Bab 1

2128 Kata
Pagi ini, Irina harus bangun lebih pagi dari biasanya. Semalam, Lena bosnya di kantor menelpon dan menyuruhnya datang pagi-pagi sekali karena ada keluhan dari client Irina yang akan mengadakan acara pernikahan dan menjadi tanggung jawab Irina yang pertama setelah  diangkat menjadi event manager di sebuah WO yang lumayan cukup besar di Jakarta. Setelah mengepak semua barangnya ke dalam mobil taksi online, Irina segera duduk di kursi belakang mobil dengan perasaan cemas. “Cepet ya pak, saya buru-buru banget nih.” Dengan nada yang terdengar lelah karena seminggu ini tidurnya memang bisa dibilang bukan tidur yang sehat. “Iya, mbak. Pasti cepet, kebetulan nih masih pagi banget yang lain masih pada ngorok.” Cengir pengemudi taksi online dan segera membawa mobilnya melaju ke jalanan yang masih sepi. Mata Irina terasa sangat berat dan sesekali matanya menutup saat mobilnya berjalan mulus melintasi jalanan yang masih lengang. Sopir yang diketahui Irina bernama Herlan memang menjalankan mobilnya lebih cepat namun masih dalam batas normal. Sesekali Iriana mengubah posisi duduknya untuk sekedar membuang kantuk yang sebenarnya percuma saja. Matanya masih saja tidak mau diajak kompromi. Dua puluh menit kemudian sopir memarkir mobilnya tepat didepan kantornya dengan mulus. Sopir langsung turun dari kemudinya dan membantu Irina menurunkan barang bawaannya yang cukup banyak untuk ukuran perempuan mungil seperti Irina. “Makasih, pak.” Irina menyunggingkan senyumnya mengucapkan rasa terimakasihnya untuk supir yang sudah membantunya. “Iya, sama-sama mbak. Ditunggu bintang limanya mbak. Semoga sukses.” Balas supir itu. Irina hanya memberikan senyumannya dan segera masuk ke kantornya dengan terburu-buru. Irina cepat-cepat masuk ke ruang meeting dan menaruh barang bawaanya. Masih kosong. Untunglah, bosnya itu belum datang jadi Irina bisa pergi ke pantry dan membuat segelas kopi hitam untuk sekedar membuat kantuknya menghilang. Setelah Irina kembali, tak lama bosnya datang bersama seseorang yang membuat mata Irina hampir loncat dari tempurung tengkoraknya. Irina hampir saja menumpahkan kopi panasnya. Irina begitu kaget melihat seseorang yang mengingatkannya akan rasa sakit yang ternyata masih menggorok dari masalalunya. Untuk beberapa saat Irina hanya diam dan menatap orang yang kini ada dihadapannya. “Ok, guys. Kita mulai saja meeting-nya sekarang.” Bos Lena memulai meeting-nya saat Irina kembali menatap mahkluk indah yang paling Irina benci. Oh, Tuhan kenapa dia masih terlihat indah setelah rasa sakit yang dia berikan dulu? Benak Irina terus mengoceh. “Irina, perkenalkan. Beliau adalah Rayen Mirano dari keluarga Mirano group. Pak Rayen, ini adalah Irina, even manager disini yang akan bertanggung jawab untuk acaranya.” Bos Lena memperkenalkan mereka berdua yang sebenarnya sudah saling mengenal. Lebih dari kenal. Irina masih dengan keterkejutannya memperhatikan Rayen saat Rayen mengulurkan tangannya seolah ini adalah pertemuan pertama mereka. “Hallo, Irina. Senang berkenalan dengan anda.” Rayen mengulurkan tangannya dengan menyunggingkan senyuman yang sudah lama Irina rindukan, atau mungkin sekarang Irina membencinya. Entahlah. Perlahan Irina menyambut tangan Rayen dengan heran. Rayen lupa ataukah dia pura-pura lupa kalau Irina adalah orang yang pernah disakiti Rayen dimasa lalu. Benak Irina terus bertanya-tanya. Meeting kali ini terasa lebih lama bagi Irina. Jika dihitung dengan waktu sebenarnya sama saja seperti meeting lain pada umumnya, namun yang membuat meeting ini terasa lebih lama adalah kehadiran Rayen, orang yang paling Irina benci. Sikap biasa yang diperlihatkan oleh Rayen padanya, saat Irina masih sibuk dengan beruntun pertanyaan dalam benaknya, Rayen begitu santai dan serius saat meeting, seolah memang tidak pernah terjadi apa-apa diantara mereka. Bukan berarti Irina berharap dipeluk karena dirindukan Rayen setelah rasa sakit yang ditinggalkan oleh pria itu. Setidaknya ada ekspresi terkejut dari Rayen setelah 4 tahun ini mereka berpisah tanpa saling mengucapkan selamat tinggal. Bos Lena segera memberikan perintah kepada Irina untuk mengecek segala persiapan pernikahan dan menyuruh Irina untuk mengikuti arahan dan keinginan dari Rayen sebagai yang punya acara. “Irina. Segera kerjakan semua tugas yang sudah kita sepakati tadi. Dan oh, ya. Karena Pak Mirano sendiri yang sudah menyempatkan waktunya untuk langsung terjun mengurus segala persiapan jadi ikuti arahan dari Pak Mirano mengerti?!” bukan pertanyaan sebenarnya tapi perintah. “Baik, bu.” Jawab Irina dengan suara yang sedikit bergetar. “Terimakasih, Pak Mirano karena sudah repot untuk menghadiri meeting kali ini, walaupun saya tahu anda pasti sibuk. Yah, sebagai seorang CEO sebenarnya anda bisa saja mewakilkannya kepada asisten atau seseorang yang anda percaya”. Bos Lena terus saja memuji Rayen sepanjang meeting tadi. Tapi, tunggu. Irina mengerutkan dahinya saat mendengar Rayen adalah seorang CEO. “Anda terlalu memuji saya. Saya hanya tidak terlalu percaya jika orang lain yang harus menangani acara sepenting ini”. Sorot mata Rayen langsung menerobos tajam ke mata Irina. Sejurus kemudian, Rayen menyunggingkan seyuman manis kepada bosnya yang ... oh Tuhan, Irina begitu merindukan senyum itu tapi Irina juga sangat membencinya. Kenapa Rayen masih saja sama seperti dulu. Tidak. Rayen semakin menggoda setelah perpisahan mereka yang tanpa ada kata perpisahan. Wajah yang begitu tegas dengan tulang rahang yang semakin mempertegas ketampanannya dan siap menggoda setiap wanita, mata yang masih menenangkan siapapun yang berpandangan dengannya, rambut yang kini disisir klimis memberi kesan rapih pada penampilannya kini mengingatkan dirinya dulu, Rayen yang lebih suka dengan rambut acak-acakan khas anak teknik, ditambah dengan rambut tipis yang kini tumbuh dibagian dagu dan sekitar pipinya. Kenapa setelah perpisahan mereka selama bertahun-tahun Rayen semakin membuat wanita menggoda? Irina segera membereskan barang-barangnya begitu ia sadar telah mengagumi orang yang paling dia benci namun kini begitu menggodanya. “Baiklah, sepertinya kita harus berpisah disini Pak Mirano. Semua yang tadi kita bicarakan akan segera Irina kerjakan. Tolong beritahukan pada Irina jika ada kekurangan lainnya.” “Terimakasih atas sarannya.”. Oh, Tuhan suaranya pun masih sangat menggoda. Poin paling menyebalkannya adalah Irina harus ikut Rayen Mirano kali ini karena ada perubahan rencana. Irina harus mengubah hampir semua dan harus dengan perintah dan keinginan dari Rayen Mirano kali ini. Pekerjaannya selama ini dan perjanjiannya dengan beberapa vendor benar-benar harus dirombak dan diubah atas keinginan Rayen Mirano. Irina segera mengikuti Rayen menuju mobil SUV milik Rayen untuk segera melaksanakan tugas yang harus  Irina selesaikan hari ini juga. Mulai dari gedung yang harus dipilih secara langsung oleh Rayen, dekorasi pesta yang harus sesuai selera Rayen dan tema acara yang dirombak hampir keseluruhannya yang kini benar-benar membuat Irina sibuk, terlebih hari ini Irina belum sarapan dan hanya meminum segelas kopi yang sebenarnya baru seteguk Irina minum. Irina segera menuju kursi belakang mobil untuk masuk tapi Irina dikagetkan oleh Rayen yang tiba-tiba berhenti dan menabrak punggung besar Rayen. “Mau kemana kamu?” tanya nya kemudian dengan nada suara tajamnya. “Saya?” Irina merasa terheran dengan peranyaan yang tak ia duga dari lelaki menyebalkan ini. “Memangnya ada orang lain lagi disekitar kita?” jawabnya sinis. “Saya mau masuk mobil pak”. Sumpah demi apapun Irina benar-benar kaget dengan sikap Rayen. Pria paling sopan dan paling menyayangi Irina dimasa lalu kini benar-benar membentak Irina. Irina semakin yakin Rayen memang sudah lupa pada Irina. “Atas izin siapa kamu duduk dibelakang bersama saya?” “....” “Kamu duduk didepan” Irina masih terbengong tak percaya, baru saja Rayen membenaknya, “Baik, Pak”. Irina dengan susah paya membuka pintu depan mobil setelah keterkejutannya mendengar bentakan Rayen. “Hari ini jadwal saya padat dan saya harap kamu tidak menghambat pekerjaan saya.”.ucapnya kemudian tanpa ada rasa bersalah. Irina hanya duduk di kursi depan mobil dan menutup rapat mulutnya dan hanya mendengarkan Rayen yang sedang berbicara dengan lawan bicaranya di telepon yang entah siapa. “Kamu selesaikan materi presentasinya dalam waktu 1 jam. Client akan datang jam 12 nanti dan saya mau semuanya harus sudah beres di ruang rapat. Mengerti?” Rayen begitu tegas saat memberikan perintahnya kepada orang yang pasti jadi lawan bicaranya yang Irina yakini pasti adalah sekertarisnya atau siapa pun itu, ia tidak terlalu memperdulikannya. Rayen terdengar diam untuk beberapa saat dan mendengarkan teman bicaranya disebrang sana. Sial. Irina hanya bisa mencuri dengar karena tidak bisa melihatnya secara langsung. Melihat dari kaca spionpun hanya sekilas saja. Wajahnya terlihat sangat serius sekali. “Saya tidak mau tahu yang saya mau setelah saya sampai di kantor semuanya harus sudah beres. Terdengar suara dari perut seseorang. Oh, sial. Itu suara dari perut Irina yang menagih sarapan tadi pagi. Jangan bersuara lagikumohon, pinta Irina dalam hati. Irina tak lagi mencuri dengar percakapan Rayen. Kini Irina memegang perutnya berharap tak ada lagi suara menagih makanan dalam perutnya. “Kamu belum sarapan?” Rayen bertanya setelah menutup teleponnya. “Be..belum Pak.” Irina berkata sejujurnya karena percuma saja jika ia harus berbohong. “Pak Budi, berhenti di depan kalau ada restaoran atau rumah makan. Saya tidak mau ada orang yang pingsan saat sedang bekerja”. “Baik, tuan muda”. Supirnya menurut dan segera mencari tempat yang diperintahkan. Kenapa perut Irina tidak bisa diajak kompromi saat seperti ini? Sepertinya hari ini Irina harus rela menahan malu didepan orang yang paling Irina benci ini. Mobil diparkir disebuah supermarket yang pertama mereka jumpai. Justru superarket seperti ini lebih baik untuknya dibanding harus ke rumah makan dengan jaminan keselamatannya. “Cepat masuk saya tidak mau terlambat hanya karena menunggu orang yang sedang kelaparan” Irina memberengut saat turun dari mobil. Untunglah Irina duduk di depan jadi Rayen tidak akan melihat raut kesal Irina. Irina segera masuk mobil setelah mendapatkan makanan yang dipesan. Sepotong sandwich dan segelas Ice Greentea. “Kamu makan di mobil saya?” Rayen benar-benar mengagetkan Irina. “Iya, Pak. Kan biar cepet.” “Tapi saya tidak suka ada bau makanan apapun di mobil saya.” “Maaf. Tadi...” “Saya gak habis pikir. Saya harus bekerja dengan orang seperti kamu. Duduk di mobil seenaknya dan membawa makanan seenaknya tanpa izin.” Gerutu Rayen. “Ya, sudahlah. Saya tidak mau terlambat. Kali ini saya akan membiarkan kamu. Jalan Pak.” perintahnya lagi pada supirnya “Baik, tuan muda.” Selera makan Irina sebenarnya sudah hilang, tapi dia tidak mau perutnya itu membuat masalah lagi. Jadi, ya sudahlah Irina dengan susah payah menelan habis makanannya. “Oh, ya pak Budi. Sekarang kita ke Kantor dulu.” “Tapi, Pak Gedungnya kan harus di booking hari ini juga.” “Saya sudah bilang kan, skejul saya padat. Jadi, kita akan ke gedung setelah urusan saya selesai.” “Tapi pak, saya sudah membuat janji dengan Vendornya.” “Hah, apa saya perduli?” ucap Rayen mendengus. Rayen benar-benar menyebalkan. Benak Irina terus saja mengumpat Rayen dalam hati. Kalau tahu begini, harusnya tadi Irina menunggu urusan Rayen dikantornya bukan malah mengikuti Rayen ke kantor pria itu. Mereka memasuki kantor Rayen setelah tiba. Rayen segera menuju ruang persentasi dan Irina hanya mengikuti Rayen dari belakang. “Kamu tunggu di ruangan saya.” “Baik, Pak.” Irina berbalik setelah mendengar perintah Rayen dan segera membalikan badannya untuk menanyakan ruangan Rayen dan dibalas dengan menutupnya pintu karena Rayen sudah masuk ke ruang presentasi. “Ruangannya Pak?” Terlambat. “Sebenarnya dia Rayen bukan sih? Jutek  banget seenaknya lagi. So gak kenal lagi sama gue. Apa dia  emang udah lupa ama gue? “ Irina menggerutu sendiri dengan sikap Rayen padanya, “Udahlah. Dasar orang kaya, lupa kan sama gue. Bener-bener. Kalo bukan karena tuh orang klien gue, males banget gue.” Irina terus mengumpat setelah Rayen tidak ada didekatnya lagi. Irina segera menuju ruangan yang diberitahukan receptionis perusahaan Rayen dan duduk di ruangan yang berkesan maskulin khas seorang pria. Rapih juga ruangannya, dengan beberapa buku bertengger di rak buku belakang sofa panjang. Meja kerjanya juga terlihat nyaman yang menampilkan langsung pemandangan kota.   ***   “Kamu tunggu diruangan saya.” “Baik, Pak” Rayen segera menutup pintu setelah memberikan perintah kepada Irina. Ya, Irina. Gadis manis yang masih mungil seperti dulu, tapi sekarang Irina lebih terlihat dewasa. Dan sialnya semakin menggoda. Kenapa Irina bertambah cantik setelah perpisahannya itu? Rasa sakit itu, masih selalu Rayen rasakan hingga kini. Penghianatan gadis yang paling dia cintai itu masih dia ingat dengan jelas. Satu-satunya gadis yang paling ingin dia habiskan hidup dengannya itu kini menjadi gadis yang paling dia benci. Tapi masih saja membuat Rayen merindukannya. Setelah pertemuan pertamanya selama bertahun-tahun itu, Irina juga masih memakai parfum yang sama dan selalu membuat Rayen hampir memeluk Irina karena merindukannya. Rambut hitam panjangnya yang dikuncir kuda masih terlihat indah bergoyang dikepalanya. Kulit putih mulusnya masih Rayen rindukan. Mata bulatnya yang masih terlihat ceria setelah penghianatan yang diberikannya. Bibir indah yang diberi lipstik warna peach lembut yang semakin membuat Irina cantik. Seharusnya Rayen membencinya sekarang, tapi Irina benar-benar menggoda. Untunglah dia masih bisa mengendalikan diri dan mengingat rasa sakit yang diberikan gadis itu dan bisa bersikap profesional dan membiarkan Irina dengan kebingungannya karena Rayen terkesan seolah tidak mengenalnya. Sepertinya, Irina tidak kaget dengan pertemuan pertama mereka setelah bertahun-tahun karena setelah menjabat tangannya tadi Irina tidak bertanya tentang masa lalu mereka atau sekedar menanyakan kabar. Ah, Rayen tahu. Itu memang sudah menjadi sifat Irina. Rayen menempelkan telinganya di pintu setelah memberikan perintah kepada Irina. Terdengar Irina mengumpatinya, tapi suaranya semakin menjauh. Ternyata Irina masih mengenalnya. Rayen segera menyunggingkan senyum miring, ternyata Irina masih mengingatnya. Rayen memang sangat membenci Irina tapi dia masih ingat dengan jelas minuman kesukaan yang Irina minum dan masih sama Ice Greentea. Rayen memang tidak merasakannya tapi Rayen masih ingat dengan bau minuman itu di mobil tadi. Rayen cukup puas dengan semua sikapnya, apalagi setelah melihat wajah tersiksa Irina. Irina memang cantik walau kelihatannya sedikit lelah, tapi whatever. Dia adalah Irina. Wanita penghianat yang paling Rayen benci. Setelah mendapat informasi dari kakaknya Tyas Mirano bahwa pernikahan kakaknya dipercayakan kepada WO Lein Wedding dan mendapatkan kabar Irina bekerja di WO tersebut, Rayen langsung mengajukan diri kepada kakaknya untuk terlibat. Kakanya sempat heran. Orang seperti Rayen mau terlibat dengan urusan pernikahannya, mengejutkan. Jangankan urusan pernikahannya,  datang pada saat lamarannya saja tidak. Rayen sangat beruntung, dia bisa membalaskan sakit hatinya meski belum setimpal kepada Irina dengan mengajukan keluhan yang sebenarnya ia buat agar Irina semakin sibuk dan semakin dekat dengannya agar Rayen bebas untuk menyiksa Irina. Rencana sempurna bagi Rayen.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN