Dini menyelesaikan kunyahan di mulutnya dan meminum s**u putih pesanannya. Jantungnya rasanya mencelos begitu saja meihat pemandangan yang begitu harmonis itu. 'Apakah aku iri? Tapi aku iri untuk apa? Toh, mereka berdua bukanlah siapa-siapa aku,' lirih Dini membatin untuk menenangkan dirinya. Dini ingat betul pesan Mas Herman terahir di rumah sakit. 'Ini kota baru, bersikaplah selayaknya orang baru, kalau perlu ganti identitasmu dan rubah gaya berpakaianmu agar orang tidak mengenalmu dan tidak mengenal masa lalumu. Lupakan semua yang pernah terjadi di kota ini, bahagialah di sana dan jaga anak kita.' 'Lalu, aku harus mengganti namaku dnegan siapa?' cicitnya di dalam hati. Pandangannya beralih pada sisa makanan yang masih ada di piring. Pikirannya sedikit buyar karena melihat keharmonis

