Masa lalu yang menorehkan luka

1610 Kata
Berawal dari kisah perselingkuhan istri seorang eksekutif muda, bernama Permana yang menikah dengan Kinanti. Karena perselingkuhan sang istri dia berubah menjadi pria dingin dan tidak percaya pada wanita. Kisah Masa lalu yang menyakitkan 3 tahun Lalu. Satria merupakan pengusaha tambang yang serakah, sementara Permana sering memberikan peringatan pada Satria karena sering serakah dalam melakukan usaha pertambangan pasir dan batubara. Tanpa peduli dampak lingkungan. Hingga suatu malam di pesta ulang tahun salah satu pejabat, Permana datang bersama istrinya Kinan yang anggun dan cantik. Nampak Satria pun datang dengan tampan dan gagah. Saat Permana sibuk dengan para sahabat di pemerintahannya, tiba -tiba Satria mendekati Kinan, hingga mereka bertukar nomor ponsel. Suatu hari Satria mengirimkan perhiasan mahal untuk Kinan tanpa sepengetahuan Permana. Hingga Kinan pun akhirnya luluh, dan mau menemui Satria di hotel, yang telah di booking oleh Satria. Namun na'as, di hotel tersebut Permana sedang ada pertemuan rapat penting di ballroom. Anak buah Permana melihat Kinan menuju lift dengan memakai kacamata dan masker. "Pak, saya melihat ibu, menuju lift dan ke lantai 36, saya sudah memastikan di kamar no. 117."suara bariton Andi asisten Permana. "Baiklah, ayo kita bertindak, dan jangan gegabah, aku ingin tak ada media yang mengetahui hal ini." Permana dengan nada berbisik namun menekan. Rahangnya mengetat, tangannya mengepal. Sementara Kinan kini sedang menikmati indahnya aktivitas pan**nya dengan Satria. Dia merasa mendapat perhatian yang tidak dia dapat dari Permana. Sentuhan Satria mampu membuat Kinan luluh, hingga bisa melayang ke angkasa. "Sayang, kau begitu memabukkan, begitu indah," ujar Satria, dengan suara beratnya. "Begitu juga kamu," ujar Kinan. Ruangan yang ber AC berubah menjadi panas. Tiba-tiba saja suara bel berbunyi. "Ting tong." "Siapa itu? apa kamu pesan sesuatu?" Dengan napas yang tidak beraturan, Kinan berucap. "Mungkin layanan kamar, biar aku buka." Satria, membuka pintu. Dan seorang pelayan membawa troli, saat pintu di buka lebar. Permana dan Andi muncul . "Apa yang kalian lakukan di sini hahhhh."Permana dengan mata membulat. "Mas Permana? bagaimana kamu bisa masuk ke sini?"Kinan dengan tubuh gemetar. "Itu tidak penting, Kinan, jawab pertanyaanku, apa yang kau lakukan di sini bersamanya!" Permana berteriak, beruntung kamar itu kedap suara. Kinan bukan menjawab, dia berlari ke kamar mandi untuk memakai pakaiannya, sambil memakai handuk melilit di tubuhnya. "Hei... santai bro, harusnya kamu sadar, kenapa istrimu ada di sini bersamaku," Satria dengan santai menarik sudut bibirnya. "Kau.." Permana meradang. "Bugh, bugh."Permana melayangkan pukulannya pada wajah Satria. "Beraninya kau mengusik rumah tanggaku." Permana dengan penuh amarah tak tertahankan. Jika Andi tak menghalangi, mungkin Satria sudah babak belur. "Cukup pak, anda bisa masuk penjara jika begini, sebaiknya tahan emosi anda." Andi menarik Permana. Kinan keluar dengan pakaian yang sudah lengkap. "Mas, apa yang kamu lakukan. " Kinan menghampiri Satria yang tersungkur. "Kamu Istri yang tidak tahu menjaga marwah sebagai istri, bagaimana bisa, kau mengkhawatirkan laki-laki lain, hahhhh, dia yang sudah menginjak-injak harga diriku." Permana mengeratkan rahangnya. "Cukup mas, aku tahu aku salah, aku memang bersama Satria, dan aku mencintainya, jadi ... ceraikan aku, secepatnya, karena aku sudah muak dengan semua perlakuan dinginmu, yang tak peka pada perasaan wanita." Kinan dengan suara begetar dan lirih. "Apa? kau ingin kita berpisah, tanpa rasa bersalah kau mengatakan hal itu hahhh, Kinanti, dengar ... aku Permana Wijaya Kusuma akan menceraikanmu, tapi ingat. Jangan pernah menyesal, dan kau tak berhak mengambil hak asuh Chelsea!" Permana dengan mendelikkan matanya, sambil mengepalkan tangan. "Baik mas, jika itu maumu, aku tidak peduli." Kinanti sudah gelap mata, demi laki-laki selingkuhannya, dia rela meninggalkan anaknya yang baru berusia 1 tahun. "Dan kau... takkan mendapat tunjangan apapun." Permana pergi berlalu begitu saja. Dengan segala amarah yang memenuhi hatinya, saat ini. . Akhirnya Kinanti dan Permana pun bercerai. Tanpa ada perebutan harta dan juga hak asuh. Flash back off ------------ 3 Tahun kemudian Pagi itu, Luna seperti biasa mengendarai motor matic kesayangannya menuju sekolah tempat ia mengajar. Udara pagi yang sejuk membuatnya menikmati perjalanan sembari menyusuri jalanan kota. Sesekali ia memperlambat laju motornya, mengagumi ketenangan di area perumahan mewah yang baru saja ia masuki. Jalanan yang lebar dan sepi membuat Luna merasa nyaman melanjutkan perjalanan. Namun, ketika ia berbelok di tikungan yang sedikit tertutup pepohonan, tiba-tiba sebuah mobil hitam melaju kencang dari arah berlawanan. Seketika Luna menginjak rem mendadak, namun tetap saja motornya oleng dan terjatuh ke pinggir jalan. Beruntung, tubuhnya hanya sedikit tergores, tetapi motornya terlihat mengalami kerusakan kecil. Alih-alih membantu, pengemudi mobil tersebut keluar dengan wajah kesal. Seorang pria tinggi dengan setelan rapi, mengenakan jam tangan mahal dan kacamata hitam, mulai memarahi Luna dengan suara lantang. “Lihat jalan, dong! Apa kamu enggak tahu cara mengendarai motor? Hampir saja aku menabrakmu!” katanya dengan nada penuh emosi. Luna yang masih syok mencoba bangkit dan memungut barang-barang yang terjatuh dari tasnya. Dengan suara bergetar, ia menjawab, “Maaf, Pak. Tapi tadi saya sudah di jalur saya, Anda yang terlalu cepat di tikungan.” Pria itu mendengus, terlihat tak mau mengakui kesalahannya. Namun, ketika ia memperhatikan Luna yang berusaha berdiri sambil membersihkan lututnya yang terluka, ekspresinya mulai melunak. Sekilas rasa bersalah tampak di wajahnya, meskipun gengsinya masih tinggi untuk meminta maaf. “Ya sudah, jangan lama-lama di sini. Sebaiknya kamu pergi, mengganggu saja," katanya dingin sebelum kembali masuk ke mobilnya. Luna hanya menghela napas panjang, menahan perasaan jengkel. Setelah memastikan motornya masih bisa berjalan, ia kembali melanjutkan perjalanan ke sekolah."Huft, mimpi apa aku ketemu laki-laki seperti dia?" Namun, ia tidak menyangka bahwa insiden pagi itu adalah awal dari pertemuannya dengan pria bernama Permana, yang kelak akan membawa perubahan besar dalam hidupnya. Pagi itu, Luna tiba di sekolah lebih lambat dari biasanya. Perasaan campur aduk masih menyelimuti dirinya setelah insiden tak menyenangkan di jalan. Motornya kini sedikit tergores, dan lututnya terasa perih akibat luka kecil. Meski begitu, Luna mencoba menguatkan hati, mengingat bahwa hari ini adalah waktunya ia kembali fokus mengajar dan menghadapi senyum polos anak-anak di taman kanak-kanak. Namun, raut wajahnya yang biasanya ceria tampak berbeda. Mata Luna sedikit sayu, dan ia terlihat lebih diam daripada biasanya. Rekan kerjanya, Bu Reni, menyadari perubahan itu dan mendekatinya di ruang guru. "Luna, kamu kenapa? Kok pagi ini kelihatan sedih? Ada yang terjadi?" tanya Bu Reni dengan nada khawatir. Luna mencoba tersenyum kecil, meskipun terasa berat. "Tadi pagi saya hampir ditabrak mobil di komplek perumahan mewah, Bu. Motornya jatuh, dan pengemudinya malah marah-marah," jawabnya dengan suara pelan. Bu Reni menggeleng pelan, menunjukkan rasa prihatin. "Ya ampun, kamu nggak apa-apa, kan? Harusnya dia yang minta maaf, bukan malah marah-marah." Luna mengangguk pelan. "Alhamdulillah saya nggak apa-apa, cuma motornya lecet, dan lutut saya sedikit terluka. Tapi ya, entahlah… saya masih kesal dengan sikap orang itu." Bu Reni menepuk bahu Luna lembut. "Yang penting kamu selamat, Luna. Jangan terlalu dipikirkan. Fokus saja pada anak-anak, mereka pasti bisa mengembalikan semangat kamu." Benar saja, ketika Luna masuk ke ruang kelas, wajah-wajah mungil Chelsea dan anak-anak lainnya menyambutnya dengan antusias. Chelsea berlari mendekatinya, membawa gambar yang baru saja ia buat. "Bu Luna, lihat! Aku gambar ini untuk Ibu!" katanya dengan ceria, memperlihatkan gambar hati berwarna-warni dengan tulisan "Aku Sayang Bu Luna." Hati Luna yang semula terasa berat tiba-tiba menjadi lebih ringan. Senyum kembali menghiasi wajahnya. Anak-anak itu, dengan kepolosan dan keceriaan mereka, selalu berhasil menghapus kesedihan Luna, meskipun hanya sementara. Namun, ia tak pernah menyangka bahwa insiden pagi itu akan membawa cerita lain yang lebih besar ke dalam hidupnya. Luna, seorang wanita berhijab berusia 24 tahun, adalah guru taman kanak-kanak yang ceria dan penuh dedikasi. Setiap hari, ia mengabdikan dirinya untuk membimbing anak-anak kecil dengan penuh kasih sayang. Dalam kesehariannya yang sederhana, Luna mengajar TK di sebuah sekolah TK Islam. Hingga dia bertemu gadis kecil bernama Chelsea , anak berusia 4 tahun yang pintar dan menggemaskan. Putri dan tuan Permana wijaya Kusuma. Seorang pegawai negeri sipil di Balai kota. Saat waktu menggambar tiba, Luna berjalan mengelilingi kelas untuk melihat hasil karya murid-muridnya. Ia tersenyum melihat berbagai gambar yang penuh warna, mulai dari bunga, rumah, hingga hewan kesayangan. Namun, langkahnya terhenti di meja Chelsea, yang tengah menggambar dengan serius. Luna melihat gambar Chelsea: sebuah rumah kecil dengan tiga orang di depannya—seorang ayah, seorang ibu, dan seorang anak kecil yang sedang bergandengan tangan. Di sisi lain gambar itu, ada seorang nenek yang duduk di kursi taman. Luna terdiam, merasakan sesuatu yang berbeda dalam gambar itu. "Chelsea, gambar kamu bagus sekali," puji Luna sambil berjongkok di sampingnya. "Ini siapa saja di gambar kamu?" Chelsea menatap Luna dengan mata polos, lalu menjawab, "Ini aku, Bu. Aku sedang bermain dengan ayah dan ibu… tapi aku nggak pernah lihat ibu. Kata nenek, ibu pergi waktu aku masih bayi." Luna merasakan hatinya teriris mendengar pengakuan itu. Ia mencoba tersenyum lembut. "Ayah kamu, apa sering bermain dengan kamu?" tanyanya pelan. Chelsea menggeleng lemah. "Ayah sibuk, Bu. Kadang dia pulang malam, dan kalau pagi, dia buru-buru kerja lagi. Aku cuma sama nenek terus. Nenek baik, tapi aku pengen punya ibu seperti di gambar ini." Luna menahan napas, merasa terharu sekaligus sedih mendengar kejujuran Chelsea. Ia mengusap lembut kepala anak itu dan berkata, "Chelsea anak yang hebat, ya. Walaupun nggak sering bersama ayah atau ibu, kamu tetap jadi anak yang ceria dan pintar. Ibu Luna bangga sama kamu." Chelsea menatap Luna dengan senyum kecil, meskipun matanya memancarkan kerinduan yang mendalam. "Bu Luna, kalau ibu aku seperti Ibu Luna, pasti aku senang sekali," ucapnya polos. Kata-kata Chelsea membuat Luna terdiam sejenak. Ia tidak pernah menyangka bahwa seorang anak kecil bisa menyimpan kerinduan sebesar itu akan keluarga yang lengkap. Dalam hati, Luna berjanji akan menjadi guru sekaligus sosok yang bisa memberikan cinta dan perhatian bagi Chelsea, meskipun ia bukan ibu kandungnya. Namun, tanpa disadari, momen itu adalah awal dari kedekatan emosional antara Luna, Chelsea, dan ayah Chelsea, Permana, yang perlahan akan mengubah kehidupan mereka bertiga. Tidak pernah menyangka bahwa pertemuannya dengan Chelsea merupakan awal gejolak dalam hidupnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN