Marriage Of Two Worlds 2

2349 Kata
Barbara menguap dengan lebar, matanya memandang ke arah pintu Kafe. Orang yang di tunggunya belum datang setelah 1 jam dia menghabiskan waktunya. Barbara menggaruk rambutnya yang sekarang berubah warna menjadi biru, dia menghembuskan nafas kesal. "Sorry, sorry." Barbara mendongak.  "Apa kau tahu aku sudah duduk di sini berapa jam?" tanya Barbara dengan datar. "Hah? Ahh ... itu maaf, Bar. Hari ini entah kenapa jalanan begitu macet, akhirnya aku harus berputar arah untuk lebih cepat sampai." Ujarnya sambil menarik kursi. "Fuck! Apa kau yakin terjebak macet? Apa kau pikir perjalanan dari rumah ku ke sini akan berbeda arah denganmu? Kau sungguh tidak pandai berbohong denganku." Wanita itu menggaruk rambutnya lalu meringis menatap wajah Barbara dengan permohonan maafnya.  "Kau tahu jika aku memiliki pekerjaan yang sedikit rumit."  "Aku sudah mengatakannya berkali-kali, berhenti bekerja disana. Kau bisa bekerja denganku, tanpa harus membuang-buang waktu." "Kemampuan apa yang bisa aku lakukan untukmu? Bahkan berlari pun aku tidak bisa." Barbara mendengus, paham sekali dengan tabiat wanita di depannya.  "Maaf, aku berjanji ini terakhir kalinya aku terlambat."   "Sebelum kau tobat pun kau akan slalu terlambat."  "Maaf, Bar." Sesal wanita itu.  "Terserah." Barbara menyandarkan tubuhnya. Tubuhnya merasa lelah, banyak hal yang dia pikirkan tapi sebisa mungkin ditepisnya. Sharon menatap Barbara dengan alis terangkat. Tumben sekali Barbara terdiam? Biasanya gadis bar-bar ini akan berceloteh ria. Barbara adalah sahabat Sharon, dimana mereka slalu bersama walaupun ujian menerpa. Hanya mereka berdua yang tahu susah senang bersama. Sharon bekerja menjadi seorang wanita penghibur. Selama ini dia sudah di tawarkan untuk bekerja bersama dengan Barbara. Sharon menolak, bukan karena dia bahagia menjadi wanita penghibur. Hanya saja Sharon sadar diri, dia tidak memiliki kemampuan apapun seperti sahabatnya. Barbara bisa di katakan memilki kemampuan di atas rata-rata dan kemampuannya hanya bisa di lakukan orang yang sudah profesional. Katakan lah Sharon wanita murahan tau mau bagaimana lagi tak ada pilihan selain pekerjaan ini. Sharon hanya lulusan SMP, masih mending dia memiliki pekerjaan untuk kehidupannya, walaupun mungkin banyak orang yang memandangnya hina. Tapi, setidaknya Sharon harus bersyukur walaupun hidupnya seperti ini ada banyak orang yang sayang padanya.  "Kenapa, Bar?"  "Aku bingung." "Bingung kenapa?"  "Kemarin aku pulang ke rumah, aku pikir sampai di rumah aku akan mendapatkan ketenangan. Tapi, kemarin Bianca cerita dia hamil, aku merasa heran karena saat setiap wanita bahagia mendapatkan dirinya hamil, Bianca bersikap berbeda? Aku bertanya padanya dan kau tahu jawaban apa yang aku terima?" Kepala Sharon menggeleng. "Dia bilang hamil dengan pria lain sedangkan kemarin keluarga calon suami dia datang. Lalu brengseknya lagi Bianca melimpahkan semuanya padaku. Ada apa dengannya? Apa dia sudah gila? Aku benar-benar ingin sekali menarik pelatuk saat itu juga, bisa-bisanya dia berpikir murahan seperti itu." Sharon tersedak air liurnya, Matanya memandang Barbara dengan rasa tidak percaya. "Kenapa bisa seperti itu?" "Mana aku tahu." "Lalu apa jawabanmu?"  "Entahlah, aku bingung. Aku masih memikirkan jalan yang terbaik untuk keluargaku tanpa mengorbankan masa depanku. Aku pikir perjodohan orang tua tidak akan pernah terjadi di jaman modern seperti ini tidak tahunya cara murahan seperti ini masih di lakukan." Jawab Barbara kesal. Sharon menggaruk keningnya, "Apa kau tidak ingin mencoba terlebih dulu?" "Maksudmu?"  "Emm ... Sorry, Bar, bukan maksud hati ingin mendorongmu ke dalam ke sengsaraan. Hanya saja kenapa tidak kau terima saja, siapa tahu kalian berdua cocok. Di coba saja, kalau memang kalian tidak cocok kau bisa memutuskannya."  "Maksudmu, aku harus menggantikan Bianca?" Kepala Sharon mengangguk kaku. Barbara melototkan matanya tidak sudi.  "Apa kau gila! Demi Tuhan! Bahkan aku sama sekali tidak pernah terpikirkan untuk menjalin kasih dalam waktu dekat dan sekarang kau menyuruhku untuk menerima perjodohan konyol yang orang tuaku lakukan? Kau benar-benar sudah kehilangan akal sehatmu." Marah Barbara. Sharon menatap Barbara, dia tahu bagaimana sifat sahabatnya itu. "Apa dia tampan?"   "Kenapa kau bertanya seperti itu?"  "Jawab saja."  "Biasa saja." "Kaya tidak?" "Kalau tidak salah dia anaknya Leroy Rochester. Eh, tapi aku tidak tahu pasti jika masalah itu." "Ya Tuhan." Sharon menutup mulutnya. "Apa kau tahu jika keluarga itu termasuk jajaran orang terkaya di Asian?" Sharon membulatkan matanya tidak percaya. Barbara benar-benar gadis bodoh yang melepaskan berlian demi hidupnya yang bebas. Jika Sharon ada di posisinya, dia rela bertukar posisi dengan sahabatnya.  "Brengsek! Dengar, sekaya apapun dia, dia tidak akan bisa membeli hatiku. Memangnya dengan dia kaya, dia bisa membuatku jatuh cinta padanya?" Tanya Barbara malas. "Maksudku bukan begi—" belum sempat Sharon melanjutkan katanya, sebuah suara menghentikan ucapannya. "Lalu kenapa? Aku bisa membuatmu jatuh cinta padaku tanpa perlu aku membayar hatimu dengan kekayaan yang aku miliki." Barbara dan Sharon mendongak, menatap sosok pria yang sekarang tersenyum ke arah mereka berdua.  Sharon menganga tak percaya, matanya mengerjap melihat sosok pria yang banyak di idamkan oleh para wanita di luaran sana. Berbeda dengan reaksi Barbara yang hanya bisa menghembuskan nafas. "Sedang apa kau disini?" Barbara sungguh tidak sudi harus berhubungan dengan pria ini.  Bianca saja sudah mengerut ketakutan, bagaimana dengannya? Oke! Barbara memang bisa bela diri namun jika harus melawan pria semacam orang ini, yang ada hancur sudah raganya.  "Apa aku harus menjawab pertanyaan mu itu?"  "Terserah kau saja. Jika memang kau tidak memiliki urusan lebih baik pergi dari sini, rasanya aku muak melihat wajahmu." Usir Barbara kasar.  "Aku hanya ingin tahu saja ternyata Rajendra Ajuman, memiliki satu putri yang di sembunyikan dari publik. Tadinya aku ingin membahasnya lain kali tapi karena sekarang aku sudah bertemu denganmu, aku ingin mendengar jawaban itu keluar daru mulutmu sendiri." "Lalu ada masalah denganmu, jika aku anak dari Rajendra Ajuman?"  "Tidak ada. Hanya saja aku pikir tidak mungkin calon mertuaku berat seimbang tentang masalah kasih sayang. Mengingat beliau slalu memberikan kasih sayang pada anak dan istrinya."  "Apa peduli mu sampai kau tahu kehidupan keluargaku?"  "Aku calon menantu yang baik. Otomatis aku harus tahu tentang masalah sekecil apapun."  "Hay, denger. Bianca sudah tidak ingin berhubungan lagi denganmu. Aku peringatkan untukmu, jauh-jauh kau darinya." Barbara mendengus sinis. Pria itu terkekeh lalu menunduk, menarik dagu Barbara menghadap padanya. Barbara dengan kasar menepis tangan itu, kurang ajar. "Jangan bersikap kurang ajar!" Barbara sudah akan berdiri namun Sharon langsung menahan tangannya.  "Sabar Bar ini tempat umum." Sharon menarik Barbara untuk kembali duduk. Sharon heran, kenapa pria ini tidak merasa takut dengan perawakan mengerikan Barbara versi dirinya. Bahkan di lihat dari luar saja Barbara sudah terlihat seperti gadis tukang pukul. "Kalau pun aku tidak jadi menikah dengan Bianca. Aku masih memilikimu yang bisa menjadi pengantinku nanti." "Brengsek! Omong kosong apa yang kau katakan sialan?  "Aku hanya membuat dua pilihan untukmu. Menikah denganku atau kau akan melihat Bianca menikah denganku dengan penuh drama."  Barbara menatap pria itu dengan pandangan ingin membunuh. Dia melihat pria itu sedang mengeluarkan sesuatu dalam jasnya lalu menyimpan sebuah kartu nama di atas meja.  "Aku tunggu 2 hari jawaban darimu, karena jawaban darimu lah yang akan menyelamatkan segalanya. Itu pun jika kau tidak ingin terjadi sesuatu pada suadaramu." Setelah mengatakan itu, pria itu pergi meninggalkan Barbara yang menatapnya dengan pandangan benci.  "Yak jangan harap aku sudi menjadi calon istrimu, camkan itu brengsek!" Teriak Barbara.  "Kita lihat saja nanti." Jawab pria itu. Barbara berdiri, amarahnya sudah sampai di ubun-ubun ingin sekali rasanya dia menancapkan pisau miliknya ke punggung pria itu menghujatnya berkali-kali.  "Bar sadar, banyak orang yang memperhatikan kita berdua, bisa-bisa kau malah mendapat masalah. Dia itu Putra dari Leroy Rochester akan ada kemungkinan banyak berita hangat tentang kalian berdua nanti." Ujar Sharon sebal.  "Biarkan! Biarkan semua orang lain tahu bagaimana pria itu bersikap!"  "Bar jika kau memakai emosi semuanya tidak akan usai. Ayo, cepat duduk kau membuatku malu saja. Jika kau ingin memarahi pria itu, nanti akan ada saatnya kau melakukannya." Sharon menarik Barbara untuk kembali duduk. Barbara menghembuskan nafas, menenangkan perasaannya yang menggebu-gebu.  Sharon menatap wajah Barbara, dia tahu jika wanita itu marah akan seperti itu. Sharon paham jika berurusan dengan keluarganya Barbara akan seperti ini terutama jika menyangkut Bianca. Ketidak pedulian Barbara pada saudaranya jika terjadi sesuatu, wanita itu yang akan maju. "Bar aku tahu orang tuamu sekelas dengan orang tua Aarav. Tapi kau harus ingat, kau sedang berurusan dengan Putra Leroy. Apa selamat kau hidup, kau tidak pernah membaca berita? Kau seharusnya berhati-hati dengannya, mungkin sekarang bukan Bianca yang dia inginkan tapi giliran kau yang dia inginkan." "Apa yang kau katakan bitch? Urusannya denganku apa? Aku mengenalnya saja tidak pernah, bagaimana bisa dia menginginkanku, konyol sekali dirimu." "Ya Tuhan! Barbara. Jadi benar jika kau tidak tahu siapa dia?" Sharon menatap Barbara dengan ingin sekali mencekiknya. Barbara menggeleng, "Aku hanya tahu jika dia calon suaminya, Bianca."  "Pria tadi bernama Aarav Caesar Rochester, anak Tunggal pewaris kerjaan Bisnis Leroy Rochester. Usianya sekarang menginjak 33 tahun dan dia adalah salah satu pria yang banyak wanita idamkan."  Barbara melipat tangannya di depan dada, "Kau tahu, Sha, bagiku sekalipun dia anak Raja aku tidak akan mau dengannya."  Sharon menghela nafas, "Aku yakin Aarav tidak akan melepaskan mu begitu saja. Jika dia menginginkan sesuatu lalu sesuatu itu tidak dapat dia miliki, Aarav akan melakukan berbagai cara untuk mendapatkannya."  "Egois sekali, seenaknya memiliki!" Gerutu Barbara.  Barbara sudah di beri tahu, setidaknya dia harus berhati-hati. Banyak orang yang ingin menghancurkan Putra tunggal Leroy, maka dari itu banyak orang pun yang berbondong-bondong ingin mengetahui kelemahan darinya. Jika Barbara menjadi istri dari pria itu, kemungkinan dia harus semakin berhati-hati. Sharon tidak sengaja menatap mata Aarav tadi, rasanya buluk kuduknya merinding begitu saja. Barbara tidak peduli bagaimana pun kedepannya yang pasti dia tidak ada hubungan apapun dengan pria itu. Barbara hanya tahu jika pria itu calon suami Bianca tidak lebih. Barbara menatap kartu nama itu, di sana tertulis 'AARAV CAESAR ROCHESTER'. Barbara membuangnya begitu saja, baginya tidak penting mengurusi sesuatu yang membuatnya muak setengah mati.  Satu minggu kemudian ... Barbara berjalan tenang di sepanjang langkahnya. Telinganya di pasang earphone, matanya memandang ke depan, kadang kala kepalanya mengangguk mengikuti irama musik. Barbara akan pulang kerumah setelah satu minggu tidal pulang. Sebenarnya dia tidak pulang karena memang ada urusan yang mengharuskannya langsung bergerak. Dia bekerja sebagai kurir yang mengantarkan beberapa barang pada tujuan yang tertulis. Dulu Barbara akui jika dia pernah menjadi seorang kurir Narkoba, hanya saja selama menjadi pengantar barang itu banyak sekali masalah. Entah ada Polisi lah, ada preman lah, ada musuhnya lah, dan masih banyak lagi yang menghalangi kegiatan antar mengantarnya.  Barbara bukan gadis baik-baik dan dia kembali akui itu. Barbar sudah rusak luar dalam, maka dia tidak berharap banyak untuk mendapatkan kehidupan yang layak kedepannya. Barbara hanya menginginkan kehidupan yang bahagia semacam ini, dia slalu meminta pada Tuhan untuk slalu memberikannya kebahagian, walaupun tidak dengan cara memiliki pasangan. Mungkin Tuhan mengabulkan permintaannya, karena selama ini Barbara tidak pernah berhubungan dengan seorang pria satu kali pun.  Barbara menghentikan langkahnya saat melihat gerbang rumahnya terbuka dengan lebar. Ada apa? Tumben sekali tak ada bodyguard yang berjaga. Barbara kembali melanjutkan langkahnya, matanya mengawasi ke adaan sekitar, siapa tahu ada orang yang masuk kedalam rumahnya. Dia melihat ada beberapa orang berbadan besar berdiri di depan pintu rumah. Yakin jika itu bukan bodyguard keluarganya membuat Barbara langsung mengeluarkan sesuatu di dalam balik celananya.  Berputar jalan, Barbara melihat tak ada Art sama sekali di dapur, kemana mereka? Telinga Barbara mendengar suara bentakan bahkan pukulan. Mengintip dari balik dinding, matanya membulat melihat keluarga dan orang-orang yang bekerja dengan orang tuanya sudah duduk, bahkan ada beberapa dari mereka terluka parah.  Barbara menatap ke arah lain, matanya langsung terpaku pada satu orang yang sekarang duduk dengan tenang. Tangannya terkepal dengan kuat dia tidak habis pikir ternyata perkataan Sharon benar.  Barbara menghembuskan nafas kasar. Dia menatap tangannya yang menggenggam pisau lipat miliknya. Matanya menatap ke arah depan sana dengan pandangan tajam. Barbara memfokuskan pandangannya lalu tangannya mengayun dan Srettttt!!! Pisaunya menancap di bahu orang itu.  "Argggggggggggggg!" Barbara tersenyum. Matanya melihat beberapa orang berpakaian hitam langsung berhamburan ke beberapa arah.  Barbara keluar dari persembunyiannya lalu bertepuk tangan dengan keras. Semua orang memandang ke arahnya dengan berbagai pandangan. Bianca menangis melihat saudaranya datang tepat waktu. Ini, inilah yang Bianca takutkan. Dulu memang Bianca menerima, melihat perlakuan yang manis namun semakin lama mengenal rasa takut langsung menguasai hatinya. Maka dari itu Barbara meminta tolong pada kedua orang tuanya untuk membatalkan perjodohan mereka.  "Gimana rasanya? Nikmat bukan?" Barbara menjadi sosok gadis yang menakutkan. Pria itu menatap Barbara dengan pandangan tidak percaya. Di pikirannya, bagaimana bisa dia melakukan itu padanya? "Begini kah caramu memperlakukan orang lain? Aku tidak habis pikir bagaimana bisa kau berlaku seperti ini. Apa yang aku lakukan barusan tidak sebanding dengan apa yang kau berikan pada keluargaku. Aku akan membalas semua perlakuanmu pada keluargaku dua kali lipat dari ini. Jadi pergilah sebelum aku kembali memberikan pelajaran padamu. Hanya karena kau tidak bisa memilikinya kau akan bertindak seenaknya." "Kau memang gadis pintar, karena ini lah yang aku inginkan." Rajendra dan Sadie saling berpandangan. Mereka shock melihat Barbara bisa melakukan hal semacam ini.  Barbara terkekeh, langkahnya mendekat lalu berdiri di hadapan pria itu. Matanya melihat ke arah dimana pisau masih menancap di sana. Tanpa ada yang tahu pergerakannya, Barbara menarik pisau miliknya. "Arggggggggggg." Teriakan pria itu menggema di rumahnya. Beberapa bodyguardnya sudah mengelilingi Barbara dengan senjata Api di tangan mereka. Barbara menatap pisau yang meneteskan darah. Suara tawa membuat semua orang menatap ngeri pada satu objek itu. Bianca meneguk ludahnya dengan susah payah, saudaranya seorang psycopat bisik hatinya.  Barbara membungkukkan badan, matanya memandang iris Abu itu, senyum tersungging di bibirnya.  "Bagaimana? Apa kau ingin aku menambahkannya?" Pria itu tersenyum miring.  "Aku suka gadis seperti ini." "Kau ...." Barbara mengacungkan pisaunya. "Hahahahaha luka sekecil ini tidak akan membuatku menyerah. Bahkan aku semakin tertantang untuk mendapatkan mu, menjadikan mu milikku." Mata Barbara membulat, terbuat dari apa pria ini? Apa otaknya sudah tidak waras? Benar-benar gila.  "Aarav, saya sudah katakan pada Ayahmu jika perjodohan ini batal. Saya mohon lepaskan kami dan tolong jangan ganggu putriku." Pria itu memiringkan kepalanya menatap Rajendra.  Rajendra benar-benar tak habis pikir, kenapa bisa dia melakukan kesalahan? Untung saja Bianca bercerita padanya, jika tidak entah apa yang akan di lalukan pria itu pada putrinya. Bagaimana bisa Aarav menginginkan Barbara sedangkan mereka baru pertama kali bertemu.  "Saya tidak akan menyerah Mr. Rajendra, 3 hari lagi saya akan menikah. Saya tidak masalah jika Bianca membatalkannya, lagi pula Barbara lebih menarik dari Bianca." Barbara mengepalkan tangannya, dia sudah siap mengayunkan pisaunya namun sebelum itu, sesuatu menyengat kulitnya. Barbara menatap penuh kebencian pada Aarav setelah itu tubuhnya ambruk. "Kau milikku sekarang."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN