Pleura menyeruput air hangat yang diberikan Alex. Sewaktu Jesylin ingin membunuh Pleura, terdengar jejak kaki seseorang yang membuat Jesylin pergi dengan mengurungkan niatnya. Dan ternyata orang itu adalah Alex.
Singkat cerita, pada malam itu Alex sedang berkelana mencari makan malam untuk mengganjal perutnya yang kosong, di sekitar Jalan Sultan Agung, tepatnya di dekat area Gedung Tua itu. Namun tanpa sengaja mata-nya teralihkan kepada Gedung Tua yang tidak berpenghuni itu, Alex melihat kobaran api yang melingkar melalui jendela di Gedung itu.
Merasa ada yang tidak beres dengan Gedung Tua itu, Alex pun langsung menerobos masuk. Dan ternyata ia menemukan gadis yang sedang terduduk lesu di tengah-tengah api yang melingkarinya sembari menangis ketakutan. Tak disangka ternyata gadis itu adalah Pleura. Adik kelasnya yang pingsan karena terbentur bola basket kemarin.
Sebagai manusia kita dianjurkan untuk saling tolong menolong. Mau tak mau Alex akhirnya menolong Pleura dan mengantarnya pulang dengan Alamat yang Pleura berikan kepadanya. Tidak hanya itu Pleura meminta Alex menemaninya sebentar saja karena ia masih merasakan trauma atas kejadian itu. Alex sempat menolaknya berulang kali, namun melihat kesedihan gadis itu Alex jadi tak tega dan mengurungkan niatnya untuk pulang.
"Udah mendingan?" tanya Alex hati-hati.
Pleura diam. Kejadian yang ia alami ini benar-benar membuatnya trauma.
"Siapa nama lo?" tanya Alex kembali.
"Pleura."
"Kenapa lo bisa terjebak di lingkaran api itu? Siapa yang melakukannya?"
Hening.
"Lo punya mulut gak sih?" kini Alex menaikkan nada suaranya. Jujur saja Alex paling membenci jika ia dikacangin seperti itu.
"Cih, percuma yah Tuhan memberi lo mulut tapi lo enggak mempergunakannya. Kenapa gak sekalian aja Tuhan membuat lo bisu?" sambung Alex sarkastik dengan sindiran pedasnya di tambah lagi dengan nada ketus, membuat orang yang mendengarnya bergidik ngeri.
"Kak, aku mohon kakak bermalam disini untuk sehari saja." pinta Pleura tiba-tiba.
"Apa?" Alex terkejut
"Enggak, gue mau pulang!"
"Sehari aja kak, aku mohon."
"Lo kira gue cowok apaan? Jangan manfaatin rasa kasihan gue ke elo ya!" kata Alex ketus.
"Plis kak."
"GAK!"
"Gimana dengan seragam sekolah gue jika gue bermalam disini? Jangan bilang kalau gue pakai seragam lo."
"Tenang kak, aku punya seragam siswa kok. Aku dapat pas aku menang lomba. Aneh sih, bukannya aku dapat seragam siswi malah dapat seragam siswa. Kata pembawa acaranya seragam siswi nya habis, jadi sebagai penggantinya aku dapat seragam siswa." Pleura malah curhat.
"GAK."
Mendengar itu Pleura malahan menangis sekencang-kencangnya. Melihat Pleura menangis Alex merasa kasihan sekarang, Alex memang seseorang pria yang tidak bisa melihat wanita menangis. Mau tak mau Alex harus menuruti permintaan gadis menyebalkan itu.
***
Pleura turun dari motor sport Alex. Ya, pagi itu Alex berangkat sekolah dengan Pleura.
Para penghuni sekolah yang melihat seorang Alex membonceng gadis itupun langsung terkejut melihatnya. Bahkan sampai ada siswi yang pingsan karena terkejut juga panik.
Sebenarnya Alex adalah tipikal orang yang tidak mau membonceng gadis yang tidak di kenalnya. Dan pada hari itu juga seluruh sekolah gempar melihat Alex yang cenderung pendiam serta acuh tak acuh pada wanita kini berbanding terbalik.
Teriakan para fans Alex kini terdengar dimana-mana. Namun sang mos wanted school itu tak menghiraukannya. Dengan santainya ia melengos pergi ke kelas dengan cepat. Berbeda dengan Pleura yang tampak kebingungan melihat para penghuni sekolah yang berteriak teriak tidak jelas itu.
"ASTAGA ALEX! DIA BONCENG CEWEK!"
"SERIUS SIH?"
"EH ITU BENERAN ALEX?"
"GILAAAA!!!!!"
"GUE JUGA MAU DONG!"
"JIN BERWUJUD ALEX KALI AH ITU, GAK MUNGKIN ITU ALEX!"
"YE APAANSIH LOH."
"ITU KAN SI CAIRAN LIMFA?"
"MASA SIH CAIRAN LIMFA?"
***
Saat jam istirahat.
Pleura membenamkan kepalanya di atas meja dengan tangan yang memeluk perutnya. Ia merasa sangat lelah sekali.
Sudah ratusan pertanyaan atau mungkin sudah ribuan pertanyaan yang di lontarkan para siswi SMA Twilight padanya pagi itu, yang tak lain adalah mencari kebenaran bahwa dirinya atau bukankah seseorang yang di bonceng Alex tadi pagi.
Byur...
Seseorang menyiram kuah bakso yang masih panas tepat ke kepala Pleura.
Sontak saja hal itu membuat Pleura bangun dari tidurnya dan meringis kepanasan. Pleura pun menengadahkan kepalanya ingin melihat siapa yang telah memperlakukan hal itu kepadanya.
Ternyata itu adalah Jesylin.
"Kurang yah, siksaan yang gue kasih ke lo kemarin?" ucap Jesylin dengan alis terangkat satu.
"Gak kapok-kapok ya lo!"
"Lo mau famous? Gak gini caranya b**o!" Jesylin melotot.
"J-jesylin aku mohon jangan siksa aku!"
"Gimana gue gak nyiksa lo terus, kalau lo buat ulah terus hah?"
"Aku gak buat ulah Jesylin." sergah Pleura.
"Wuih, lancang sekali lo ya!"
"Gak usah kecentilan deh lo sama Alex! bukannya gue udah bilang jangan deketin Alex?"
Jesylin sudah siap mengepalkan tangannya keras dan bersiap untuk melayangkannya ke pipi Pleura.
"DASAR PEL--" perkataan Jesylin terhenti serta tangannya yang ingin menampar pipi Pleura pun tertahan.
"Pel apa?" kata Tomi yaitu pacar Jesylin, tiba-tiba yang langsung melepaskan tangan Jesylin kasar.
Diantara seluruh penghuni Sekolah SMA Twilight yang masih mempunyai hati yang baik adalah Tomi.
"Honey?!" Jesylin terkejut setengah mati.
"Jadi gini kelakuan lo?"
"Gak nyangka gue, dengan lo Jes. Covernya doang yang bagus. Tapi dalamnya?"
"Beib plis, ini bukan seperti yang kamu lihat. plis dengerin aku." Jesylin memegang tangan Tomi seraya meyakinkannya.
"Gak usah pegang-pegang gue!"
"T-tomi kenapa kamu jadi kasar?" mata Jesylin berkaca-kaca.
"Gue malu, punya pacar dengan kelakuan bengis kaya lo Jes."
"Ini gak seperti yang kamu lihat Tomi!"
"Mulai sekarang kita putus!" ucap Tomi tegas dan langsung menarik Pleura menjauh.
"A-apa?"
"Jangan siksa Pleura, ini peringatan buat lo, gue masih kasih keringanan sama lo dengan gak melaporkan lo ke BK. Tapi kalau sampai lo menyiksa Pleura kembali, jangan harap lo bisa Sekolah di Twilight lagi."
"Ayok Pleura. Kita bersihin kepala lo yang kena kuah bakso si Biadab tadi." ajak Tomi.
Setelah itu Tomi pergi dengan Pleura.
"DASAR PLEURA!"
"b*****t!"
"MONKEY!"
"PIGGY!"
"DOGY!"
"AARGH." Jesylin mengacak rambutnya frustasi.
Ia menendang-nendang meja dan kursi dengan keras. Sontak saja hal itu membuat murid yang berada di kelas itu memarahinya.
"Woy, Ini meja kursi punya sekolah kalo rusak gimana? Lo kira sekolah ini punya nenek moyang lo apa?"
"PLEURA, GUE BAKAL BIKIN LO MATI. KARENA LO UDAH MEMBUAT HUBUNGAN GUE DAN TOMI BERAKHIR! LIHAT AJA!" teriak Jesylin.
"Woy, Jesylin lo udah gila ya teriak-teriak sendiri?" sahut Windi yang merasa terganggu.
"Iya ih, kayak orang gila di deket pombensin." sahut yang lainnya.
"Jesylin gila."
"Jesylin gila."