Hari Pernikahan

1422 Kata
"Maaf nyonya. Kalau boleh tahu siapa anak nyonya yang akan menikah dengan saya itu?" Tanya Arumi sedikit ragu. Arumi benar-benar penasaran dengan laki-laki yang akan menikahinya. "Kamu akan menikah dengan anak pertama kami." "Kalau untuk nama nanti saja ya, saya diminta untuk merahasiakannya dulu. Karena sebenarnya kamu juga sudah kenal kok dengannya," jawab Delian dengan begitu yakin. Arumi merasa tak enak hati, tapi ia merasa tak berani jika harus terus bertanya. Yang Arumi ingat hanya ia sekarang adalah penebus hutang papanya dan tak mau keluarganya kehilangan segalanya. "Bagaimana kalau sekarang kita ke butik untuk mencari gaun pernikahan kamu?" Tanya Delian. "Sekarang Nyonya?" tanya Arumi. Delian pun mengangguk. "Iya Arumi. Pernikahan kalian akan digelar satu bulan lagi dari sekarang, jadi kita harus mulai bergerak," ucap Delian menjelaskan. 'Pernikahannya benar-benar akan dilaksanakan satu bulan lagi?' Pikir Arumi. "Arumi?" Panggil Delian karena Arumi tak menanggapi kata-katanya. "Eh iya nyonya," jawab Arumi sambil melihat ke arah Delian. "Jangan panggil saya nyonya. Panggil saya ibu saja, kan sebentar lagi saya akan menjadi ibu kamu," pinta Delian sambil tersenyum pada Arumi. "Baik nyo- eh, ibu," ralat Arumi cepat. "Nah, begitu kan lebih baik," ujar Delian. Setelah itu Arumi dan Delian pun keluar dari ruangan itu diikuti oleh dua pelayan. Arumi dan Delian masuk ke dalam mobil yang berbeda dengan mobil yang Arumi naiki saat datang ke rumah itu. Mobil putih mewah itu dikendarai oleh sopir yang berbeda pula. Bukan Pram yang menyetir. Selama dalam perjalanan Delian banyak bertanya tentang kegiatan Arumi. "Setelah saya lulus kuliah saya bekerja di sebuah perusahaan selama satu tahun. Tapi sekarang saya punya toko kue, jadi saya membuka usaha sendiri." "Toko kue nya masih kecil sih bu, saya lebih nyaman punya usaha sendiri," ujar Arumi tersenyum. "Itu bagus sekali dong. Ah saya makin yakin untuk menikahkan kamu dengan anak saya," ujar Delian. Arumi tak menanggapi ucapan Delian. Ia hanya bisa tersenyum. Arumi merasa status sosial Delian jauh lebih tinggi dan Arumi takut salah jika banyak bicara. Tak lama kemudian mobil pun berhenti karena sudah tiba di butik. Delian dan Arumi keluar dari mobil dan masuk ke butik itu. Keduanya disambut dengan hangat oleh dua pegawai yang ada di sana. "Anda sudah ditunggu nona Lie di lantai dua nyonya," ucap seorang pegawai. Delian pun mengangguk dan berjalan ke arah lift diikuti Arumi dan pegawai itu. Lie adalah pemilik sekaligus desainer di butik itu. Setibanya di lantai dua, mata Arumi tak berkedip saat ia melihat banyak sekali gaun pengantin yang terpasang di patung. Gaun pengantin yang sangat mewah. "Selamat datang kembali nyonya!" Seru seorang wanita dengan suara khasnya. Delian langsung melihat ke sumber suara, begitupun dengan Arumi. Seorang wanita dengan memakai kemeja dan rok sampai bawah lutut itu menghampiri Delian. Mereka pun berpelukan sesaat. "Jeng, ini calon mantu kamu yang baru?" Tanya Lie yang seusia dengan Delian. Delian pun mengangguk. 'Calon menantu yang baru? Apa aku ini dijadikan istri kedua? Apa yang dikatakan Bella salah. Apa anak ibu Delian ini bukan duda? Melainkan dia sudah punya istri, makanya ibu Delian tak menyebutkan nama anaknya agar aku tak mencari tahu?' Pikir Arumi. "Arumi, kemarilah nak," pinta Delian membuyarkan lamunan Arumi. Arumi langsung menghampiri Delian dan Delian mengenalkan Arumi pada Lie. Arumi melupakan pikirannya tadi. Entah mengapa Arumi tak bisa menolak apapun yang diminta oleh Delian. Delian masuk ke ruangan Lie bersama Arumi. Delian dan Lie membicarakan gaun pernikahan yang nanti akan Arumi kenakan. Arumi tak banyak bicara saat itu, ia hanya duduk di samping Delian. 'Ah aku seperti orang bodoh saja di sini, hanya diam saja,' batin Arumi. Tak lama kemudian pembicaraan selesai, Lie mengukur tubuh Arumi. Delian juga tak luput diukur juga karena ia juga ingin memakai gaun yang baru. Setelah pengukuran usai Arumi dan Delian pun keluar dari butik. Delian mengantar Arumi ke rumahnya tanpa turun dari mobil. "Arumi, nanti saya akan menghubungimu untuk persiapan lainnya ya," ucap Delian pada Arumi sesaat mobil Delian berhenti di depan rumah Aditya. Arumi pun mengangguk. Setelah hari itu, Arumi beberapa kali pergi bersama Delian untuk persiapan pernikahan. Sikap Delian yang ramah membuat Arumi nyaman. Walau sebenarnya semakin lama Arumi semakin penasaran dengan lelaki yang akan menikahinya. *** Hari pernikahan. Acara pernikahan dilaksanakan di El Zein hotel. Hotel milik Kenan El Zein yang tak lain calon ayah mertua Arumi. Ballroom hotel telah didekorasi sesuai dengan keinginan Delian. Warna dekorasi didominasi warna putih. Tamu yang diundang dalam jumlah terbatas. Arumi kini sedang ada di ruang rias, ia sudah sangat cantik dengan gaun pengantin berwarna putih yang sangat pas di tubuhnya. Di ruangan itu hanya ada Arumi sendiri. Karena semua orang sedang menyaksikan akad nikah di ballroom hotel. Aditya beralasan Arumi hanya akan bertemu dengan anak Kenan dan Delian jika lelaki itu sudah sah menjadi suaminya dan Arumi pun mengikuti apa yang diminta ayahnya. "Bu, hari ini aku menikah," ucap Arumi pelan sambil melihat wajah cantik yang telah dipoles make up ala pengantin itu. Arumi yang jarang sekali memakai make up terlihat manglingi sekali. Wajahnya terlihat sangat cantik. Hingga tak lama kemudian pintu ruangan terbuka. "Kak, saatnya kakak keluar," ujar Bella yang juga cantik dengan memakai gaun saat itu. Bella menghampiri Arumi dan membantu kakaknya itu berdiri. "Sekarang kakak sudah sah menjadi seorang istri, saatnya bertemu dengan suami kakak," ucap Bella seraya tersenyum. Arumi pun berdiri tanpa menanggapi ucapan adiknya itu. Arumi pun keluar dari ruangan itu dengan digandeng oleh Bella. Setibanya di ballroom hotel, Arumi dan Bella berjalan ke meja akad nikah yang di sana sudah ada seorang lelaki yang berdiri menunggu Arumi. Sementara Aditya, penghulu dan para saksi duduk. "Kak, angkat wajahmu dong," bisik Bella saat menyadari Arumi menundukan pandangannya. Arumi pun perlahan mengangkat wajahnya sambil berjalan dengan pelan digandeng oleh Bella. Dan saat mata Arumi menatap ke depan, Arumi langsung menghentikan langkahnya saat melihat wajah lelaki yang tengah menunggunya di meja akad nikah. 'Ian? Aku menikah dengannya?' Batin Arumi tak terima. Saat Arumi menghentikan langkahnya, semua tamu undangan menatap Arumi dan Briliant secara bergantian. Dan suara MC membuyarkan lamunan Arumi. "Sepertinya mempelai pengantin perempuan kita terpesona melihat ketampanan Brilliant Putra El Zein yang kini telah sah menjadi suaminya," ucap MC laki-laki yang sejak tadi memandu acara. Arumi langsung melihat ke arah MC. "Nona Arumi Kiara Dewi, silahkan mulai berjalan sendiri," ujar MC laki-laki itu. Bella pun melepaskan gandengannya dan meninggalkan kakaknya, membiarkan Arumi berdiri sendiri lima meter dari meja akad nikah. "Kepada tuan muda Brilliant, silahkan sambut istri anda," tambah MC lagi dengan suaranya yang khas. Brilliant pun mulai berjalan mendekati Arumi dengan langkah gagah. Arumi yang masih kaget itu pun mulai kehilangan keseimbangan, di sisi lain juga karena ia tak terbiasa menggunakan heels. Saat Arumi akan terjatuh, Brilliant menahan punggung Arumi dan itu membuat semua tamu undangan tersenyum gemas melihatnya. Menyadari hal itu Arumi langsung berusaha menegakkan kembali tubuhnya dan berdiri di samping lelaki tinggi dan gagah yang kini telah menjadi suaminya itu. *** Sore harinya. Setelah menjalani prosesi adat dan resepsi pernikahan seharian, Arumi pun masuk ke kamar hotel yang sudah Delian siapkan untuknya dan Brilliant. Saat masuk ke dalam kamar, Arumi melihat Brilliant sedang duduk di atas tempat tidur. Tempat tidur dengan bed cover putih dan ditaburi kelopak bunga mawar. Arumi yang saat itu masih menggunakan gaun pun hanya bisa terdiam di dekat pintu. "Kenapa diam saja di sana?" Tanya Brilliant dengan nada datar tanpa melihat ke arah Arumi. "Aku tidak menyangka dinikahi olehmu. Ah kalau tahu aku akan menikah dengan lelaki sepertimu. Aku akan menolak," jawab Arumi cepat. Mendengar jawaban Arumi, Brilliant mengangkat wajahnya dan menatap wajah Arumi lekat. "Aku juga sebenarnya tak mau menikahimu," ujar Brilliant sambil berdiri dari duduknya dan menatap wajah Arumi dengan tatapan mata tajam. "Cintaku hanya untuk istriku." "Aku menikahimu hanya karena permintaan ibuku." "Jadi, kamu tidak usah menjalani peran kamu sebagai istri. Siapa juga yang mau menikah dengan perempuan udik sepertimu," ucap Brilliant. Lelaki yang menikahi Arumi tadi siang. Arumi hanya bisa memanyunkan bibirnya menanggapi ucapan Brilliant. Brilliant berjalan ke arah meja yang ada di kamar itu. Lalu mengambil sebuah map hitam di sana. Arumi memperhatikan gerak-gerik Brilliant hingga Brilliant berjalan mendekati Arumi. "Ini surat perjanjian, tanda tangani surat ini." "Kita menikah hanya satu tahun," ujar Brilliant. Arumi terpaku. Ia tak menyangka ternyata Brilliant benar-benar menikah hanya karena pernikahan ibunya. Bahkan ia sudah merencanakan perceraian. "Aku tidak mau kamu mengambil hartaku sekecil apapun jika nanti kita bercerai dan yang paling penting kamu jangan mencintaiku dan aku tidak akan pernah mencintaimu," lanjut Brilliant dengan sinis. Arumi terdiam mendengar inti dari isi perjanjian itu. "Ambil!" Seru Brilliant saat Arumi tak mengambil map di tangannya. "Atau kamu mau menikah denganku karena aku kaya?" Bisik Brilliant di telinga Arumi. Arumi melebarkan matanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN