Zira mengernyitkan dahinya.
"Dia hanya ingin kamu menemaninya besok malam ke acara pertemuan rekan-rekan kerjanya, di sebuah tempat mewah."
"Aku….? kenapa bukan Keyla? Bukankah dia lebih hobi jikai ada di acara mewah seperti itu?"
"Mana mungkin Keyla bisa melakukannya Zira, dia masih kuliah dan juga Ba—"
"Bapak tidak akan menyuruhnya karena dia anak kesayangan bapak, iya kan?” Zira menyeringai memotong ucapan ayah tirinya.
"Bukan begitu Zira, dia masih terlalu lugu dan mudah terpengaruh. Sedangkan kamu sudah lebih dewasa, bapak yakin kamu bisa mengatasi situasi di sana nanti. Tolonglah Zia, Bapak pastikan semua akan baik-baik saja. Ini semua buat ibu kamu juga, kamu tau kan toko sepi dan hampir bangkrut, kalo tidak pinjam uang untuk modal dan biaya rumah sakit, darimana kita bisa mendapatkan uang lagi? sedangkan kamu sendiri tidak mengizinkan bapak menjual rumah ini."
Zira berfikir sejenak mempertimbangkan ucapan ayah tirinya. "Baiklah jika hanya sekedar menemaninya, aku bersedia. Tapi lebih dari itu aku tidak akan melakukannya," jawab Zira memberi keputusan. Beni pun tersenyum mendengar jawaban anak tirinya itu.
"Datang lah ke alamat ini besok dan bilang pada penjaga kalo kamu akan menemui tuan Bramanto, mereka akan mengantarkanmu kepada beliau," imbuh Beni sembari memberikan secarik kertas.
Zira mengernyitkan dahinya membaca alamat yang tertulis. "Bukankah ini alamat sebuah Club?"
"Itulah alasan Bapak lebih percaya kamu, karena kamu lebih mengerti keadaan di sana.”
“Aku akan melakukannya, tapi aku juga minta dua puluh juta. Ini sebagai ganti agar aku bisa mengembalikan uang orang yang menolongku tadi.”
“Tentu, asal bapak ada sisa untuk modal usaha,” sahut Beni menyetujui.
Zira melangkahkan kakinya menuju kamar, dia memang gadis yang kuat dan penurut. Apapun ia lakukan untuk ibunya, karena hanya ibunya satu-satunya orang yang ia miliki saat ini.
Beni menatap kepergian Zira dengan senyum kepuasan. Sekarang dia harus menemui putri kandungnya dan menjelaskan alasannya tadi lebih membela Zira saat dia menampar putrinya. Dia tau Keyla akan marah padanya, tapi jika dia tidak membela Zira maka semua rencananya akan gagal.
Disisi lain, Steve yang tengah menikmati sebuah pelayanan, pun hanya menatap dingin wanita di hadapannya.
"Tuan Steve, anda benar-benar orang yang istimewa. Sebuah keberuntungan bagi seorang wanita bisa ada di pangkuan anda saat ini," ucap seorang wanita sexi yang berpakaian minim, tengah bergelayut manja di pangkuan Steve.
Steve menyeringai, lalu menggapai dagu wanita itu. "Lakukan tugasmu, jika kau mampu memuaskanku malam ini, maka aku akan memberikan apapun yang kau inginkan, Jenny.”
Wanita pemilik nama Jenny itu pun tersenyum, lalu dengan lembut ia mencium bibir Steve. Perlahan tangannya membuka satu persatu kancing baju Steve dan melepaskannya.
Ia Pun melepaskan kaitan penutup dadanya, tangannya bergelayut pada tubuh Steve yang kekar, dengan lidahnya ia menelusuri setiap inci d**a bidang Steve dengan liarnya.
Steve berusaha mencapai apa yang ingin disentuh, dengan ciuman yang semakin panas wanita itu terus bergemulai diatas tubuh Steve. Namun tiba-tiba Steve mendorong Jenny.
“Ouhc!!” pekik Jenny saat tubuhnya terhuyung ke lantai. “Tuan Steve apa yang anda lakukan?!"
"Keluarlah! kamu mudah sekali membuatku merasa bosan!"
"Tapi kita baru saja memulainya, dan ini hanya bagian dari pemanasan."
"Aku bilang keluar!" bentak Steve setengah berteriak, membuat wanita itu merasa takut.
Ia pun bergegas menggapai pakaiannya yang berserakan, "Tu-tuan lalu bagaimana dengan bayaranku," ucap Jenny kembali dengan sedikit terbata.
Steve pun berdiri dan melangkah menuju sebuah meja, ia menggapai tas dan mengambil seikat uang kertas dari dalamnya.
"Ambil dan pergilah!" usir Steve sembari melempar uang tersebut, ke arah Jenny.
Jenny pun mengambil uang tersebut sambil menyeringai, ‘Untung kau banyak uang hingga bisa mengontrol kesabaranku,’ gumam Jenny dalam hati. Ia kembali mengenakan pakaiannya dan memasukkan uang ke dalam tasnya, hingga akhirnya berlalu pergi.
“Sial kenapa aku sulit sekali menemukan gadis itu, bahkan dengan cara seperti ini pun aku masih belum bisa menemukannya.”
Steve yakin dengan cara meniduri setiap wanita akan mampu menemukannya. Dia memang tidak bisa mengingat wajah gadis tersebut, tapi dia masih mengingat jelas sentuhan dan desahan malam itu.
Desahan gadis misterius itu selalu ada di telinganya. Isakan yang tak ia pedulikan malam itu pun tak bisa ia lupakan, hingga bercak darah tanda ia telah merenggut kesucian seorang gadis tanpa dia sadari, membuatnya selalu merasa bersalah dan membuatnya berambisi untuk menemukannya.
Steve orang yang dingin dan arogan, ia akan melakukan apapun sesuai keinginan hatinya, tapi dia bukanlah orang yang semena-mena terhadap perempuan, dan kejadian malam itu menyisakan sebuah penyesalan dan rasa bersalah yang amat mendalam, hingga ia bertekad untuk menemukan gadis misterius itu untuk menebus kesalahannya.
Han yang hendak menemui bosnya pun berpapasan dengan Jenny, Wanita yang ia bawa untuk sang bos telah keluar dari apartemen.
"Bagaimana tugasmu, Jen?"
Jenny menghentikan langkah tepat di hadapan Han. "Bosmu itu nggak normal! Masa baru pemanasan dia sudah tak b*******h, tapi malah menuduhku yang membosankan, heh!" jawab jeni ketus.
"Apa maksudmu, Jenny? apakah kamu gagal melayani tuan Steve dan tidak bisa membuat tuan Steve merasa puas?"
"Aku gagal...? dengarkan aku Han, masalah ada pada bosmu. Dan asal kamu tahu, ini pertama kalinya aku mendapatkan klien yang tidak bisa menikmati sentuhanku."
"Itu karena usahamu kurang maksimal Jen. Jika kamu tidak bisa memuaskan tuan Steve, itu berarti aku harus mencari wanita yang lebih segalanya dari kamu."
"Itu bukan urusanku! yang penting aku sudah mendapatkan uangku, aku juga sudah mencoba melayaninya dengan baik. Sayangnya di yang gagal menikmati tubuhku yang tak sembarangan orang bisa menikmatinya!" jawab jeni angkuh.
"Apa kamu yakin sudah melakukan yang terbaik?" Han kembali bertanya dengan sinis.
Jenny merasa tak terima dengan pertanyaan itu, ia menyungingkan senyum sambil berkata, "Apa kamu mau mencoba pelayananku agar mendapatkan jawabannya?" Jenny mendekati Han sambil menarik sedikit pakaian atasnya, hingga terlihat jelas belahan dadanya yang menggoda.
"Menyingkirlah dariku Jenny! aku bukan orang yang peduli dengan wanita sepertimu."
"Ppfffff!” Jenny terkekeh. “Nggak bosnya, nggak asistennya, ternyata sama saja nggak normal!"
"Jaga ucapanmu Jenny!" ucap Han melirik tajam, tapi wanita itu pun hanya berlalu sambil terkekeh.
Han mengusap kasar wajahnya. “Jika Jenny gagal, itu artinya akan ada tugas gila lagi untukku!" gumam Han sambil menatap kepergian Jenny.
Wanita seperti apa lagi yang harus Han bawa untuk bosnya? Bahkan Jenny yang seorang wanita bayaran kelas atas yang tak diragukan lagi kemampuannya menggoda, pun tak bisa memuaskan Steve. Ini adalah pekerjaan paling gila bagi Han, tapi dia juga tidak punya pilihan dan masih harus mencari wanita lain untuk Steve.
"Selamat malam tuan Steve?" sapa Han dengan sopan.
"Hemmm!"
"Ini berkas-berkas untuk proyek danau merah yang harus anda tandatangani, sebelum besok pagi saya berikan kepada kontraktor,"
Steve menerima berkas yang Han berikan dan menandatanganinya.
Han menunggu dalam diamnya namun dalam hati ia bergumam, "semoga setelah ini aku bisa pulang tanpa tugas baru yang gila lagi.’
"Besok carikan aku wanita yang benar," ucap Steve sambil menyodorkan berkas yang ada di tangannya.
"Tapi tuan, bukankah pelayanan Jenny sangat baik?"
"Apa kau sudah mencobanya?"
Pertanyaan Steve membuat Han tersentak dan refleks menggelengkan kepalanya, "Ma- mana mungkin saya memberikan barang yang telah saya coba kepada anda tuan.”
"Kalau begitu jangan membantah. Semua wanita yang kau cari selalu membosankan, aku tidak bisa merasakan gairah seperti gadis misterius itu!"
"Tuan, saya selalu mencari wanita berkualitas untuk anda, mana mungkin satupun belum ada yang bisa memuaskan anda?"
Steve melirik tajam ke arah Han, "Lalu apa kau akan bilang kesalahannya ada padaku?"
"Tidak tuan, mungkin saya yang belum bisa menemukan selera yang pas buat anda," ucap Han mengalah. Ia pun melangkah keluar, setelah berpamitan.
>>>>>>>>>>>
Esok harinya, sepulang kerja Zira menaiki taksi ke alamat club yang ayah tirinya berikan, sesampai di sana ia turun melihat club mewah tersebut, beberapa orang dengan tubuh besar pun ada di pintu untuk berjaga.
"Sepertinya ini memang club untuk orang-orang elit!" gumam Zira.
Zira yang mengenakan celana jeans dan kaos oblong itu pun hendak masuk, ke tempat yang untuk pertama kalinya ia injak.
"Ternyata kamu mengenal tempat seperti ini juga?" ucap seseorang dengan suara tidak asing membuat Zira tersentak kaget.