Hayu memandang lekat foto tua di tangannya, tangannya bergetar hebat. Matanya memindai sosok pria yang begitu ia kenal—Hadyan, suaminya—berdiri tersenyum di samping seorang wanita asing, menggendong seorang bayi yang tak kalah asing. Namun senyum itu kini terasa seperti belati yang mengoyak dadanya. Pria yang selama ini ia percayai sepenuh hati, pria yang ia dampingi dalam suka dan duka, ternyata menyimpan rahasia besar selama bertahun-tahun. “Siapa dia…? Siapa wanita ini? Siapa anak itu?” bisiknya getir. Air mata mulai tumpah, mengalir tanpa bisa dibendung. Ia merasa dikhianati, dibohongi habis-habisan. Bukan karena kehadiran wanita itu semata, tapi karena Hadyan tak pernah memberinya ruang untuk tahu, untuk bersiap menghadapi kenyataan seperti ini. Hayu menggenggam foto itu erat-er