5. Jangan sentuh dia

1474 Kata
Aley hanya bisa mengerjapkan matanya berkali-kali karna matanya bertemu dengan mata Lean. Dia merasa seperti sedang kepergok atau tertangkap basah, andai saja dia bisa langsung kabur, tapi mau kemana dia bisa kabur? Lean mengerutkan dahinya ketika dia melihat Aley yang baru saja keluar dari ruangan bagian psikiater bersama dokter jantung yang sangat ia kenal. "Siang Dokter." Sapa Lean pada wanita disamping Aley. "Siang juga Lean. Bagaimana belajar kamu?" Tanya wanita bernama Dilia itu dengan sangat ramah. "Sangat baik berkat ajaran Dokter." Aley memandang Lean dan mamanya itu secara bergantian, sejak kapan mamanya mengenal sosok Lean? Kenapa dia tidak pernah  tau? Dan setaunya Lean bekerja di rumah sakit milik Zidi Group bukan di rumah sakit tempat mamanya bekerja. "Mah, kenapa mama bisa kenal Lean?" Tanya Aley akhirnya. Dia sangat penasaran. Dilia tersenyum sebelum menjawab. "Kamu kenal Lean?" Aley menganggukcepat untuk mengiyakan. "Lean mahasiswa spesialis jantung yang sedang dapat tugas di rumah sakit ini." "Loh, bukannya Lean bekerja di rumah sakit Zidi Group?" Tanya Aley bingung. "Loh bukannya kamu kenal Lean? kenapa kamu tidak tau?" Tanya mamanya balik dengan bingung. Lean berdehem untuk menghentikan kebingungan antara ibu dan anak itu karna dirinya. Tadinya dia sedikit syok karna ternyata Dokter sepintar Dilia adalah ibu Aley.  "Dok, apa dia ada masalah dengan kejiwaan?" Tanya Lean. Dilia tertawa mendengar pertanyaan itu, sedangkan Aley membulatkan matanya karna secara tidak langsung Lean sedang mengatainya pasien gangguan jiwa. "Ah, Lean kau ikut aku sebentar ada yang ingin kukatakan." Kata Aley langsung menarik tangan Lean untuk menjauhi mamanya. "Mah Aley pergi dulu, daaaa." Dia melambaikan tangan pada mamanya yang hanya bisa tersenyum melihat tingkah anak semata wayangnya itu. Aley membawa Lean ke taman rumah sakit dan duduk di bangku panjang dekat kolam ikan. Lean tak mau duduk disamping Aley, dia memilih bersender di tiang yang tak jauh dari Aley. Aley hanya bisa mendengus ketika melihat dokter-dokter muda cantik yang sedang koas di rumah sakit itu melihati ke arah Lean ketika sedang melintas, bagaimanapun Aley tidak bisa menyangkal bahwa cowok itu memang sangat menarik seperti Karel. Karel seperti lelaki bangsawan, tenang, dingin, datar dan menyejukkan, sedangkan Lean, dia ala-ala badboy yang sebenarnya tidak bad boy tapi Aley yakin dia sangat ketus pada perempuan. "Ada apa? Aku tidak punya banyak waktu." Kata Lean sambil melihat jam tangannya. "Tidak ada apa-apa. Aku cuma mau mengucapkan terimakasih karna sudah membantuku masuk ke perusahaan Zidi Group, tapi.. bagaimana bisa kau melakukannya?" Jawab Aley. "Soal itu aku hanya membalas hutang budiku. Dan masalah bagaimana bisa itu karna aku mengenal Sammy, kau pasti kenal dia, dia itu sepupuku." Aley mengerjapkan matanya berkali-kali. "Sepupu?"Tanya kaget. "Iya." "Pantas saja kau dan Karel sedikit mirip dengannya." "Apa kau sudah bertemu Karel?" Tanya Lean. "Karel bekerja di perusahaan itu juga?" Tanya Aley dengan wajah syoknya yang polos. Lean memasang wajah yang tak kalah syoknya. "Kau belum tau tentang Karel?" Tanyanya tak percaya. "Aku masih karyawan baru, manamungkin aku langsung mengenal semua karyawan. Tapi tadi aku bertemu dengannya sedang berteduh di supermarket dekat kantor. Aku mengatainya sedikit karna dia bisa berteduh di mobil atau ditempat yang lebih layak, tapi entah mengapa dia memilih berdiri di teras supermarket ditemani dua pria." Lean hanya bisa menghela nafas. "Ku beritahu kau satu hal, jika kau betemu dengan Karel, menghindar saja, jangan ajak dia bicara apalagi menyentuhnya. Kalau kau di pecat aku tidak bisa tanggung jawab. Jangan cari masalah, dia berbahaya seperti hantu. Kau mengerti?" Aley mengangguk  seolah dia benar-benar mengerti, padahal banyak pertanyaan-pertanyaan baru yang muncul di kepalanya. "Dan satu lagi, kalau kau memiliki masalah kejiwaan, kau harus menghindar jika tiba-tiba di kantor ada pemeriksaan kesehatan karyawan. Aku tidak yakin perusahaan mau mempekerjakan orang sakit jiwa." Ingin sekali Aley memukul kepala Lean karna sembarangan mengatainya. "Aku bukan sakit jiwalah!" Kata Aley sedikit keras. Lean cepat-cepat meletakkan jari telunjuknya di bibir. "Kau pikir ini di rumahmu?" "Kau mengataiku sakit jiwa. Aku bukan sakit jiwa, hanya saja sedang menyembuhkan ingatanku yang bermasalah dan membuatku melupakan beberapa orang. Awalnya aku berpikir untuk apa bersusah payah mengingat, toh hanya orang di masalalu yang tidak penting, tapi entah mengapa masalaluku sepertinya indah dan tak pantas dilupakan." "Lalu? Ada kemajuan?" Tanya Lean. Aley mengangguk. "Ya, banyak kemajuan." "Apa kau pernah mengalami kecelakaan?" Aley menggeleng. "Lalu?" "Ceritanya panjang, aku malas menceritakannya." "Terserah kau saja, aku harus kembali." Dengan langkah lebar Lean meninggalkan Aley, karna dia baru mengingat tadinya dia dipanggil untuk menghadap dekan fakultasnya yang sedang berkunjung. Aley melambaikan tangannya ke arah punggung Lean yang berjalan menjauh. Punggung yang akan menyelamatkan orang-orang dari penyakit yang dulu nyaris membunuh Aley. "Sebenarnya ceritanya tidak panjang, Lean..." lirihnya. **** Sekertaris Lio, sekertaris pribadi Karel yang waktu itu bertemu dengan Aley didepan supermarket tiba-tiba datang ke ruangan divisi pemasaran. Kedatangannya itu membuat orang-orang di ruangan mendadak menegang karna biasanya jika ada sekertaris Lio pasti ada Karel. Melihat tak ada tanda-tanda kemunculan Karel, semuanya kembali rileks dan menghembuskan nafas legah. Sekertaris Lio mengerutkan keningnya ketika melihat wajah Aley yang sedang berdiri cantik didepan mesin foto copy, tapi manamungkin gadis itu yang ia temui didepan supermarket bersama Karel waktu itu, pasti dia hanya salah orang, pikirnya. Tak mau pusing dia kembali berjalan cepat untuk datang ke ruang kerja Sammy. Lio meletakkan berkas ke meja Sammy. Sammy langsung menghebuskan nafas berat ketika berkas bersampul warna hitam dan emas itu datang padanya, karna berkas yang seperti itu adalah tugas penting langsung dari Karel, pastinya akan membuat kepalanya berasap. "Apa lagi tugas penting yang ia berikan padaku..." Ucap Sammy frustasi. Lio menarik kursi dan duduk berhadapan dengan Sammy. "Ada tugas penting. Karel akan berangkat ke New york untuk bertemu klien penting dan akan rapat besar tentang bisnis baru. Dia memasukkan daftar namamu wajib ikut." "Dia bisa mengajak yang lainnya dari divisi pemasaran kenapa harus aku?" "Ini berhubungan dengan iklan baru yang kau rancang. Iklan ini banyak mendapat perhatian petinggi karna sangat kreatif, dari 30 daftar rancangan iklan, hanya iklan ini yang membuat mereka tertarik dan diterima." Ucap Lio sambil menunjukkan gambar rancangan iklan terbaik. Sammy menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi dengan mulut yang melongo. "Kau tau? Ide iklan ini adalah ide terakhir yang ku masukkan karna terpaksa. Kami disuruh merancang 30 ide iklan tapi pas deadline hanya 29 yang dapat diberikan. Yang terakhir itu hanya ide asal-asalan Aleysia, karyawan baru di divisi kami." "Benarkah?" Kata Lio tak percaya. Sammy mengangguk dengan keadaan syoknya. "Karel menyuruhku untuk menyampaikan bahwa orang yang berkontribusi besar atau yang sangat paham tentang ide iklan ini harus ikut juga di perjalanan ini agar bisa ikut serta mempresentasikannya." "Tapi Aleysia seorang wanita. Kau tau sendiri bagaimana Karel elergi wanita karna traumanya." "Akan baik-baik saja asal wanita bernama Aleysia itu tidak mencoba menggoda atau menyentuhnya." Sammy mengangguk. "Aku akan membahas ini dengan Aleysia." **** Aley mengetuk pintu sebelum masuk ke ruangan Sammy. Dia langsung datang ketika sekertaris pribadi Sam menyampaikan bahwa dia disuruh rapat kecil dengan lelaki itu. "Kak Sammy memanggilku?" Tanya Aley. "Duduklah, ada yang ingin ku bahas denganmu." Aley menurut, dia langsung duduk dan merasa deg degan karna Sammy tampak sangat serius. "Ley, selamat, kau mendapatkan proyek neraka pertamamu." Kata Sammy memasang wajah kasihan pada Aley. Aley mengerutkan keningnya. "Ha?" Dia tidak mengerti sama sekali. "Kau tau? Akhir bulan seminggu yang lalu aku menyuruhmu merancang ide iklan yang ke 30 asal-asalan karna mendesak?" Aley mengangguk. Dia ingat bagaimana tiba-tiba tanpa perasaan Sammy menyuruhnya membuat ide iklan sebisanya, sendiri tanpa bantuan, karna yang lainnya pada sibuk mengerjakan 29 ide yang dirancang sebelum kedatangannya. "Dari 30 ide yang kita serahkan hanya ide milikmu yang diterima. Kau tau? Betapa hancurnya hatiku mengingat sudah babak belur menghandle 29 ide beserta prototype-nya tapi hanya ide milikmu yang diterima. Bagaimana bisa kau melakukannya? Apa kau anak jin? Indigo? atau anak cenayang" "Kak Sam, aku hanya membaca tema bisnisnya. Dari tema itu aku mendapatkan dua hal penting, perasaan dan kehidupan sehari-hari. Jadi iklan yang dibutuhkan tidak perlu harus ribet seperti yang kak Sam buat. Karna tema ini memfokuskan pada custumer yang berpenghasilan standart." Sammy mengangguk. "Ya, aku tau teori itu, aku sudah menerapkannya. Tapi kenapa tetap saja tidak satupun dari 29 ide itu diterima." Aley mengedikkan bahunya tidak tau. "Aku juga tidak tau bagaimana sistem penilaiannya." "Melihat daftar riwayat hidupmu, kau lulusan kampus bisnis. Jadi aku tidak bisa berkata apa-apa, kau ternyata memang sangat mengerti tentang periklanan." "Aku selalu mendapat nilai A tentang periklanan dan desain konikasi visual. Itulah kemampuanku, tapi aku tidak bisa hitung-hitungan seperti akuntansi, anggaran, dan antek-anteknya." "Aku bersyukur Lean memberikanmu padaku." Sammy memberikan berkas pada Aley. "Ini kau tandatangani karna kau harus ikut ke New york untuk perjalanan bisnis ini selama 5 hari, sangat lama memang karna banyak pekerjaan disana. Dan jangan lupa buat presentasi tentang ide iklan ini." Aley menghela nafas pasrah. "Sepertinya ini memang proyek neraka kak Sam. Bisakah aku kabur saja?" "Kau jangan coba-coba membunuhku, Ley. Kau tenang saja, jika semua ini berhasil kau akan dapat bonus besar. Jangan lupa traktir aku." Sam mengambil berkas yang sudah di tandatangi Aley. "Perjalanan bisnis ini akan menjadi perjalanan sangat penting. Mungkin ada 20 orang yang ikut dan hanya kau satu-satunya wanita. Jadi jangan jauh-jauh dariku. Mengerti?" Aley mengangguk mengerti. "Siap kak, Sam!" "Dan satu lagi. Presdir kita akan ikut. Ingat dua hal ini, jangan ajak bicara dia, dan jangan sentuh dia. Kalau ada perlu bicara dengan sekertarisnya, kau mengerti?" "Mengerti kak Sam." "Intinya jangan sentuh dia apapun yang terjadi. Kalau sudah mengerti kau bisa kembali." ______________
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN