Pagi hari di kediaman Laura Vanessa...
Hari pertama Sinta bekerja tidak terlalu kaku, meskipun dirinya belum pernah jadi Art sebelumnya namun dirinya sudah terbiasa melakukan pekerjaan rumah, baginya ini hal biasa.
Seperti perempuan pada umumnya, Sinta memiliki bakat memasak. Pagi ini ia membuat sarapan berupa nasi uduk dan telur gulung.
" Kamu masak apa Sin, wangi banget baunya? " Tanya Laura , ia baru saja turun dari kamarnya. Laura terlihat sudah rapi dengan pakaian kerjanya.
" Karena saya belum tau selera Bu Laura, jadi saya memasak Nasi uduk bu " Sahut Sinta sambil menaruh beberapa lauk ke meja makan.
" Ehmm, ini sih makanan favorit suami saya, Sin" Tutur Laura membenarkan kerah bajunya.
" Ehm... Gitu yaa bu, " Sinta bergumam, lalu kembali menyiapkan lauk yang baru matang.
" Apa pria tampan yang semalam suami bu Laura? " Gumam Sinta, dalam hati.
" Mah, tumben kamu masak nasi uduk? " Terdengar suara Ivan yang sedang menuruni tangga.
" Kamu ya, kalo nasi uduk hidungnya peka banget. Sini duduk pah, ini nasi uduk buatan pembantu baru kita " Ucap Laura, di susul dengan mengambilkan nasi untuk suaminya.
" Iya dong, ini kan makanan favoritku " Ivan terlebih dulu meneguk segelas air putih, matanya beralih ke arah Sinta yang tengah menyiapkan lauk.
" B*k*ngnya semok banget " Batin Ivan menatap Sinta dari belakang.
" Ayo makan pah, udah siang nih " Ujar Laura, seperti biasa. Wanita yang tidak pernah cuti kerja kecuali hari libur, wanita disiplin yang bahkan tidak pernah telat ke Kantor.
Pasangan suami istri yang baru menikah selama dua Tahun ini belum di karuniai buah hati. Kegiatan mereka sehari-hari hanya bekerja, sehingga mereka memiliki kesibukan masing-masing.
Tak lama kemudian Sinta datang membawa telur gulung.
" Silahkan Bu, pak " Tuturnya ramah. Sejenak Ivan melirik Sinta, lalu di balas dengan anggukkan kepala oleh-nya.
" Pah, dia pembantu baru kita, namanya Sinta" Ucap Laura, sambil menyantap nasi uduk buatan Sinta.
Sinta hanya menganggukkan kepalanya, mengingat kejadian semalam ia sedikit canggung dan malu.
" Nama saya Ivan, kedepannya mohon bantuannya ya " Ujar Ivan, menikmati nasi uduk.
" Baik pak "
" Sin, berkat kamu hari ini kami sarapan berat. Rasanya sudah lama ngga makan nasi uduk , makasih ya " Ucap Laura tulus. Selama ini, mereka berdua hanya sarapan roti selai ataupun nasi goreng.
" Syukurlah kalau Bu Laura suka, saya permisi ke dalam dulu ya Bu " Pinta Sinta dan di sauti dengan anggukan oleh Laura.
" Enak banget ya pah? "
" Iya mah? Kamu kok pinter sih cari pembantu " Ucap Ivan sambil mengunyah makanan, melihat itu Laura hanya terkekeh.
" Makan dulu deh pah, bicaranya nanti hehe " Laura merasa gemas dengan suaminya pagi ini.
" Udah cantik,sexy , pinter masak lagi. Duh aku jadi.. " Gumam Ivan, dalam hati.
Laura meneguk air putih lalu beranjak dari kursi " Pah, aku berangkat dulu ya? " Ucap Laura, seperti biasa. Laura selalu meninggalkan suaminya saat sedang sarapan.
" Hemm "
Mendengar jawaban malas suaminya, Laura pun meninggalkan kecupan di pipi Ivan sebelum pergi.
" Ck, Laura selalu begitu. Untung ada nasi uduk, jadi mood ku ngga rusak " Gumamnya sambil mengunyah makanan.
Sinta kembali ke dapur untuk membereskan perkakas yang digunakan untuk masak tadi " Loh, bu Laura udah berangkat pak? " Tanya Sinta dan hanya di sahuti dengan anggukkan.
" Tapi bapak kan belum selesai makan, kok... " Di tengah-tengah ucapannya, Sinta sadar telah ikut campur, lalu ia memilih untuk menghentikan ucapannya.
" Kalo gitu sini temenin saya. Kamu belum sarapan kan? "
" Tapi, sa..saya kan cuma pembantu pak "
" Pembantu juga manusia kan? Butuh makan? Cepat duduk dan makan, temani saya " Perintah Ivan.
Karena bangun sejak pagi, safitri pun merasa lapar. Ia menurut dan mengambil secentong nasi lalu menyantapnya bersama " Kok jadi gini sih " Gumamnya merasa canggung.
" Umur kamu berapa, Sin? " Tanya Ivan, penasaran.
" Saya 20th pak, " Dengan malu-malu, Sinta menjawab.
" Baiklah Sin,"
Mereka menikmati sarapan bersama, Ivan membuat suasana menjadi santai dengan mengobrol tentang pengalaman kerja Sinta.
" Bu Laura kenapa sih? Kenapa dia menyia-nyiakan suami setampan dan sebaik ini " Gumam Sinta, dalam hati.
" Sudah jam 8, saya berangkat dulu ya Sin. Kalau kamu mau keluar jangan lupa kunci pintu " Tutur Ivan, lalu pergi ke kantor.
Sinta menatap punggung Ivan yang semakin tak terlihat. Setelah sarapan, Sinta membereskan semua perkakas lalu kembali ke Kamar.
" Ternyata bekerja sebagai pembantu tidak secapek yang ku kira " Gumam Sinta di dalam kamarnya.
Karena kedua Majikan pergi bekerja, Sinta bisa santai saat siang. Ia memilih istirahat di kamarnya, sambil bermain ponsel.
Sinta yang lugu nan polos ini ternyata punya hobi yang tak biasa. Dia punya hobi menonton film biru, seperti yang saat ini sedang ia lakukan.
Sinta menggigit bibirnya dan menghimpit bantal guling di kakinya, ia juga memegang dadanya sendiri " Ehm, nonton aja aku geli. Apalagi kalau merasakan ini " Gumamnya di dalam kamar.
Sinta menonton film tersebut hingga mulutnya menguap..
“”
"Sin , kamu ngga pakai bh ya? Biji kopinya keliatan tuh " Ucap Ivan tanpa ragu.
" Kalau malam saya ngga terbiasa pakai Bra pak " Sinta terlihat sensual mengenakan Lingerie berbahan sateen dengan tali yang tipis, hingga memperlihatkan gundukannya.
" Kalau begini aku kan jadi ingin " Gumam Ivan di hadapannya, namun ucapannya terdengar oleh Sinta.
" Kalo bapak mau, boleh pegang kok " Sinta menawarkan diri.
" Apa dia sudah gila? " Batin Ivan, menelan salivanya.
Sontak Ivan mendekat, dan memeluk Laura dari belakang, Tangannya langsung menuju ke Gunung kembar miliknya, tak lupa Ivan memilin pucuk dadanya hingga membuat Sinta menggeliat.
Sinta menggoyangkan pant*tnya yang menempel pada milik Ivan.
" Tau ngga Sin, kamu itu begitu menggoda " Bisik Ivan. Kedua tangannya masuk ke dalam pakaian Laura, sehingga langsung menyentuh puncak gunung kembar Sinta.
Ivan dengan berani menurunkan Tali lingerie Sinta menggunakan giginya, lalu mendaratkan kecupan di bahu mulus Sinta.
" Ahhh, pakk " Lenguh Sinta, tubuhnya terasa bergetar saat Ivan mendaratkan ciuman di lehernya. Sinta semakin merasa panas dengan pijatan lembut tangan Ivan pada kedua gunung kembarnya.
Ivan mengeluarkan satu tangannya dan menempatkannya ke mulut Sinta. Lalu setelah jarinya basah, Ivan kembali memasukkan tangannya kedalam pakaian Sinta dan menyentuh pucuk d**a Sinta.
Merasakan sesuatu yang agak basah menyentil pucuk dadanya, Sinta semakin menggoyangkan tubuhnya " Aahhhhh , pakk enak " Tutur Sinta mendesah. Ivan tersenyum puas melihatnya.
" Ini belum apa-apa sayang " Tangan Ivan lalu semakin turun, dan merogoh segitiga yang safitri kenakan.
Tangan nakalnya menjelajahi liang hangat safitri " Aahhhh,, shhhh... Ahhh pakkkk " Sinta dibuat melenguh oleh Ivan.
Tringg.....tringg... tringg.....
Tiba-tiba ponsel Sinta berdering, sehingga membangunkan pemiliknya yang tengah terlelap tidur " Astagaaaa, bisa-bisanya aku mimpi dengan Pak Ivan." Gumam Sinta, memukul kepalanya sendiri. Rupanya terlalu menyayangkan perlakuan Tika terhadap suaminya pagi tadi.
" Maaf ya bu Laura, aku ngga bermaksud mimpi dengan suamimu " Sinta bermonolog dan membuka ponselnya. Ia mendapat panggilan dari Dina yang ingin menanyakan tentang pekerjaan Sinta, namun karena tertidur membuat Siinta tidak menjawab panggilan.
Hingga tak terasa, Waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore, Sinta memilih membersihkan tubuhnya.
Sore hari-nya Laura pun pulang ke Rumah, tetapi tidak dengan Ivan yang selalu pulang malam.
" Mau di masakin apa bu malam ini? " Tanya Sinta, sopan.
" Saya jarang makan kalau malem Sin, jadi kamu ngga perlu masak " Sahut Laura, sambil meregangkan tubuh-nya di sofa.
" Baik bu.. Ehm, tapi kalau tidak ada makanan, Pak aris makan apa bu? " Safitri kembali memastikan.
" Dia pulang malam terus Sin, paling sudah makan di luar " Laura terlihat acuh, entah itu hanya pandangan Sinta saja atau memang Laura orang yang seperti itu.
" Baik kalau begitu, bu. Saya masuk ke dalam dulu ya bu " Laura hanya mengangguk sambil memijat pelipisnya.
“”
Malam harinyaa seperti biasa, ritual sebelum tidur Sinta adalah mandi. Kali ini Sinta mengenakan daster spandek polos berwarna kuning, ia tak pernah mengenakan bra pada saat hendak tidur.
Kini ia sudah berada di bawah selimut, namun perutnya keroncongan " Aduhh, ayolahh tinggal tidur aja kenapa harus demo sih cacing-cacingku " Sinta menggerutu dengan dirinya sendiri.
Pukul satu malam, Sinta terpaksa harus turun ke dapur untuk membuat sesuatu yang bisa di makan.
Perlahan Sinta membuka kulkas, ia mengambil dua sosis kemasan untuk di makan dalam kamar. Tampaknya ia terlalu malas untuk memasak di tengah malam begini, sebelum kembali ke kamarnya, ia tak lupa mengisi botol air minumnya terlebih dahulu.
" Sin, kamu ngapain jam segini? " Suara bariton milik Ivan tiba-tiba terdengar, dan membuat Sinta terkejut.
" Eh, eee ini pak... " Sinta tak tahu, harus bicara dari mana.
" Kamu lapar? "
Sejenak Sinta diam, lalu menganggukkan kepalanya.
" Kalau lapar makan dong. Saya juga haus, makanya mau ambil minum? " Tuturnya mengambil air dingin dari kulkas.
" Bapak belum tidur? "
" Belum lah, kan masih disini " Ivan meneguk botol air mineral di hadapan Sinta, hingga membuat jakunnya naik turun.
Sinta menatap lekat, hingga membuat dirinya teringat dengan mimpi basahnya bersama Ivan.
Tanpa Sinta sadari, bahwa Ivan juga melihat biji kopinya yang terlihat menonjol di balik daster spandex-nya.
" Sin, kamu bisa mijit nggak? " Tanya Ivan.
" Karena saya dari kampung, bisa sih sedikit-sedikit "
" Kalo gitu, sini pijitin saya? " Ujar Ivan menuju ke sofa.
" Ta...tapi pak... "
" Pundak saya pegel banget Sin, jadi ngga bisa tidur " Tutur Ivan, membuat Sinta merasa tak tega.
Akhirnya Sinta menghampiri Ivan, menuju ke sofa.
" Dimana yang pegel pak? " Tanya Sinta, lirih
Ivan menunjukk pundak lebarnya, lalu tangan Sinta perlahan menekan titik yang di tunjuk oleh Ivan.
" Ya disitu Sin, pegel banget " Sinta sendiri lumayan lihai dalam hal memijat, namun tiba-tiba Ivan membuka kaos-nya, hingga membuat Sinta menelan salivanya.
Bagaimana bisa mendadak begini setelah mimpi panas bersama pria yang kini ada dihadapannya.
" K..kok bapak lepas baju sih? " Eluh Sinta terlihat malu dan canggung.
" Biar lebih berasa, Sin " Tuturnya sambil menggerak-gerakkan lengan kirinya yang sudah merasa enakan.
" Wahh, ini lebih enakan dari tadi Sin. Makasih ya? " Ivan terus menggerakan lengannya, hingga tak sengaja menyenggol gunung kembar Sinta.
" Aw " Pekik Sinta, akibat serangan mendadak dari lengan Ivan.
" Sial, kenyal banget. Aku ngga sengaja menyenggolnya " Gumam Ivan, dalam hati.
" Maaf fit aku ngga sengaja " Ucap Ivan tiba-tiba.
" I..iya pak " Sinta, merasa malu. Kenapa harus bagian itu yang Ivan senggol?
" Sin? "
" I..iya pak, ada apa? "
Bersambung...