Bab 5. Buruan Bikin Bayi

1489 Kata
Gita menatap punggung Jeff yang tegap. Pria itu baru saja keluar dari mobil dan berdiri menunggunya. "Ya ampun, aku pasti bisa melakukan ini." Gita membuka pintu mobil dan ikut melangkah keluar. Ia dibuat takjub dengan rumah besar Jeff yang dicat putih sempurna. Rumah itu terlihat mewah dengan pilar-pilar yang tinggi dan kokoh. Tamannya juga sangat indah dengan dihiasi lampu serta air mancur di tengah-tengah. "Jangan bengong aja," tegur Jeff. Gita mengatupkan bibirnya. Ia pasti sudah ternganga melihat kemewahan rumah Jeff. "Maaf, Pak. Rumah Bapak ... ehm ... maaf, Mas. Belum terbiasa." Jeff mendekati Gita. Ia jadi cemas kalau gadis ini akan terlihat kampungan jika bersanding dengannya. "Jangan terlalu norak. Aku mau kamu berakting jadi tunangan dan calon istri aku. Jadi kamu harus jaga sikap kamu." "Iya, aku ngerti. Cuma aku masih shock banget. Rumahnya beneran megah," kata Gita. Jeff merangkul bahu Gita. Aksinya berhasil membuat Gita membelalak. "Kita harus tampil mesra bahkan di depan pelayan rumah aku. Kamu mengerti?" "Seratus persen mengerti," kata Gita mantap. Dadanya bertalu-talu ketika ia digiring masuk ke teras lalu pintu utama dibuka. Beberapa pelayan menyambut kedatangan mereka berdua dan membungkuk hormat. "Selamat datang, Tuan, Nona." Jeff mengangguk pada mereka. Ia lalu membalik badan dan menunjuk Gita dengan telapak tangannya yang terbuka. "Ini Gita, calon istri saya. Layani dia dengan baik di sini." "Baik, Tuan." Para pelayan menjawab dengan kompak. "Bagus. Tolong siapkan makan malam untuk kami," titah Jeff. "Baik, Tuan. Makan malam akan segera siap," jawab Fina, kepala pelayan di rumah itu. Jeff mengangguk dan tersenyum. Ia merangkul Gita lagi. "Ayo, Sayang. Kita ke kamar." Gita menahan diri untuk tak melotot. Ia juga tak tahu apakah ia harus menyapa para pelayan atau tidak. Jadi, ia pun mengikuti tarikan tangan Jeff menuju anak tangga. Kedua matanya mengedar hati-hati. Rumah ini bak istana. Seharusnya ia bersyukur bisa menikah dengan pria konglomerat. Ia bisa hidup makmur dan mendapatkan banyak pelayanan di sini. Ia bisa menjadi nyonya rumah. Astaga, itu adalah impian semua wanita miskin. "Mas, apa kita harus tidur sekamar mulai malam ini?" tanya Gita. Jeff menghentikan langkahnya di depan pintu kamar. "Tentu saja. Mereka akan curiga kalau kita beda kamar. Bukannya kamu harus berperan sebagai wanita hamil muda mulai sekarang?" "Ah, ya. Mereka pasti mikir kalau kita udah pernah tidur bareng," kata Gita gugup. "Ya. Dan karena aku nggak mau kita ketahuan, kita harus bergegas biar kamu hamil," ujar Jeff. "Apa?" Jeff tak menjawab. Ia membuka pintu kamar lalu mengedikkan dagunya pada Gita. "Masuk!" "Ehm, Mas nggak akan ngajak aku bikin bayi malam ini, kan?" "Kamu nggak boleh menolak kalau aku menginginkan kamu, Git," ujar Jeff. Ia mendorong bahu Gita dan membuat wanita itu melangkah masuk. "Udah aku bilang, kita harus bergegas. Jadi ... sekarang juga nggak masalah." "Apa?" Gita membalik badan. Ia dibuat melotot betulan kali ini karena Jeff tengah melucuti jasnya. Lalu membuka anak kancing kemejanya satu persatu. "Ayo kita coba sekarang," kata Jeff. "Mas, ya ampun! Kita belum sah nikah!" protes Gita. Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan karena Jeff telah bertelanjang d**a. "Kamu harus tahu, aku orangnya nggak sabaran. Kamu harus hamil dan melahirkan. Jadi, kita nggak perlu berlama-lama menjadi suami-istri," ujar Jeff. Ia menurunkan tangan Gita dari wajahnya. "Berbaring di situ! Cepat!" Gita merasa ngeri dengan perintah Jeff. Ia tahu ia hanya menjadi istri bayaran, tetapi ia juga tak ingin diperlakukan seperti ini. "Mas ... seenggaknya kita harus nikah dulu," kata Gita mencoba melobi Jeff. Namun, pria itu tampak tak peduli dan langsung mendorong Gita ke ranjang. Gita memberontak saat Jeff mengungkung tubuhnya. Keduanya bertemu tatap dengan napas yang sama-sama memburu. Jeff sama sekali mencintai Gita, membayangkan tidur dengan Gita saja tidak. Namun, ambisinya untuk memiliki perusahaan sangat besar. Asalkan ia bisa menghamili Gita, ia tak peduli. Ia terlanjur membuat kebohongan bahwa calon istrinya telah hamil, jadi ia harus cepat-cepat melakukannya. "Aku nggak menerima perlawanan, Git. Kita sama-sama butuh, jadi ... lakuin aja," ujar Jeff. Gita memejamkan mata saat bibir Jeff mendekati bibirnya. Ia pernah berciuman, tentu saja, dan ciuman itu adalah ciuman penuh hasrat. Berbeda sekali dengan situasi saat ini. Dadanya berdebar karena takut dan setengah tidak ikhlas jika ia harus disentuh Jeff dengan cara seperti ini. Bibir Jeff menyentuh bibir Gita dengan lembut, tetapi tiba-tiba ketukan pintu terdengar dari luar. Jeff mendesis kesal. Ia menoleh ke pintu kamar masih dengan posisi menindih tubuh Gita. "Maaf, Tuan!" terdengar suara Fina. Gita merapatkan kedua kakinya yang terkulai di tepi ranjang. Ia mencoba bernapas meskipun itu tak mudah lantaran Jeff masih ada di atas tubuhnya. "Tuan besar datang." Jeff menegakkan tubuhnya sedikit. Ia terlihat agak panik hingga membuat Gita ikut-ikutan panik. "Papa ke sini." Papa. Gita menelan keras. Ia tak terlalu mengenal sosok Andi Wicaksono. Namun, ia tahu siapa pria itu. Pimpinan perusahaan, ayah dari Haris dan Jeff. "Apa beliau tahu aku ... aku hamil?" tanya Gita. Jeff berdiri cepat lalu menyambar kemejanya. "Belum tahu. Tapi nanti aku kasih tahu biar kita diberi restu buat nikah secepatnya. Kamu ... ganti baju kamu. Ada di lemari, pilih gaun yang cantik dan rapikan rambut kamu! Cepat!" Jeff berlari ke pintu. Ia mendapati Fina masih ada di sana. "Papa di bawah?" "Ya. Beliau bilang hendak makan malam bersama Anda dan kekasih Anda," kata Fina. "Oke. Bilang sama Papa, kami akan segera turun." Jeff menutup pintu. Ia membalik badan lalu menatap Gita yang telah mengganti pakaiannya dengan gaun berwarna putih tulang di atas lutut. Gaun itu menempel pas di tubuhnya dan membuat lekuknya terlihat indah. Jeff menelan saliva saat Gita menyisir rambutnya dan menyemprotkan parfum yang telah ia siapkan di meja rias. Gita juga memoles sedikit wajahnya dengan bedak dan lipstik. Jadilah, gadis itu terlihat jauh lebih cantik dibandingkan tadi. "Gimana, Mas? Lumayan?" tanya Gita. "Ehm." Jeff hanya menggumam. Ia lalu mengulurkan tangannya pada Gita. "Ayo. Papa mau makan bareng kita. Ingat, jangan kelihatan norak!" Gita mengangguk. Beruntung, ia bersekolah di jurusan sekretaris. Ia sudah cukup sering mempelajari table manner dan aneka attitude yang pantas ketika berada di jamuan ataupun pesta. Namun, meskipun memiliki skill itu, Gita tetap saja gugup. Ia tetaplah gadis miskin yang berpura-pura menjadi tunangan pria konglomerat. Ia harap, ia tak akan terlalu memalukan. "Itu Papa," kata Jeff ketika ia membawa Gita ke ruang makan. Di kursi utama, duduklah Andi. Pria itu langsung menatap Gita dari atas hingga bawah. Lumayan. Gita terlihat cantik dan cukup elegan. Namun, rasanya Gita tidak asing di matanya. "Pa, ini Gita. Dia calon istri aku," kata Jeff memperkenalkan Gita. Ia memberi Gita tatapan penuh makna dan gadis itu tersenyum paham. "Malam, Om. Saya Gita, salam kenal," sapa Gita. Ia membungkuk hormat pada Andi lalu menjabat tangan ayah dari Jeff itu. "Dia cantik juga, tapi ... dari mana asalnya?" tanya Andi dengan tatapan curiga pada Jeff. "Kamu selalu menolak untuk menikah lagi. Papa udah sering siapin gadis yang terbaik untuk kamu. Kenapa tiba-tiba kamu bilang kamu udah punya calon?" Jeff telah menduga ayahnya akan bertanya begini. Namun, ia dan Gita telah sepakat untuk membuat kepalsuan. "Aku nolak semua perjodohan itu karena aku udah lama pacaran sama Gita. Udah setahunan." Gita memberi anggukan kepala untuk meyakinkan Andi. Dalam hatinya, ia gugup sekali. "Apa? Setahun lebih?" Kini Andi kembali menatap Gita dengan penuh kecurigaan. "Dia masih muda banget dibandingkan kamu. Di mana kamu kenal sama dia?" "Sejak Gita masih kuliah kami udah kenal," kata Jeff. "Jadi kenapa kamu nggak cerita sama Papa?" "Karena Gita ... dia gadis dari keluarga biasa. Aku yakin Papa nggak akan setuju," jawab Jeff. Andi mendesahkan napas panjang. Ini yang tidak ia sukai. Gita memang cantik, tetapi tetap saja ada sesuatu yang terasa janggal di sini. "Dia bukan dari kalangan atas?" "Tapi aku cinta sama Gita! Dan aku cuma mau nikah sama Gita," kata Jeff tegas. Ia meremas tangan Gita demi aktingnya. Andi tertawa mencela. "Kamu bilang, kamu mau jadi pimpinan perusahaan seperti Papa. Tapi kamu pilih gadis nggak berguna kayak gitu?" Ucapan Andi membuat Gita merasa muak. Yah, ia tahu orang kaya sering melakukan perjodohan antar orang kaya. Namun, ia juga tak ingin dihina begini. "Kamu tahu Astrid, istri Haris? Dia dari keluarga Abimanyu yang memiliki saham cukup banyak di perusahaan kita. Seharusnya kamu lebih bijaksana lagi, Jeff. Biar Papa ...." "Gita hamil anak aku," potong Jeff. Kedua mata Andi membelalak. Begitu juga dengan Gita. Gadis itu mencoba untuk tetap tenang. "Dia apa?" tanya Andi seolah ingin mengonfirmasi ucapan Jeff tadi. "Gita hamil. Dia akan melahirkan anak aku," kata Jeff. Andi menatap perut Gita yang datar hingga Gita merasa agak risih dan cemas. Tentu saja karena ini hanyalah kebohongan. "Kamu mengandung bayi penerus keluarga kami?" tanya Andi. Gita tak punya pilihan lain. Ia mengangguk dengan senyuman rikuh. Andi masih tak menyukai Gita, tetapi kehamilan Gita cukup membuat hatinya senang. "Kamu yakin itu anak kamu, kan?" "Tentu aja, Pa. Kami saling mencintai," jawab Jeff seraya merangkul dan mencium pipi Gita. Gita memerah sempurna sementara Andi masih merasa galau. Jeff selalu terlihat kaku dan dingin sejak menduda. Namun, malam ini Jeff terlihat begitu bahagia. Gita bahkan telah hamil. "Aku mau menikahi Gita secepatnya, Pa," kata Jeff.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN