Dikara menatap Billy yang kini berdiri dengan satu tangan di pinggang, kepala tertunduk lama seolah menahan beban yang berat. Tidak ada ucapan apapun atas keberhasilannya menemukan Jelita, tidak ada senyum lega, atau bahkan tidak ada kekaguman sama sekali. Hanya keheningan panjang yang menyelimuti. Sampai disatu titik, Billy pun mendongak dan memandang ke arahnya. Suaranya yang terdengar seperti bisikan angin yang dingin. “Jadi, kau ingin bilang bahwa kau meminta seseorang masuk ke kediaman Juwita, mengacak-acak rumahnya, mencari bukti tentang anak-anaknya, bahkan mencuri DNA untuk mencocokkannya denganmu, begitu?” Dikara hanya mengangguk pelan. “Kau bisa menyebutnya seperti itu.” Billy pun tertawa hambar. “Aku bisa menyebutnya begitu, ya?” Kemudian, Billy menatap tajam pria itu.

