Rizda’s POV “Mas, kali ini berhasil atau enggak ya?” tanyaku sembari meremas pelan tangan Mas Hanif yang melingkari perutku. Kami masih berbaring bersama di balik selimut tanpa sehelai benang pun. Kami baru saja saling menyalurkan rindu di malam yang syahdu. Anniversary kesepuluh. Tak terasa. Sepuluh tahun sudah berlalu sejak Mas Hanif mengucapkan akad di depan ratusan saksi. Menjabat tangan Ayah dengan begitu gagahnya. Pagi itu adalah pagi yang tidak akan pernah kulupakan seumur hidupku. Berdebarnya, perasaan campur aduknya, juga ketampanan suamiku yang tak tertandingi. Bahkan saat aku belum jatuh cinta padanya, pagi itu entah kenapa suamiku menjelma menjadi orang tertampan yang pernah kulihat. Baiklah, ini ada sisi bias karena dia adalah suamiku sendiri. Namun, siapa yang peduli? Bu