Aarav mengusap wajahnya lelah. Sudah satu bulan hidupnya seperti tidak ada artinya. Pergi pagi, pulang malam, bahkan untuk bersama istrinya pun tidak ada waktu. Aarav harus membujuk Barbara untuk tidak merajuk. Sampai akhirnya Barbara berhenti merajuk saat Aarav memberikan apa yang Istri cantiknya itu inginkan.
Walaupun Aarav sekarang sibuk di kantor tapi ada banyak orang kepercayaan nya yang mengatakan selama dia pergi Barbara tidak melakukan kegiatan apapun, selain melakukan sesuatu yang membuat semua orang jantungan. Aarav membiarkannya saja, toh selama satu bulan ini Barbara sama sekali tidak pernah keluar rumah. Ternyata istrinya itu menuruti apa yang di perintahkan olehnya. Terbukti selama satu bulan itu pemberitaan tentang Barbara sudah mulai meredup di gantikan dengan artis yang terciduk keluar dari Hotel bersama pria beristri.
Aarav sebenarnya bisa saja menutup mulut wartawan namun kembali Ayahnya yang berkuasa, membuatnya tidak bisa berkutik. Selama ini hidupnya di kendalikan oleh Ayahnya. Aarav bisa melakukan apapun jika itu memang perintah Ayahnya. Dan sekarang Aarav sibuk di kantor pun dengan ke putusan Ayahnya. Entah apa lagi yang di rencanakan oleh Ayahnya sekarang, karena sejak saat pertama dia meminta untuk menikah semuanya hancur berantakan.
"Tuan, Ada Nona Barbara ingin bertemu?" Kening Aarav mengerut. Untuk apa istrinya datang ke kantor?
"Suruh dia menemui saya."
"Baik, Tuan." Beberapa menit kemudian pintu kembali terbuka menampilkan sosok istrinya. Aarav bangkit berdiri, tersenyum, lalu berjalan memeluk tubuh mungil istrinya.
"I Miss You." Barbara hanya bisa menepuk-nepuk punggung tegap suaminya.
Selama satu bulan menjadi Nyonya Aarav, Barbara bisa melihat situasi yang tidak menguntungkan. Ada banyak rahasia dari keluarga Rochester dan sekarang semua informasi itu sudah ada di tangannya. Bagi Barbara untuk mengetahui riwayat hidup seseorang tak perlu meminta tolong jika dia pun bisa melakukanya. Barbara merasa kasihan pada Aarav karena selama ini dia sudah keterlaluan slalu menyudutkannya.
Namun mulai sekarang Barbara akan ada di samping Aarav. Tak peduli banyak rintangan yang menghadang. Barbara tidak habis pikir saja keluarga yang terlihat sempurna di luar ternyata rusak di dalamnya. Di sini Aarav yang menjadi alat dan Barbara akan berusaha untuk mengeluarkan suaminya dari genggaman mereka.
"Aarav."
"Ada apa?"
"Aku boleh meminta sesuatu padamu?" Aarav melepaskan pelukannya lalu menatap Barbara dengan pandangan bertanya. Untuk pertama kalinya sang istri meminta sesuatu padanya.
"Apa?"
"Aku ingin apapun yang kau lakukan di luaran sana, libatkan aku di dalamnya." Tubuh Aarav menegang. Matanya menatap tajam pada Barbara yang hanya menatapnya dengan pandangan berharap.
"Tidak. Lebih baik kau diam saja di rumah, tidak perlu ikut campur dengan apa yang aku lakukan."
"Kau egois. Aku pun ingin merasakan kebebasan dan kau slalu melarang ku untuk keluar dari rumah."
"Tapi ini berbeda sayang. Aku ingin kau diam di rumah menungguku, bukan ikut aku kemana pun aku pergi."
"Kalau begitu ceraikan aku sekarang juga. Kau sudah merasakan menjadi suamiku selama satu bulan ini kan. Jadi kita bisa kembali hidup seperti biasanya." Barbara melipat tangannya di depan d**a. Tak peduli jika memang Aarav tidak ingin melibatkannya, toh sekarang Barbara sudah tahu apa yang harus dilakukannya.
Aarav mengusap wajahnya kasar. "Sebenarnya niat mu ingin ikut denganku apa? Aku yakin ada sesuatu yang kau ketahui, makanya kau meminta hal ini padaku."
"Tidak ada. Memangnya salah jika aku ingin slalu ada di dekat suami ku sendiri? Selama satu bulan menjadi istri mu, kau hanya bisa meluangkan waktu mu beberapa menit saja, itu pun saat di pagi hari. Aku membutuhkan suami yang slalu ada. Yang aku butuhkan perhatian bukan uang! Aku pikir setelah menikah denganmu aku akan mendapatkan apa yang aku inginkan tapi sepertinya aku salah ngambil tindakan. Harusnya aku tidak peduli dengan keluarga ku, harusnya aku tidak peduli jika mereka mati sekalipun, harusnya sekarang aku masih bebas bermain, harusn—"
—Oke Fine. Kau ikut kemana pun aku pergi." Barbara yang mendengarnya tersenyum lebar.
Dia langsung maju dan memeluk Aarav dengan erat. Selama ini mungkin Barbara bahagia dengan kehidupannya di luar sana yang berantakan. Barbara pikir orang kaya hidupnya akan sama seperti keluarganya namun ternyata keluarga yang disegani dalam dunia bisnis malah lebih kacau dari keluarga lainnya.
Aarav membalas pelukan Barbara menghirup aroma harum istrinya. Aarav tahu selama satu bulan ini dia memiliki waktu di pagi hari, itu pun hanya beberapa menit. Seharusnya sekarang mereka sedang masa saling berusaha membuka hati satu sama lain terutama untuk Barbara namun dengan kondisinya yang seperti ini, bagaimana Aarav bisa membuat Barbara jatuh cinta padanya? jika dia pun tak bisa membagi waktunya.
Aarav pun tahu jika Barbara memang lebih memilih pria yang biasa saja namun melimpahkan kasih sayang sepenuhnya bukan seperti dirinya. Dia merasa bersalah pada Istrinya sudah menelantarkannya begitu saja. Padahal Barbara melakukan apapun selama Aarav tidak ada. Tapi Barbara tipe wanita yang jika memberikan hal yang sama dia akan melakukannya. Barbara diam di rumah tanpa melakukan apapun selain menganggu beberapa pekerja di rumahnya. Bahkan kartu ATM yang diberikannya pun tidak tersentuh sama sekali.
Jika pada wanita lain mungkin dia akan langsung pergi shopping, belanja apapun yang diinginkannya. Sayang, istrinya tidak seperti itu, walaupun Barbara terlahir dari keluarga kaya namun dia hidup dengan sederhana. Aarav yakin jika Barbara paham betul dengan kehidupannya dulu.
Barbara melepaskan pelukannya. Matanya memandang ke arah Aarav dengan senyuman di bibirnya. Pantas setiap berkumpul keluarga Aarav hanya diam tanpa melakukan apapun, ternyata tatapan Ayahnya lah yang membuatnya tidak berkutik. Lihat saja, Barbara tidak akan tinggal diam. Biarkan dia di cap menjadi menantu kurang ajar. Namun jika Aarav seperti ini terus hidupnya akan seperti apa? Percuma Aarav mengatakan cinta padanya jika dia tidak bisa membuatnya jatuh cinta.
Barbara sudah menyiapkan apa saja yang harus dilakukannya. Mungkin untuk sekarang dia harus membuat Aarav jatuh cinta sedalam-dalamnya padanya, supaya dia mudah melancarkan aksinya. Ingatkan Barbara jika ini demi kebaikan suaminya. Selama ini hidup pria itu tidak pernah merasakan kebebasan. Terkekang dengan perlakuan Ayahnya dan detik itu juga apapun yang Aarav rasakan harus di rasakan olehnya.
Aarav mendekatkan wajahnya lalu mencium bibir Istrinya. Barbara sama sekali tidak mengelak, lagipula Barbara menikmatinya. Selama satu bulan di rumah, Barbara mengumpulkan informasi dari beberapa sumber. Banyak yang harus dia garis besarkan tujuan dan maksudnya. Barbara tidak akan mungkin ikut campur sampai sedalam ini jika tidak menyangkut kebahagiaan Aarav.
Awalnya Barbara tidak akan peduli dengan statusnya, jika memang Aarav sudah bosan padanya, yah sudah tinggal pergi saja. Namun semua itu runtuh seketika saat dia menemukan sebuah berkas. Berkas yang membuat Barbara paham kenapa Aarav bersifat seperti ini. Untung saja di rumah Aarav di sediakan semua fasilitas jadi Barbara tidak perlu ambil pusing harus bagaimana.
Barbara sudah menghubungi beberapa temannya untuk menyelidiki kasus keluarga suaminya. Peduli setan! Bagi Barbara jika sudah menyangkut sesuatu yang menyakitkan, dia tak akan tinggal diam. Baginya kebahagiaan seseorang itu adalah kemutlakan manusia dengan apapun caranya kita harus bahagia. Begitulah hidupnya.
Aarav memutuskan tautan bibirnya saat di rasa Barbara membutuhkan oksigen. Dia tersenyum lalu mengecup kening istrinya. Inilah yang slalu ingin dilakukannya. Mungkin saat pertama kali bertemu dia bersikap kurang ajar, mengancam Barbara untuk menjadi pendamping hidupnya. Namun ini untuk ke hidupnya, sebisa mungkin akan Aarav lakukan, tidak peduli jika di katakan dia egois. Karena memang sudah lama Aarav menginginkan Barbara menjadi bagian hidupnya.
Aarav sebenarnya sudah lelah harus memiliki dua kepribadian seperti ini. Di kantor sifatnya harus berbanding terbalik dengan kehidupan di rumah. Ayahnya banyak menuntutnya untuk slalu menjadi pribadi yang keras. Aarav lelah harus seperti ini terus, itu bukanlah sifat aslinya. Tapi harus bagaimana lagi, dia tidak bisa berkutik karena Ayahnya slalu menyangkutkan hidupnya dengan masa lalunya. Tertekan? Pasti. Karena selama ini Aarav tak bisa bahagia dengan kehidupannya.
"Mulai sekarang kau harus membagi apapun yang mengganjal di hatimu. Kita ini suami istri, berbagi untuk mencari solusi itu lebih baik. Jika memang kau tidak ingin berbagi aku tidak akan memaksa. Hanya saja kita kembali lagi pada awal dimana aku dan kau tidak memiliki tujuan yang sama."
Aarav menggelengkan kepalanya. Dia paling takut jika Barbara pergi dari hidupnya. Selama bertahun-tahun menyimpan rasa untuk Istrinya dan setelah mendapatkannya dia harus melepaskannya, tidak akan pernah.
"Aku janji." Barbara kembali memeluk tubuh besar Aarav. Matanya menatap tajam ke arah sana, menerawang jauh jika dia ada di posisi suaminya.
***
Barbara duduk dengan tenang saat sosok yang tidak di harapkan nya hadir di ruangan suaminya. Satu hal yang ingin dilakukan Barbara sekarang, mengusirnya. Barbara masih belum bisa mengontrol rasa emosi dalam hatinya dan sekarang orang yang membuatnya marah berkunjung ke tempat suaminya bekerja.
"Papa pikir tidak ada tamu di ruangan Aarav."
"Aku sengaja berkunjung ingin melihat kantor suamiku Papa mertua."
Leroy mengangguk, "Selagi kau ada disini, ada yang ingin Papa sampaikan."
"Silakan, aku akan mendengarnya dengan senang hati." Aarav menggelengkan kepala pada Ayahnya.
"Apa kau benar-benar yakin untuk menjadi Istri Aarav?"
Kening Barbara mengerut, "Tentu saja. Aku dan Aarav sudah menikah 1 bulan dan Papa Mertua baru bertanya sekarang."
"Karena kita memang baru bertemu. Sebenarnya saat itu Papa ingin menyampaikan sesuatu padamu."
"Menyampaikan apa?"
"Papa hanya ingin menyampaikan, apa kau yakin akan mengikuti segala kegiatan Aarav?"
"Tentu."
"Kau sudah tahu apa pekerjaan Suamimu?"
"Aku hanya tahu, suamiku hanya duduk diam di balik mejanya tapi untuk pekerjaan di luar ini aku tidak tahu sama sekali."
"Papa tahu kau bukan wanita bodoh. Walaupun kau hanya lulusan SMP otakmu hampir sama dengan otak yang di miliki Aarav."
"Tidak usah membawa latar pendidikan ku Papa Mertua. Aku juga tahu jika Papa Mertua pasti malu memiliki menantu sepertiku. Tapi siapa peduli! Mau aku lulusan manapun tidak ada yang tahu dia pintar atau bodoh." Beberapa saat hening.
Barbara paling tidak menyukai jika ada orang yang membawa-bawa status pendidikannya. Setiap orang berhak memilih untuk melanjutkan kehidupan masa depannya bagaimana.
"Apa kau tahu pekerjaan sampingan suamimu?" Barbara menoleh menatap Aarav yang menunduk.
Leroy yang melihat sikap santai menantunya semakin tertantang. Ternyata Rajendra memiliki seorang Putri yang tangguh tapi sayang dia lebih menutupinya dari publik. Jika Rajendra mengandalkan Barbara, kemungkinan posisi mereka akan setara. Bianca dan Barbara berbeda, mereka serupa namun tidak sama. Barbara lebih berani bahkan pembawanya sangat santai, tidak ada rasa takut sama sekali, bahkan dia menatapnya dengan wajah datar berbeda dengan Bianca jika di tatap tajam olehnya dia akan menunduk ketakutan. Rajendra begitu apik menutupi Putrinya dari Publik selama bertahun-tahun.
"Aarav seorang pembunuh, kau tahu itu?" Leroy menatap menantunya dengan teliti, tidak ada rasa terkejut sama sekali dari mimik wajahnya. Berbeda dengan Aarav yang tubuhnya langsung menegang.
"Lantas jika dia pembunuh aku harus bereaksi seperti apa?"
Leroy tersentak mendapat jawaban dari menantunya. Baru kali ini dia mendapat wanita semacam ini. Baru kali ini ada wanita yang biasa saja mendengar suaminya pembunuh. Berbeda lagi dengan Aarav yang menatap istrinya dengan pandangan khawatir. Ingin rasanya berteriak pada Ayahnya untuk menghentikan ucapan omong kosongnya.
"Kau tidak takut, jika suatu hari suamimu membunuhmu?" Barbara menatap Aarav dengan senyuman. Aarav yang melihat senyuman Istrinya membalas senyuman itu.
Leroy menatap ke arah anak dan menantunya. Dan saat itulah dunianya runtuh seketika. Aarav berubah! Satu kata itu yang terlintas di kepalanya. Bagaimana bisa? Selama ini Aarav akan melakukan apapun demi memenuhi keinginannya namun sekarang hanya mendapat sebuah senyuman dari menantunya, Aarav luluh. Leroy paham jika sekarang Aarav sudah menemukan rumahnya untuk pulang. Dia pikir anaknya hanya main-main mengatakan ingin melamar seorang wanita dan karena tidak mau membuat status Putranya sendirian terus menerus akhirnya dia melakukan tugasnya sebagai seorang Ayah.
Satu tahun mengenal calon menantunya tidak akan yang perlu di khawatirkan, hidupnya pasti akan aman-aman saja. Saat di perlakukan tidak baik pun dia hanya diam. Namun sekarang berbeda, Barbara yang menjadi menantu Sah nya sangat jauh dari ekspetasi nya. Semua perkataan yang dilontarkannya pun akan dibalas. Leroy pun bisa melihat jika Aarav lebih hidup bersama Barbara di banding dengan Bianca. Dia yakin akan ada banyak masalah yang terjadi di keluarganya. Leroy harus berhati-hati, Barbara masuk ke dalam keluarganya, itu artinya dia harus menanggung apa yang akan terjadi di depannya. Semua plan yang di susun rapih harus di rubah ulang. Barbara bisa menjadi sebuah ancaman untuknya.
"Dia wanita yang aku cintai, Pa. Tidak akan mungkin aku melakukan hal itu. Semarah apapun nanti aku padanya, aku akan berusaha merendamnya. Karena aku lebih mencintainya di banding diriku sendiri." Kembali Leroy tersentak kaget. Sekarang Aarav sudah berani membalas perkataanya. Ada kilatan amarah di bola mata Leroy namun dia tidak bisa melampiaskannya.
Barbara menatap Ayah mertuanya. Dia orang yang peka, jadi apapun yang terjadi di sekitarnya pasti ada sesuatu yang di sembunyikan. Ingatkan pada semua orang jangan melihat dari lantar belakang dan pendidikannya namun lihatlah bagaimana otak yang berjalan. Yang memiliki pendidikan rendah belum tentu bodoh.
"Barbara, kau tidak menyesal hidup bersama pria yang tidak kau cintai?" Pertanyaan Leroy membuat Barbara menyeringai, Ayah mertuanya sedang menyudutkannya.
"Tenang saja Papa Mertua, walaupun aku tidak mencintai suamiku, setidaknya dia mencintaiku. Ada saatnya dimana aku akan mencintai dia namun entah kapan waktunya."
"Itu berarti Aarav harus menunggumu bertahun-tahun supaya kau mencintainya?"
"Hati tidak ada yang tahu bagaimana nanti kedepannya. Aku memang tidak mencintai suami ku tapi jika berusaha mengerti, memahami dan membuka hati semuanya akan baik-baik saja. Suatu saat Papa Mertua pasti akan melihat keluarga kami bahagia dengan anak-anak kami yang lucu-lucu." Leroy mengabaikan jawaban itu.
"Kau tidak takut jika suatu saat suamimu pergi meninggalkanmu?" Leroy semakin menekan menantunya.
"Berpikir panjang saja, Papa Mertua. Kenapa harus meninggalkan aku sedangkan suami ku harus bersusah payah menjadikan ku istrinya. Jika memang suamiku melakukan hal itu berarti dia tidak bisa menghargai usahanya sendiri." Leroy terdiam. Dia di buat bungkam oleh menantunya.
Aarav sudah mencintainya. Tinggal menunggu hasil kapan Barbara bisa membalas cintanya Aarav. Sebenarnya mencintai Aarav itu mudah karena pria itu hanya perlu di berikan umpan setelahnya dia akan mudah menangkap.
"Baiklah kalau seperti itu. Papa mendukung apapun yang ingin kalian lakukan." Hanya itu bisa Leroy katakan. Dia benar-benar merasa percuma memberikan penjelasan pada Barbara karena wanita itu tidak akan mau mendengar.
"Terima kasih."
"Papa harus pergi, hati-hatilah."
"Terbalik Papa Mertua. Harusnya aku yang mengatakan berhati-hatilah." Leroy tidak menjawabnya. Dia langsung pergi meninggalkan ruangan putranya.
"Hati-hati kena stroke ringan maksudnya hehe." Barbara tertawa mengejek membuat Aarav menggelengkan kepalanya.
Barbara tahu arti dari kata hati-hati Ayah Mertuanya. Tentu saja sekarang Barbara harus berhati-hati karena ini sebuah tanda untuknya. Kemungkinan terbesar Ayah Mertuanya sudah menyatakan perang padanya. Mungkin Ayah Mertuanya berpikir, menikahkan Aarav dengan wanita lain tidak akan mengganggu kegiatannya. Sayangnya, yang di nikahi Aarav itu Barbara si yang paling ingin membongkar rahasia.
"Seharusnya kau tidak menjawab pertanyaan Papa."
"Lantas aku harus diam saja?"
"Diam itu lebih baik." Barbara memandang Aarav, lalu memeluk suaminya itu.
"Tapi aku tidak mau, rasanya mulutku gatal sekali jika tidak menjawab."
"Lain kali jika Papa mengatakan hal-hal semacam itu, dengarkan saja."
"Kenapa? Kau mau membunuhku juga?" Aarav menatap Barbara, mengecup ringan hidung Istrinya itu.
"Apa yang kau ketahui tentangku?"
Barbara tersenyum, "Banyak. Aku menemukan berkas di ruangan mu."
"Dan kau membacanya?"
"Tentu saja. Aku penasaran ada apa di dalam keluargamu, ternyata memang sangat amat menyebalkan." Aarav mengusap pipi Barbara.
"Berhati-hatilah, Papa marah karena aku menikahi wanita yang bisa mengancamnya."
"Lalu kenapa kau diam saja?"
"Belum waktunya." Aarav tahu cepat atau lambat Barbara akan mencari tahu tentang keluarganya. Dan benar saja sekarang mungkin Barbara tahu apa yang di lakukan Ayahnya.
Aarav menghela napas, matanya ingin sekali terpejam namun pekerjaan begitu menumpuk membuatnya urung untuk istirahat. Dia yakin setelah ini Ayahnya akan memberikan pekerjaan yang lebih berat dari ini semua.
"Aku kembali berkerja."
"Istirahat lah. Kau sudah memiliki kantong mata."
"Aku harus menyelesaikan pekerjaanku."
"Apa sesibuk itu menjadi seorang atasan?"
"Kau tidak akan mengerti."
"Iya, aku memang tidak akan mengerti jika kau tidak menjelaskannya."
"Bagaimana jika aku tidak ingin menjelaskan?"
Plak
Barbara menampar pipi Aarav pelan, "Kalau begitu tidur."
Aarav terkekeh, mencium Barbara sebentar sebelum melepaskan istrinya. "Aku tidak bisa."
"Terserah. Aku tidak akan peduli padamu! Jika kau mati pun aku tidak masalah, cepat matilah supaya aku bisa mencari suami baru." Aarav melepaskan pelukan Barbara lalu menjatuhkan kepalanya di pangkuan sang istri.
Barbara tertawa, "Seperti ini kan aku suka."
"Aku menurutimu, karena aku mencintaimu."
"Terima kasih. Tunggu sampai aku membalas cintamu." kepala Aarav mengangguk.
Aarav memang tak akan memaksa Barbara untuk mencintainya sekarang. Masih banyak waktu untuk membuat Barbara membuka hatinya. Cinta itu kapan saja bisa datang dengan kebersamaan yang terjalin. Aarav siap menunggu kapan pun itu. Karena bagaimana pun Barbara sudah menjadi istrinya dan Aarav tidak akan mudah melepaskannya begitu saja.