Hari itu terasa begitu panjang bagi Permana. Kehadiran Luna di kantornya sudah cukup mengejutkannya, tetapi satu hal lain membuat pikirannya semakin kacau—kehadiran seorang pria bernama Damar. Luna baru saja selesai berbicara dengan beberapa istri pejabat lainnya setelah menghadiri pertemuan di gedung serbaguna. Ketika ia berjalan menyusuri koridor balai kota, seorang pria menghentikan langkahnya. Luna mendongak, dan seketika tubuhnya menegang. “Luna?” suara itu terdengar berat namun sarat akan kenangan. Luna terpaku, hatinya bergetar saat melihat sosok yang dulu begitu akrab dalam kehidupannya. Damar. Lelaki yang selama ini ia nantikan, tetapi takdir telah membuat mereka terpisah begitu saja. Damar tampak sedikit berbeda. Wajahnya lebih matang, dengan setelan jas rapi yang menegaskan