Alvaro menyeret tubuhnya sendiri, salah satu tangannya terangkat mengulur ke arah Atala yang berada sangat jauh dari posisinya. Tubuhnya benar-benar terasa sangat remuk, darah mulai mengucur dari hidung, mulut hingga pelipisnya. Bahkan saat ini ia merasa dadanya terhimpit dan kesulitan untuk bernafas. Tidak! Ia tidak boleh mati dalam keadaan seperti ini. Ia merogoh saku celananya secara diam-diam, mengambil ponsel lantas menekan nomor Dokter Teguh untuk di mintai pertolongan. Ia tidak tahu lagi siapa yang ia mintai pertolongan kecuali temannya yang satu itu. "Halo, tumben telpon. Ada apa?" Sapa Dokter Teguh dengan ramah di seberang sang. Alvaro tak menyahut, sulit sekali untuk mengatakan sesuatu sekarang, di tambah lagi ia tak boleh mengeluarkan suara yang keras agar tak membuat para pe

