Aku sedikit khawatir karena hingga sore Alden belum pulang padahal janjinya hanya satu jam setngah saja. Antony terus berusaha menenangkanku, jika tidak maka aku sudah berlari hendak menyuul Alden dari tadi. Dan ketika hampir habis batas sabarku, akhirnya Alden datang dengan senyuman lebarnya. Tanpa di suruh Antony menunduk hormat dan keluar dari ruanganku. Aku? Tentu saja langsung memasang wajah kesal dan cemberut. Memangnya enak dilanda rasa khawatir? Sangat tidak enak. “Maaf sayang tadi macet.” Ucapnya berusaha membuatku mengerti. “Kenapa nggak ngabarin?” ketusku dan Alden terkekeh. “Kan kamu gak punya ponsel lagi?” “Kan bisa ngabarin Antony atau orang-orang di sini Alden!” Ucapku lagi dengan nada kesal. Sebenarnya melihat Alden baik-baik saja sampai ke kamarku sudah membuatku sanga