“Bukankah waktu berlalu sangat cepat?” tanya Kumala pada Dewa yang dulu diasuhnya sejak bayi hingga berusia tujuh tahun. “Anak kecil yang bibi temani setiap hari … kini tumbuh menjadi pria dewasa yang tampan.” “Saking tampannya sampai diselingkuhi,” canda Dewa. Kumala pun terkekeh. “Jangan begitu. Kamu memang tampan, sungguh.” Kali ini Dewa tersenyum. Ia tak menyangka bisa berinteraksi lagi dengan seseorang yang cukup berarti pada masa kecilnya sampai-sampai Dewa merasa Kumala-lah orangtuanya lantaran wanita yang dulunya bernama Sarnila itu selalu ada untuknya. “Terima kasih, Bibi. Walaupun memori saya tentang masa kecil tidak seratus persen bisa diingat, tapi yang pasti … saya tidak akan melupakan betapa Bibi sangat menyayangi saya dengan tulus dan sepenuh hati.” “Dewa, maaf ya. Saa