Yaya tampak diam, tangannya gemetar memegang sendok saat ia mencoba makan. Kata-kata Pasha masih terngiang di pikirannya, membuat dadanya terasa sesak. Bagaimana mungkin pria itu mengungkapkan perasaan di tengah kondisi seperti ini? Ia terlalu lelah untuk menjawab, apalagi memperdebatkan. Ditambah pria itu ingin menikahinya. Pintu kamar VIP itu terbuka perlahan. Rafiq melangkah masuk bersama Emir, wajahnya dipenuhi kecemasan. Pandangannya langsung tertuju pada Yaya yang duduk bersandar di ranjang, terlihat lemah. “Yaya!” seru Rafiq dengan suara berat, segera mendekati putrinya. “Ayah .…” Yaya menatap ayahnya, air mata menggenang di sudut matanya. Rafiq merengkuh tubuh Yaya dengan hati-hati, memeluknya seolah memastikan bahwa gadis itu benar-benar selamat. “Ayah minta maaf, Ayah terla