Aborsi

1070 Kata
“Kak Juna… sakit… tolong aku… Lirih Linda pelan saat merasakan sakit dikepalanya, membuat jurnal langsung menggendong tubuh lidah, karena Juna melihat kepala Dinda sudah dipenuhi oleh cairan merah. Juna membawa Linda ke rumah sakit, dan tidak melihat ke arah Caca yang memiliki nasib lebih mengenaskan daripada Linda. Padahal, selain karena nasib Caca yang lebih mengenaskan daripada Linda, Caca juga sedang mengandung darah daging Juna yang seharusnya Caca lah yang harus mendapat pertolongan lebih dulu daripada Linda, karena Caca ada dua nyawa yang harus diselamatkan. Sayangnya, Juna malah lebih memilih menyelamatkan Linda lebih dulu, daripada menyelamatkan istri dan anaknya. Mungkin nasib Caca belum punya keberuntungan, hingga sang suami lebih peduli pada sahabatnya daripada pada dirinya yang statusnya jauh lebih berharga dari seorang sahabat. Caca baru sadar dan langsung melihat ke sampingnya bahkan ke seluruh sisi ruangan, berharap ada Juna. Sayangnya, Caca harus menelan pahit saat melihat di kamar rawatnya tidak melihat Juna. Caca bangun dan pintu kamarnya terbuka, Caca pikir Juna yang datang, ternyata seorang dokter dan perawat yang datang. “Nyonya jangan bangun dulu, kondisi Nyonya masih kurang sehat. “ Kata dokter meminta agar Caca tidak bangun. Caca yang mendengar ucapan dokter tidak merasa senang ataupun sedih karena ternyata anaknya masih selamat. Entah kenapa, Caca tidak merasa senang, padahal seharusnya Caca merasa senang karena anaknya baik-baik saja. Tapi, Caca malah tidak memiliki rasa bahagia itu. “Nyonya, hampir saja kami gagal menyelamatkan bayi yang ada dalam kandungan Nyonya. Tapi syukurlah, anak Nyonya sangat kuat. “ Kata dokter yang tidak mendapat tanggapan apapun dari Caca. Caca tetap diam saja dan memandang lurus ke depan. Dokter mencoba mengecek kondisi Caca, dan dokter kembali meminta Caca untuk istirahat, lalu berpamitan ke luar. Baru saja dokter membuka pintu kamarnya, Caca sudah membuka suaranya hingga dokter terpaksa menghentikan langkah nya. “Boleh saya bertemu dengan dokter di lain waktu. Saya ingin bertemu dokter secara pribadi, “ kata Caca dengan nada dinginnya. “Boleh, Nyonya. Katakan saja kapan anda ingin bertemu dengan saya,” kata dokter mempersilahkan Caca untuk membuat temu janji dengannya. “Dalam waktu dekat ini saya ingin bertemu dengan dokter. “ Kata Caca tegas, yang langsung dimengerti oleh dokter. Caca pun mempersilahkan dokter pergi meninggalkan kamar rawatnya. Suasana di kamar Caca terlihat sangat mencekam, sudah seperti suasana di dalam gua. Caca terus menatap lurus ke depan dengan sorot mata yang terlihat begitu sangat mendalam, yang artinya Caca benar-benar sangat tersiksa batin, dan merasa tidak mampu untuk menyimpan duka lara dalam rumah tangganya. “ Semoga Pilihanku kali ini merupakan pilihan yang tepat. Setelah aku memutuskan pilihan ini, aku akan menghapus jejak benih CEO Juna yang ada dalam rahimku.” Gumam Caca pelan, yang entah Apakah itu suatu kebetulan atau hal yang memang pertanda sebuah kutukan, di mana kata-kata Caca yang ingin menghapus jejak benih CEO Juna dalam rahimnya itu bersamaan dengan petir yang menggelegar tanpa ada tanda-tanda akan hujan, hingga membuat Juna dan juga Linda yang berada dalam rumah sakit yang sama dengan Caca merasa terkejut saat mendengar suara petir yang tiba-tiba saja mengagetkan mereka, hingga membuat Linda langsung memeluk lengan Juna dengan begitu erat. "Kak Juna, aku takut. Kenapa tiba-tiba ada petir?" Tanya Linda dengan nada sedihnya, dan tentunya nada itu sangat dibuat buat seolah-olah Linda, seolah-olah Linda sangat ketakutan akan petir tersebut. "Tidak apa-apa. Kamu tenang saja. Ada aku." Ujar Juna mencoba untuk menenangkan Linda, yang sebenarnya Juna sendiri juga merasa bingung kenapa ada petir di siang yang terlihat sangat cerah. Linda semakin mengeratkan pelukannya saat mendapatkan kata kata manis dari Juna, merasa Iya sudah menang dari Caca, dan merasa memiliki peluang yang tinggi untuk merebut Juna dari Caca. Tanpa Juna sadari, Linda tidak hentinya memperlihatkan senyum misteriusnya, yang entah kenapa Linda merasa memiliki banyak rencana untuk mempertahankan Juna berada di sisinya, dan segera mengakhiri pernikahan Juna dengan Caca. Caca mencengkram kuat selimut yang menutupi kakinya, dan tangan yang lainnya menyentuh perut besarnya bersamaan dengan air mata yang mulai berjatuhan. Entah apa maksud dari keinginan Caca untuk menghapus benih CEO Juna yang ada dalam rahimnya, dan apa maksud dari reaksi wajah Caca yang sulit diartikan saat mengetahui fakta kalau anaknya baik-baik saja, semua masih menjadi tanda tanya. Caca mencoba turun dari ranjang rumah sakit, dan berniat untuk menemui dokter yang sudah membuat janji tadi. Sayangnya Caca tidak bisa melanjutkan langkahnya saat Caca melihat Juna tengah memeluk Linda. Caca melihat di sebuah kamar rawat yang jaraknya tidak jauh dari kamarnya, melihat Juna begitu sangat menyayangi Linda, membuat d**a Caca Bergemuruh hebat menahan sakit dihatinya. “Tidak bisakah sedetik saja ke kamarku untuk melihat kondisi ku? Apa tidak ingin tahu bagaimana kondisiku saat ini? “ Caca bertanya-tanya dalam hati saat melihat wajah Juna tanpa dosa memberi perhatian penuh pada Linda, sedangkan dirinya diabaikan. Wanita mana yang rela suaminya memberi perhatian lebih pada wanita lain, dimana wanita itu adalah sahabatnya sendiri, sedangkan dirinya hanya diabaikan. Sama seperti yang dirasakan oleh Caca saat ini, sungguh rasanya tidak kuat melihat perhatian yang diberikan Juna pada Linda sangat luar biasa, memperlakukan Linda seperti ratu, sedangkan dirinya tidak jauh berbeda dengan wanita pelakor yang harus mengalah demi istri sahnya, padahal status Caca bukanlah pelakor, melainkan istri sahabatnya Juna, tapi Caca merasa dirinya bukan seperti istri sah. Pikir Caca saat ini. Caca mulai membalikkan badannya untuk kembali ke kamarnya, namun Linda yang menyadari keberadaan Caca langsung memberitahu Juna, dan meminta Juna pergi, karena takut Caca salah paham. Yang jelas, semua itu hanya drama palsu. Linda meminta Juna segera pergi seolah-olah Linda takut menghancurkan rumah tangga Caca dan Juna, padahal kenyataannya, memang itulah yang diinginkan oleh Linda. “Ca, kenapa kamu ada disini? Kamu jangan salah paham ya, aku sama Linda… “Kamu ngeliat aku ada disini langsung mencari pembelaan? Kamu gak nanya bagaimana kondisiku, kondisi bayi yang ada dalam kandunganku? “ kata Caca dengan penuh kekecewaan, karena disaat dirinya baru sadar dari kecelakaan nya, Juna malah berusaha untuk mencari pembelaan, bukan mengkhawatirkan kondisinya ataupun kondisi anak yang ada dalam kandungannya “Aku rasa, kamu baik-baik saja. Hanya luka kecil saja, kan. “ Ujar Juna seraya mengangkat tangannya untuk menyentuh perban yang ada di kepala Caca, membuat Caca langsung menepis tangan Juna, hingga membuat Juna marah. “Yah, kamu benar. Hanya luka kecil. Kembalilah masuk, karena hanya Linda yang nyawanya terancam. “ Ujar Caca setelah berhasil menepis tangan Juna, dan pergi begitu saja dengan membawa sejuta luka dihatinya saat sang suami meremehkan kondisinya. Juna memandang kepergian Caca tanpa merasa bersalah, hingga Juna tidak mengejar Caca. “Dokter, aku mau aborsi…
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN