“Oh, sepertinya Beni tak mengatakan yang sejujurnya padamu. Dia sudah menjualmu padaku, sayang.”
Zira terdiam sangking kagetnya. ‘Siapa yang berbohong, ayahnya atau pria tua di hadapannya saat ini?’
Tiba–tiba Bram menarik tangannya, Tapi saat itu juga Zira sadar dan langsung menepisnya.
"Lepaskan saya!" tolak Zira berusaha memberontak.
"Menurutlah, cantik.”
“Aku bilang lepaskan!” Zira berteriak, meski suara teriakannya redup karena suara musik yang menggema.
Namun tetap saja membuat Bram murka.
“Aku sudah membayar mahal dirimu untuk menyelamatkan keluargamu, dan sekarang kamu berani membantahku?! Cepat ikut aku dan layani aku! setelah itu kita akan bersenang-senang malam ini, hahahaha!"
"Lepaskan aku! aku tidak mau melayani tua bangka sepertimu!" pekik Zira kembali.
PLAAKKK!!
Tamparan keras mendarat di pipi Zira hingga terlihat jelas bekas tangan kasar pria itu, di kulit mulusnya. Zira hanya meringis menahan sakit yang terasa di pipinya.
"Jika kamu menolak melayaniku malam ini, maka aku tidak akan segan-segan menyuruh orang untuk menghabisi nyawa ibumu. Apa kamu mengerti, hah!" ancam Bramanto.
Meski Zira merasa takut jika pria di hadapannya melakukan apa yang ia katakan, namun ia tetap berusaha untuk terus memberontak. Sayangnya tangan besar Bramanto yang menggenggam pergelangan tangannya lebih kuat, dan perlawanannya hanya membuat tangannya semakin terasa sakit.
Tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang tengah memperhatikan. Ia duduk dengan tenang, mengamati apa yang terjadi antara mereka. Meski dengan jelas ia bisa melihat jika Zira tengah di paksa, untuk mengikuti Bram. Namun dia seperti menikmati pemandangan itu dan menganggapnya sebagai sebuah tontonan.
Bram mendorong Zira ke sofa, beberapa wanita hanya menonton dan mereka merasa terhibur dengan Zira yang tampak ketakutan, saat Bram berusaha mendekatinya.
"Tuan tolong jangan mendekat, ini pasti ada kesalahpahaman, Bapak memintaku hanya untuk menemani anda bukan melayani anda," ucap Zira.
"Hahahaha, enak saja cuma menemani! Kamu pikir uang seratus juta itu sedikit hah! tenang saja aku akan melepaskanmu jika aku sudah membuktikan keperawananmu sesuai apa yang dikatakan ayahmu itu," ucap Bramanto sambil bergerak lebih dekat ke arah Zira. "Tapi jika kenyataannya kamu sudah tidak perawan, maka bersiaplah melayaniku seumur hidup, hahahaha!"
Zira benar-benar tak habis pikir. Dari setiap ucapan Bram, ia bisa tahu jika ayah tirinya benar-benar telah menjualnya.
"Tidak! Aku tidak sudi melayani tua bangka sepertimu!" pekik Zira, ia kembali memberontak. Bahkan dia berusaha menendang Bramanto.
"Sialan, dasar jalang!" Bram penuh amarah.
"Hentikan!" teriak seseorang seketika menghentikan alunan musik yang menggema. Dan Bram yang sudah mengangkat tangannya kembali hendak mengayunkan ke arah Zira, pun seketika terdiam dan menoleh.
"Tu-tuan Steve," ucapnya terbata.
Steve menatap ke arah Bram dengan dingin dan tajam. "Aku tidak suka ada keributan di acaraku," ucapnya yang langsung mengalihkan pandangan pada Zira. Ia menyunggingkan senyuman dan memandang hina pada Zira. "Gadis yang terlihat lugu ternyata tidak lebih dari seorang wanita murahan."
Zira merasa jengkel dengan ucapan Steve, "Jaga bicara anda, tuan! semua tidak seperti yang anda katakan. Aku datang ke sini atas permintaan ayah tiriku untuk menemani orang gendut ini, karena dia sudah meminjamkan uang, tapi dia justru memaksaku untuk melayaninya," jelas Zira.
Steve melirik tajam ke arah Bramanto menuntut penjelasan.
"Tuan gadis bodoh ini sudah di jual oleh ayahnya, dan saya sudah membayar dua ratus juta, bukankah sudah seharusnya saya menikmati gadis ini?" Bram menyunggingkan senyum ke arah Zira.
"Kamu bohong! Ayahku tidak mungkin menjualku." elak Zira.
“Tanyakan saja pada ayahmu yang tukang judi itu,” sahut Bramanto.
“Aku tidak akan percaya ucapan pria tua sepertimu!”
“Diam!” Steve menatap Bram. "Aku akan memberikan dua ratus juta sebagai ganti, dan menaruh investasi di proyek milikmu sebesar lima ratus miliar, tapi gadis ini akan jadi milikku."
Mata Bramanto seketika berbinar mendengar nominal yang akan di investasikan, ia tidak menyangka akan semudah itu mendapatkan investasi besar dari Steve, seorang CEO yang terkenal sulit diajak kerjasama.
"Tentu, tentu saja gadis ini jadi milik anda jika anda menginginkannya tuan, saya permisi," ucap Bram. Ia tak ragu, karena ia tahu ucapan seorang Steve tak akan pernah bohong.
"Han, aku tidak ingin ada yang menggangguku."
Han seketika mengerti apa yang di maksud Steve. Dengan segera ruangan VVIP tersebut menjadi sunyi tanpa musik, tanpa wanita sexi, dan kini hanya mereka berdua diruangan itu.
Zira yang masih terduduk di pojok sofa tetap menundukkan wajahnya. Kini ia merasa kakinya semakin gemetar saat Steve mulai mendekatinya, ia langsung menarik rok mininya agar menutupi pahanya.
Steve mencondongkan tubuhnya ke arah Zira, membuat jantung Zira berdetak semakin kencang dan semakin merasa takut.
Tiba-tiba tangan Steve menggapai dagun Zira, dan memaksa wajahnya untuk menatap Steve hingga mereka saling bertatapan.
"Hutangmu yang harus dibayar kini semakin bertambah padaku, apa kamu akan membayarnya dengan tubuhmu."
“Anda menaruh uang investasi padanya, bukan mengembalikan uang tuan Bram.”
“Apa kamu lupa dua puluh juta kemarin, dua ratus juta untuk menggantinya?”
Zira lansung menyunggingkan senyum begitu mendengar ucapan Steve. "Ternyata anda tidak jauh bedanya dengan pria tua yang menjijikkan itu."
Steve merasa kesal dengan ucapan Zira, dengan sigap ia langsung mendaratkan bibirnya. dan memaksa Zira untuk menerima ciuman darinya.
Zira yang kalah tenaga dari Steve dengan kuat menggigit bibir Steve hingga mengeluarkan darah segar.
"s**t!" pekik Steve, ia mengusap luka di bibirnya, lalu menatap Zira dengan tajam sambil menyeringai, "Kamu harus membayar semua ini gadis bodoh!"
Zira berusaha bangun dari sofa dan mencoba menghindari Steve, namun Steve menariknya kembali hingga tubuhnya kembali terjatuh di sofa.
Kini tubuh Zira di tindih Steve, ia menatap pria yang ada diatasnya dengan tatapan kebencian.
"Apa anda tidak punya perasaan, dan tidak bisa sedikit saja menghargai seorang wanita yang tidak berdaya," ucap Zira.
"Ooohhh, jadi sekarang kamu merasa sebagai wanita yang tidak berdaya?" ucap Steve remeh.
Zira diam tak menanggapi ucapan Steve, kini pandangan mereka saling beradu, Zira menatap Steve dengan penuh kekesalan dan kebencian.
Dan entah apa yang membuat hati Steve luluh saat melihat mata Zira, perlahan ia pun menjauhkan tubuhnya dari Zira.
“Bagaimanapun juga aku sudah menyelamatkanmu dari pria tua itu. Aku mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk menolongmu. Jadi..., apa yang akan kamu lakukan untuk membayar semua itu gadis bodoh?"
Zira terdiam sejenak dengan pikiran yang dipenuhi kebingungan. Namun bagaimanapun juga akhirnya ia berusaha memberanikan diri memberi jawaban pada Steve.
"Aku akan berusaha untuk mencari uang dan mengembalikannya pada anda, tuan."
"Heh! benarkah? Baiklah, aku akan memberimu waktu hingga besok malam."
Zira sontak mengangkat wajahnya menatap Steve. "Besok malam...? tapi itu waktu yang sangat singkat, mana mungkin aku bisa mengumpulkan uang dengan jumlah yang cukup banyak dalam waktu secepat itu."
"Itu bukan urusanku, dan kamu harus menerima konsekuensinya jika tidak tepat waktu."
Steve menyeringai dan berlalu pergi, sementara Zira masih terduduk dengan kebimbangan yang memenuhi otaknya.
“Apa yang harus aku lakukan sekarang? Haruskan aku menjual rumah satu-satunya milik ibu?”