Pengantin baru itu kini sedang duduk di sebuah kedai, yang ada di samping mini market yang terletak di taman kota. Mereka sedang menunggu pesanan mereka tiba. Keduanya masih diam, tak ada yang berniat untuk membuka percakapan.
Padahal, jika mereka mau, mereka tak perlu keluar hanya untuk sarapan. Tapi entah kenapa, pagi itu Rendra ingin keluar dari kamar hotel yang mereka tempati. Tidak baik berduaan bersama Mawar di dalam ruangan yang tertutup.
Jika kesabarannya sudah habis, dan dirinya tak bisa mengendalikan diri karena hasrat yang bergejolak. Rendra takut, jika nanti dia akan menerkam istrinya, Mawar. Menerkam, lalu meremukkan setiap tulang-tulangnya, dan melahap habis setiap inci dari tubuh istrinya.
Astaga, membayangkan dirinya bisa memakan istrinya membuat adik kecil Rendra kembali terbangun. Kenapa? Kenapa dengan mudahnya adik kecilnya terbangun? Padahal dia hanya membayangkannya saja!
"Ren ...." Mawar memanggil suaminya. Gadis itu sedang membiasakan diri, memanggil nama suaminya. Meski tidak menggunakan nama yang mesra, setidaknya dia tidak memanggil Rendra dengan panggilan 'Hei'.
"Hem, kenapa?" sahut pria itu sambil menatap orang-orang yang sedang berlalu-lalang.
"Ini baju dari mana?"
"Dari mama."
"Mama kamu?"
"Iya, dari mertua kamu. Kenapa? Bajunya kekecilan?" selidik Rendra.
Saat pagi tiba, Rendra langsung menelpon mamanya dan melakukan protes atas hilang baju-bajunya. Dan Mirna pun dengan cepat mengirimkan masing-masing satu baju.
Rendra dikirim kaos putih, celana pendek hitam, yang dipadukan dengan sneaker. Sedangkan Mawar, gadis itu dikirim satu dress selutut berwarna navy, dipadukan dengan flat shoes. Dan bonus, satu lingerie berwarna hitam. Tapi Rendra langsung menyembunyikan lingerie itu.
Pesanan pun tiba. Keduanya langsung menyantap apa yang mereka pesan. Diam, tak ada obrolan. Hanya suara orang yang berlalu-lalang saja yang menemani mereka sarapan.
Hingga akhirnya mereka selesai makan, keluar dari kedai, keduanya masih sama-sama diam. Lalu Rendra berjalan menuju toserba yang ada di sekitar taman kota. Untuk membeli beberapa pakaian untuk dirinya, dan juga untuk Mawar - istrinya.
"Mau kemana?" tanya Mawar heran. Karena Rendra malah berjalan ke arah yang berlawanan dengan hotel yang mereka tempati.
"Beli baju."
"Buat?"
"Ya buat dipake, lha!"
"Iya tau, buat dipake. Maksudnya beli baju buat siapa?" Mawar, gadis itu masih sedikit sabar menghadapi suaminya yang sering ngegas tidak beraturan itu.
"Buat gue, dong! Lo kira gue beli baju buat Lo, hah?"
Tanpa menjawab perkataan Rendra, Mawar langsung berjalan duluan. Meninggalkan Rendra yang masih mematung di tempat.
"Mau kemana?" tanya Rendra heran.
"Beli baju!"
"Buat apa?"
"Buat dipake dong!"
Oke, Rendra diam. Dia tau jika istrinya - Mawar sedang kesal pada dirinya. Dengan berat hati, akhirnya Rendra pun mengikuti Mawar. Karena jujur saja, dia tidak terlalu hafal toko-toko yang ada di kota itu. Meski dulu dia pernah tinggal di sini. Iya, dulu. Saat dirinya masih kecil. Tapi semuanya sudah berubah dengan seiring berjalannya waktu.
___________
Tokyo, Jepang
Di dalam sebuah kamar hotel, terdengar suara decitan ranjang, dan juga rancauan seorang wanita yang sedang menikmati indahnya surga dunia.
"Aaahhhh!" desah wanita itu saat mencapai k*****s.
Sama halnya dengan laki-laki itu. Dia menekan seluruh tubuhnya, menyemburkan benih-benih ke dalam rahim wanita itu. Cairan putih nan kental merembes keluar, dan berceceran di atas sprei.
Sang laki-laki mencabut miliknya dengan kasar. Lalu berjalan menuju kamar mandi, sedangkan si wanita hanya diam, meringkuk di atas kasur. Menikmati rasa lelah yang melanda dirinya, efek b******a semalaman dengan tuannya.
Laki-laki itu keluar dari kamar mandi, dengan handuk yang ia lilit di pinggang. Ia berjalan menuju meja, mengambil sebatang rokok dan menyulutnya. Kemudian, laki-laki itu menatap keindahan Kota Tokyo, dari kamar hotelnya melalui kaca yang terpasang di kamar hotelnya.
Setelah puas melihat keindahan Tokyo, laki-laki itu langsung berjalan menuju ranjang. Dan melemparkan sejumlah uang pada wanita itu.
"Ini bayaran kamu untuk malam ini!" ucapnya dengan dingin.
"Terimakasih, Tuan."
"Cepat pergi dari sini!" usir laki-laki itu. Yang bahkan tak memberikan kesempatan pada si wanita untuk mengenakan pakaiannya terlebih dahulu.
Si wanita hanya mengambil pakaiannya yang berceceran di lantai, dan bergegas keluar dari kamar hotel itu. Wanita itu berjalan sambil memeluk baju-bajunya, sambil menutupi bagian-bagian tubuhnya.
Tak sedikit laki-laki yang menggodanya. Tapi wanita cantik itu hanya diam, tak memberikan respon apa-apa. Hingga akhirnya dirinya tiba di toilet, dengan cepat dia mengenakan pakaiannya yang tadi ia bawa.
Setelah selesai memakai baju, wanita itu berjalan keluar. Berdiri di depan cermin, melihat hampir semua tubuhnya dipenuhi oleh tanda merah. Kotor? Tentu saja? Jijik? Iya, dia bahkan jijik terhadap dirinya sendiri. Tapi kenapa dia memilih jalan ini? Karena ia tak punya pilihan lain. Kerasnya hidup di zaman sekarang. Zaman di mana hukum rimba berlaku di sini, siapa yang kuat, dialah pemenangnya.
Lalu, bagai mana dengan dirinya yang lemah itu? Tentu saja, dia hanya menjadi alas kaki bagi mereka yang kuat. Terinjak-injak tak berdaya, mengeluh pun percuma. Karena tak akan ada yang mendengarkan.
Wanita itu berjalan keluar dari hotel, menyusuri jalanan Kota Tokyo seorang diri. Tak terasa air matanya keluar, membasahi pipi mulus wanita itu. Dadanya terasa sesak, saat kerinduan terhadap orang yang ia sayangi mulai menghampiri dirinya.
Di keluarkan sebuah foto yang sudah cukup usang dari dalam tasnya. Menatap laki-laki yang ada di dalam foto itu dengan lekat, lalu ia pun tersenyum.
"Ren, aku kangen ...." lirih wanita itu sambil mengecup foto itu, dan mendekapnya erat.
Rendra, laki-laki yang sudah ia cintai selama bertahun-tahun. Sudah hampir enam tahun ini dirinya menghilang dari kehidupan sang kekasih. Iya, dia adalah Michelle Aurora. Wanita yang memiliki kedudukan paling tinggi di dalam hati Rendra.
Bagi Michelle, semuanya sudah berubah. Perlahan-lahan orang yang ia sayangi pergi meninggalkan dirinya, orang-orang yang selalu ada disampingnya perlahan mulai menghilang entah kemana.
Menurutnya yang masih tetap sama adalah, rasa cintanya pada Rendra, yang tak pernah berubah sedikit pun. Yang ada malah semakin besar.
Wanita itu pun memiliki keyakinan yang cukup tinggi, jika Rendra dengan setianya menunggu kepulangan dirinya dari luar negeri. Dan ketika pulang nanti, dia akan menikah dengan Rendra.
Impiannya yang sempat tertunda karena berbagai halangan. Tinggal 7 bulan lagi Michelle berada di Tokyo, setelah semuanya selesai. Dia berencana akan kembali ke Indonesia.
"Tunggu aku, Ren. Tunggu urusanku selesai. Jika semuanya telah usai, aku akan kembali padamu, dan kita akan merajut mimpi yang sempat tertunda."
Setelah bermonolog sendiri, Michelle pun pulang ke apartemennya. Sambil bersenandung, membayangkan dirinya mengucapkan janji sehidup semati di hadapan Tuhan.
Apakah semuanya akan tetap sama, jika Michelle tau bahwa sang kekasih sudah menikah dengan sahabatnya sendiri, Lita? Iya, Mawar Jelita. Sahabat, sekaligus teman masa kecilnya.
Bukankah takdir ini terlalu lucu untuk mereka? Terlalu kejam? Apakah mereka akan mampu mengahadapi ujian kali ini? Entahlah, siapapun yang akan bertahan hingga akhir. Maka dialah pemenangnya.