4

1032 Kata
Sudah satu minggu ini Bintang berada diluar kota. Dia sedang mengikuti seminar kedokteran di Jakarta. Ada sesuatu yang menggelitik hatinya. Entah itu rindu atau apapun namanya. Hanya saja Bintang merasa ingin cepat pulang. Satu minggu ini pula gadis gugup itu belum menelfonnya. Apa semua orang di kampung itu sehat semua ya? Sampai tidak ada yang memanggilnya ke rumah mereka untuk berobat. Padahal Bintang sangat ingin mendengar gadis itu meskipun ia tahu jika gadis itu menelfon, dia pasti tidak bisa datang sebab masih diluar kota. Bintang menarik nafas panjang. Besok hari terakhir di kota ini. Rasanya satu minggu sangatlah lama. Sebelum pulang Bintang ingin berkunjung ke puskesmas tempat pamannya bertugas. Tepatnya di kota Bandung. Sudah lama dia tidak main ke tempat itu. Puskesmas itu masih seperti dulu. Hanya cat temboknya yang terlihat lebih segar. Mungkin baru di cat ulang lagi, tapi dengan warna yang sama saat ia tinggal disana. "Assalamualaikum..." Bintang menyapa seorang dokter yang sudah mulai beruban. Beliau kelihatan asyik dengan tanaman apotek hidup di depan puskesmas itu. Beliau menoleh dan sedikit terkejut. Lalu senyum terukir di wajahnya. "Wah...wah.. siapa yang datang?" Beliau bangkit dan menyapa Bintang. "Apa kabar dok?" Begitulah meski dokter Ilyas ini pamannya, tapi Bintang terbiasa memanggilnya dokter. Lucu memang. Namun karena pamannya inilah Bintang kecil bercita-cita jadi dokter setelah dewasa. Dan ia berhasil mewujudkannya. "Seperti yang kamu lihat... aku semakin menua, hehehe." "Ah dokter menurutku masih sama seperti yang dulu." Bintang tersenyum. "Sedang tidak ada pasien dok?" "Ya.. seperti yang kamu lihat. Kau tahu sendiri kan, masyarakat disini berobat ke puskesmas hanya pagi saja. Sore begini mah jarang ada yang datang. Paling maunya ke tempat praktek saya langsung." Bintang manggut-manggut. "Kamu sengaja kemari atau bagaimana?" "Saya habis pulang seminar di Jakarta, sekalian kemari." "Bagaimana kabar di Tasikmalaya, sehat semua?" "Alhamdulillah dok, sehat." Tiba-tiba handphone berbunyi. Dokter Ilyas mengangkat telepon. Agak menjauh dari Bintang. Sepertinya dari tempat beliau praktek. "Bintang, kita ke tempat praktek saya. Bagaimana?" Bintang mengangguk. Dr Ilyas bercerita tempat prakteknya semakin hari semakin banyak pasien yang datang. Hal itu mengharuskan ia untuk buka tepat waktu. Dia juga berencana akan menambah pelayan baru. Untuk membantu beres-beres di tempat prakteknya. Tempat beliau praktek berada di samping rumahnya. Jadi beliau butuh orang yang cekatan untuk sekalian bantu-bantu di rumahnya. Katanya sih, pegawainya sudah dapat orang yang akan menjadi pelayan disana. Setelah cukup berbasa basi dan melepas rindu dengan lelaki tua itu, Bintang segera undur diri. "Lha, aku belum menjamu makan. Kenapa buru-buru? Tunggulah sampai aku selesai jam 9 malam." "Terima kasih dok. Saya harus masuk kerja lagi besok pagi. Lagipula di kampung sudah banyak yang nelfon saya." "Ahaha... Ya,ya. Baiklah. Kalau begitu, lain kali kita makan ya?" Bintang mengangguk sopan. Beberapa menit kemudian dr Ilyas nampak sibuk dengan pasiennya. Bintang melihat sekeliling. Dia melihat bayangan gadis yang lewat di belakang rumah pamannya ini. Dia merasa ada sesuatu yang hangat dihatinya. Tunggu! Siapa dia? Bintang menangkap bayangan gadis yang tidak asing baginya. Penasaran. Itulah yang pertama terlintas di pikirannya. Bintang mengikuti gadis itu sampai gadis itu masuk ke dapur. Bintang berhenti. "Bi Jum! Apa kabar?" Bintang menyapa wanita paruh baya yang sedang menyiram bunga-bunga di halaman belakang. "Eh.. ini Den Bintang kan?" Bintang hanya senyum dan mengangguk. "Weleh-Weleh... sudah lama tidak bertemu. Den Bintang makin gagah ya?" "Ah Bibi bisa aja. O ya bi, em.. bibi tahu ada pelayan baru disini?" "Oh iya ada Den. Katanya dia datang dari kampung. Waktu bibi belanja sayuran di pasar. Bibi ketemu dia. Ngobrol katanya dia butuh pekerjaan. Bibi ingat kalau Pak Dokter butuh pelayan baru yang cekatan. Ya sudah bibi tawarin kerja disini." "Oh, gitu ya bi..kalau boleh tahu, siapa namanya bi?" "Namanya Aisha. Masih muda lho Den? Kasihan. Katanya dia ingin kerja untuk membantu membiayai adik-adiknya di kampung." Degh! Ternyata benar! Dia disini. Ya Tuhan entah kenapa ada banyak bunga tumbuh dihati Bintang memberikan rasa hangat yang nyaman. Bi Jum menatap bingung. "Memangnya kenapa Den?" Bintang masih asyik dengan pikirannya. Dia harus bertemu gadis itu! "Den Bintang kenal Aisha?" Pertanyaan Bi Jum mengagetkan Bintang. "Ah kenapa bi? Oh ya, saya masih ragu. Apa mungkin orangnya sama dengan yang saya kenal. Boleh saya bertemu dengannya?" "Oh tentu, Den." Bi Jum mengantar Bintang ke dapur. Dapur pamannya ini memang terbilang cukup luas. Bintang melihat punggung gadis yang sedang mencuci piring. Bintang tersenyum. Benar dia si gadis gugup itu! Ah.. Bintang tak sabar melihat betapa gugupnya gadis itu kalau menyadari dirinya ada dibelakang gadis itu. "Hei!!" Bintang menepuk bahu gadis itu. Aisha menoleh. Matanya seperti hampir keluar saking kagetnya. Bahkan gelas yang ia pegang hampir pecah karena dilemparkan begitu saja, untungnya Bintang sigap menangkapnya. "Do..dokter? Ke-kenapa ada disini?" "Hahaha... maaf mengagetkanmu! Kau seperti melihat hantu saja. Ya, aku disini. Hebatkan? Apa kau sedang memikirkanku?" Bintang tersenyum jahil. Kapan lagi dia bisa bebas menjahili gadis gugup ini? Kalau di kampungnya mana berani dia. Yang ada pasti jadi gosip tak sedap dan ujungnya orangtua Bintang yang turun tangan mencegah hubungan itu. Dijodohkan lagi. Bintang tak suka. Dan lihatlah, gadis itu pipinya merah semerah tomat. Hahaha lucu sekali. Rasanya sangat menggemaskan. "Ti-tidak, eh maksudnya saya... kaget. Dokter kok tahu alamat tempat saya kerja. Dokter nyari saya? Apa ada yang terjadi dengan keluarga saya? Nenek sakit lagi atau kenapa?" Bintang tak kuat menahan tawa. Oh.. lihatlah betapa lucunya gadis ini. Dengan percaya diri dia mengira Bintang tengah mencarinya. "Apa yang harus ku katakan ya.. emm.. kalau aku bilang aku ingin melihatmu, bagaimana?" Aisha melotot. "Apa??? Jangan dokter! Saya sedang bekerja. Saya sangat menyukai pekerjaan ini. Kalau majikan saya tahu saya takut dipecat" Aisha berbicara seakan tanpa titik dan koma. Dia panik. Bagaimana kalau majikannya berprasangka buruk padanya. Lalu dipecat. Oh tidak, jangan! Aisha harus segera menyuruh dr Bintang untuk pergi secepatnya. "Dokter .. se..sebaiknya dokter pulang dulu. Nanti sa-saya hubungi lagi." Mata Bintang berbinar. "Benarkah? Kau mau menelfonku?" Kepala Aisha celingak-celinguk. Seperti khawatir ketahuan. "Iya. Nanti saya hubungi dokter ya.. sudah-sudah sekarang dokter harus keluar." Aisha menyeret tangan Bintang keluar. Setelah merasa aman. Aisha menarik nafas lega. "Baiklah. Sekarang dokter pulang dulu, ya?" Bi Jum yang sedang di luar menyiram bunga hendak berbicara dan mencegah Aisha yang mengusir Bintang. Tapi tangan Bintang memberi isyarat agar bi Jum diam dan membiarkannya. Bi Jum menatap heran lalu memilih masuk ke dalam.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN