“Perasaan aku ngga pernah bisa dihargai oleh Kakak,” teriak seorang gadis meluapkan amarahnya di hadapan Rafael. “Aku selalu bangun pagi setiap kali pingin masakin kakak bekal makan siang, aku selalu menyempatkan datang ke seminar kakak disaat waktu itu bisa aku gunakan untuk istirahat sebelum kuliah berikutnya atau sebelum mengerjakan tugas, aku selalu kaya orang bodoh yang lari-larian dari fakultas Ekonomi dan Bisnis ke Fakultas kedokteran buat nyari Kak Rafa. Semua itu aku lakuin dengan harapan suatu saat nanti Kak Rafa bakal balas perasaan aku. Tapi apa? Kak Rafa malah dengan entengnya bilang hanya menganggap aku sebagai seorang adik. AKU UDAH PUNYA DUA ORANG KAKAK LAKI-LAKI, JADI AKU NGGAK BUTUH KAK RAFA BUAT JADI KAKAKKU,” teriak gadis itu ditengah isak tangisnya. Beberapa kali ia