Lexy menarik kasar kertas yang ada di tangan bodyguard, kembali membacanya dengan suara yang parau dan bergetar. Ia menggelengkan kepalanya lalu tersenyum dan tiba-tiba berteriak histeris. “Anakku … anakku ….” Sorot matanya dipenuhi dengan ketakutan dan keputusasaan. Ia meremas selembar kertas dengan tulisan mengerikan itu, tak terima jika anaknya harus mati karena kecerobohannya. Jujur, mendapatkan serangan seperti ini kembali membuat hatinya hancur, entah seperti apa mentalnya saat ini, mungkin sudah tak lagi berbentuk mental utuh karena sudah hancur berkeping-keping. Membaca setiap kata ancaman tersebut, seperti ditusuk oleh paku tajam yang langsung masuk ke dalam jiwanya, menciptakan badai emosi yang tak terkendali. “Tidak!” teriaknya histeris. “Anakku masih hidup! Tidak boleh mati,