Setelah kembali ke Tasik, kehidupan Juwita perlahan-lahan berangsur tenang. Tak ada lagi pengacau dalam hidupnya. Kini hanya ada dirinya bersama kedua putranya yang masih kecil, menikmati hari-hari dengan cara yang sederhana. Namun, ketenangan itu bukan tanpa hambatan. Sebab, pergelangan kaki yang patah, tangan yang retak, dan rasa pusing yang kadang masih datang tiba-tiba membuat ruang geraknya sangat terbatas. Ia lebih banyak menghabiskan waktu di dalam rumah atau sekadar duduk di halaman, mengawasi anak-anak bermain tanpa bisa ikut merecoki. Kontrol lanjutan bersama ahli bedah saraf yang dulu menanganinya setelah kecelakaan pertamanya pun sudah ia jalani. Dokter itu dengan baik membandingkan hasil tes lama dan baru, mencoba memastikan tidak ada kerusakan yang lebih parah. Saat Juwita m

