari Rayen dan menelusuri ruangan yang percuma saja, kecemasan Irina terlalu kentara. “Baiklah, kalau begitu saya akan menjadwalkannya.” Cetus bos Lena. “Tidak perlu. Saya mau hari ini juga.” Sahut Rayen. “Tapi pak, saya belum konfirmasi atas kedatangan bapak kepada pihak catering.” Irina benar-benar heran dengan Rayen yang semaunya sendiri ini. “Ya, sudah. Kalau begitu sekarang saja.” balasnya seenaknya. Dengan sangat terpaksa Irina harus rela menelpon setiap pihak catering. Untung saja mereka menerima dengan senang hati mengingat Rayen Mirano yang akan mendatangi tempat mereka. Setelah mengkonfirmasi kedatangan mereka kepada pihak catering, Irina segera mengikuti Rayen menuju mobil dan segera membuka pintu penumpang depan mobil. “Hari ini, kamu duduk di belakang.” Perintah Rayen. “Tidak apa-apa pak. Saya duduk di depan saja.” Irina tidak ingin duduk bersebelahan dengan Rayen dan harus menjadi bulan-bulannan intimidasi bagi Rayen. “Belakang.” Nada dingin memerintah Rayen membuat Irina menurut dan segera masuk ke mobil. Ah, terpaksa Irina harus menuruti Rayen dan mengikuti perintahnya yang sebenarnya untuk apa ia begitu patuh?! Toh dia bukan bosnya, dia hanya kliennya saha bukan?! Batinnya. Diperjalanan, Irina semakin tidak nyaman dengan posisi duduknya yang dekat dengan Rayen. Sesekali Irina merubah tempat duduknya untuk menghindari rasa takutnya yang malah semakin memperjelas ketidaknyamanannya di depan Rayen. “Kenapa kamu suka sekali mengganggu saya.” Tegur Rayen pada Irina “Huh?” dengan kikuk Irina menatap Rayen yang menegurnya. “Masih gak ngerti juga!” pernyataan Rayen lebih ditujukan pada dirinya sendiri. “...” Irina menatap tidak mengerti dengan ucapan Rayen. Apa aku keliatan banget gak nyaman yah? Aduh gue kan emang gak nyaman banget. Salah sendiri nyuruh duduk sebelahan. “Saya lagi konsentrasi sama kerjaan saya. Kamu bisa diem gak?” “Maaf, Pak?!” ucap Irina kesal, karena sebenernya dia memang gak nyaman dengan situasinya.   Mobil yang mereka tumpangi sudah terparkir cantik di parkiran tempat catering yang mereka rencanakan. Irina kontan saja langsung turun, rasa lega dalam dadanya akhirnya datang juga. Rasanya, perjalanan yang tidak terlalu jauh terasa begitu bermil-mil jauhnya. Rayen melihat semburat lega yang sangat jelas pada wajah Irina. Entah kenapa Rayen gemas sekali melihat wajah imut Irina. Rasanya ia ingin sekali mencubit hidung kecil Irina. Rayen segera menepis pikirannya setelah sadar bahwa ia mengagumi mantan kekasihnya itu. Ingat Rayen, dia Irina. Rayen terus saja mengingatkan dirinya sendiri karena matanya tak mau pindah pandangan dari Irina yang tengah memimpinnya berjalan di depan. Rayen sangat ingin menyentuh rambut panjang Irina yang bergoyang-goyang di punggungnya dengan indah. Sudah pasti rambut Irina lembut ditangannya. Aaaakkhh kenapa gue malah liatin Irina terus sih?! Sadar Rayen sadar. Rayen menepuk keningnya tanpa sadar. “Pak, kita sudah sampai.” Rayen menatap Irina dengan muka datarnya setelah tersadar dengan suara Irina yang mengingatkannya dan tersadar dari lamunannya tentang Irina. Ada apa sebenarnya dengan dirinya, Rayen terus saja bertanya pada dirinya sendiri karena kebodohannya sendiri. Mereka berdua memasuki sebuah kantor catering yang sudah direncanakan Irina. Kantor dengan nuansa penuh dengan gambar makanan yang menggoda setiap pengunjung memenuhi dekorasi ruangan. Irina segera menemui seorang receptionist yang ada disana sementara Rayen duduk dengan elegant di lobi kantor yang mempunyai interor ruangan bernuansa putih dan kuning. Rayen mengetuk-ngetuk jari telunjuknya saat melihat Irina menghampirinya setelah berbicara dengan receptionist. “Mari pak, kita langsung ke ruang pertemuan.” Irina menghampiri Rayen yang terlihat sedang berfikir entah apa itu. Mungkin rencananya untuk membuat Irina sibuk. Terserahlah, pikir Irina. Irina akan membangun tembok kesabaran setinggi mungkin untuk menghadapinya. Kalau perlu Irina akan mencoba sabar tingkat dewa. Tekad Irina. Kali ini mereka memasuki ruangan yang penuh dengan kursi kayu dan berbantal warna abu di tempat duduk dan sandarannya. Meja persegi panjang yang senada dengan warna kayu dari kursi yang diduduki. Dindingnya berwarna putih dengan hiasan dinding bergambar makanan-makanan lezat dari mulai makanan tradisional indonesia hingga makanan-makanan luar negeri yang membuat perut Irina sedikit berteriak minta diisi. Bukan karena ia belum makan tapi karena gambar-gambar itu benar-benar menggoda siapa saja yang masuk. Hmm, strategi bagus, pikir Irina. Siapapun klien yang masuk kemari sudah pasti yakin dengan makan-makanan yang disajikan oleh perusahaan catering ini. Irina duduk di kursi pertama setelah kursi tunggal yang pastinya diduduki owner catering tersebut. Rayen duduk di sebelah kanan Irina dan membuka kedua kancing jasnya. Astaga, saat duduk pun Rayen sangan menarik perhatian Irina. Irina segera menepis pikirannya tentang Rayen saat seseorang yang diyakini si owner memasuki ruangan. “Selamat siang, maaf menunggu. Perkenalkan saya Naomi owner Mimi Catering” Si owner memperkenalkan diri dan menjulurkan tangannya untuk bersalaman “It’s Ok. Kami baru saja sampai. Saya Irina dari Lein Wedding. Dan ini adalah tuan Mirano adik dari Tyas Mirano.” “Oh, ya tentu saya sangat mengenal anda. Ceo dari Mirano Group dan Ceo muda yang sukses dalam dan luar negeri.” Ucap si owner yang sepertinya tahu banyak hal tentang keluarga Mirano Group. “Terimakasih.” Rayen hanya tersenyum hormat menanggapi owner perempuan yang terlihat tambun itu. “Siapa yang tidak mengenal anda. Saya sangat terhormat karena anda sendiri yang datang ke kantor saya yang tidak seberapa ini.” rendahnya pada Rayen dengan senyuman lebar. “Anda terlalu memuji.” Rayen menyunggingkan senyum mautnya dan membuat Irina dan juga si owner sedikit terpesona. “Baiklah saya  bukan orang yang senang mengobral janji jadi saya akan langsung memperkenalkan product-product yang ada di tempat saya.” Naomi memberi isyarat pada pekerjanya yang langsung mengerti dengan perintah atasannya dan segera mengambil bolpain dan kertas yang sudah dipersiapkan. “Makanan seperti apa yang nantinya akan menemani pengantin kita?” “Konsep yang akan diusung adalah international dan traditional. Untuk akad, adalah tema traditional dan resepsinya adalah international. Untuk adat yang akan dilaksanakan saat akad adalah adat sunda. Sedangkan untuk resepsi pernikahan makanan yang disajikan adalah makanan western. “Baiklah saya akan segera mempersiapkannya.” Naomi mulai berbincang dengan bawahannya dan segera menyuruhnya untuk mempersiapkan segala yang diperlukan. “Maaf, saya harap anda mau menunggu hidangan yang akan dihidangkan nanti.” “Tidak apa-apa saya bisa menunggu.” Ucap Irina. “Ngomong-ngomong bagaimana rasanya jadi CEO di usia yang masih muda dan sukses pula?” Naomi memberikan pertanyaan basa-basinya untuk membuat tamunya menunggu. “Sebenarnya, saya tidak pernah bermimpi untuk menjadi Ceo diusia saya ini, tapi terimakasih kepada seseorang yang sudah menyadarkan saya sehingga saya berada diposisi ini.” Rayen mengerlingkan matanya kepada Irina yang sedang menunduk untuk sekedar mengecek keperluan lainnya. Tapi tidak, Irina sengaja menyibukkan dirinya dari obrolan yang sedang berinteraksi di sampingnya. Oh, Tuhan kenapa Irina harus duduk diantara mereka berdua, jadi mau tidak mau Irina harus mendengarkan mereka. “Oh, benarkah? Siapa kira-kira seseorang ini, saya harap dia adalah kekasih anda sekarang ini.” Yups, Naomi tepat sasaran.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN