Karena Emy belum juga muncul, Eric menyuruh bi Hanun untuk memeriksa gadis itu di kamarnya.
Emy masih meringkuk di dalam selimut ketika si bibi mengetuk pintu kamarnya tiga kali. Sepertinya bi Hanun juga baru ingat kalau Emy tidak bisa bicara, barulah si Bibi langsung masuk dan menemukan Emy yang masih menggigil karena demam.
Setelah membuatkan minuman hangat untuk Emy, Bi Hanun segera memberi tahu tuanya jika Emy sakit dan demamnya sangat tinggi.
Eric kembali menelpon Dokter Daniel untuk memeriksa kondisi Emy. Padahal saat itu Dokter Daniel masih belum selesai menangani pasien tapi Eric memaksa bahkan sampai mengancam akan menghentikan donasinya untuk rumah sakit dan panti asuhan jika dirinya tidak segera tiba dalam tiga puluh menit.
Kadang Eric emang agak keterlaluan dan aneh. Memangnya sejak kapan dia jadi posesif terhadap asistennya. Dokter Daniel tahu jika kemarin Eric sebenarnya juga tidak suka saat dirinya membawa Emy ke villa bersama Mia. Walau orang seperti Eric tidak akan mungkin mau mengakui kepeduliannya pada orang lain, tapi sejujurnya Daniel ikut senang jika akhirnya sahabatnya itu mulai mau sedikit membuka diri meski masih saja dengan cara ngeselin.
Dokter Daniel terpaksa meningalkan pasiennya. Walupun dia tahu Erik tidak mungkin benar-benar menghentikan donasinya untuk rumah sakit dan panti, tapi tetap saja kalau dia marah bakal merepotkan. Ingat saat Eric sedang marah-marah karena pengurus yang dikirim ayahnya tidak pernah becus, padahal sejatinya Eric sendirilah yang mencari masalah untuk menolak perhatian jenis apa pun dari orang tuanya. Eric yang murka membanting semua guci di sudut rumahnya. Akhirnya Dokter Daniel tidak tega juga membiarkan Mia membersihkannya seorang diri.
Karena itu memang sangat aneh jika tiba-tiba Eric jadi posesif seperti ini dengan asistennya.
Tidak sampai tiga puluh menit Dokter Daniel benar-benar sampai di rumah Eric, dia segera di antar Bi Hanun ke kamar Emy.
Sebenarnya Emy justru tidak tahu jika Eric kembali memanggil Dokter Daniel karena dia pikir dirinya cuma flu dan akan segera membaik. Sebenarnya Emy termasuk orang yang jarang sakit tapi cuaca di tempat ini memang kurang cocok untuknya.
"Berbaringlah lagi, " perintah Dokter Daniel karena Emy langsung duduk dan hendak berdiri begitu mengetahui kedatangannya.
Setelah melakukan pemeriksaan Dokter Daniel kembali menulis resep obat untuk Emy dan menyuruh suami Bi Hanun agar mengambil resep tersebut di apotiknya.
"Apa kau tidak keberatan jika aku memberimu suntikan multi vitamin?" tanya Dokter Daniel dan Emy mengangguk.
Dokter Daniel langsung mengeluarkan spet jarum 5ml dan sebuah tabung kaca coklat kecil dari dalam tasnya. Suara perpindahan cairan dari dalam tabung yang melewati jarum suntik sempat membuat Emy merasa ngilu.
Emy masih memperhatikan ketika Dokter Daniel kembali pengganti jarumnya dengan ukuran yang lebih kecil.
"Ini tidak akan sakit, " kata Dokter tampan itu sambil tersenyum jahil, " tapi jangan bilang-bilang Eric jika aku memberimu suntikan. "
Emy tidak tahu apa maksud Dokter Danil tapi gadis itu kembali mengangguk.
Emy pikir 'apa peduli Eric!' Emy malah takut Eric akan marah dan memecatnya jika dirinya tidak segera bekerja dan payah seperti ini.
"Nanti segera minum penurun demamnya setelah makan dan jangan lupa istirahat dulu. Abaikan saja walaupun Eric berteriak memanggilmu."
Emy segera mengambil kertas di atas meja dan menuliskan sesuatu yang segera dia tunjukkan pada Dokter Daniel.
[TERIMAKASIH]
Dokter tampan itu mengangguk dan balas tersenyum.
[Apa Eric yang menyuruh Anda kemari]
Meski sempat berhenti untuk berpikir sejenak dan memperhatikan Emy, tapi akhirnya Dokter Daniel mengangguk juga.
"Panggil saja Daniel! " tegas pemuda itu ketika merunduk untuk menyentuh punggung tangan Emy.
"Apa Daniel sudah datang?" tanya Eric yang baru muncul di pantry dan bi Hanun sedang membuat jahe hangat untuk Dokter muda kesayangannya. Aroma jahe itu yang membuat Eric tahu jika Daniel sudah datang dan tidak menemuinya terlebih dahulu.
"Apa Tuan juga mau minuman hangat? " si Bibi malah bertanya dan Eric langsung menggeleng.
"Dimana Daniel? " Eric masih fokus dengan pertanyaannya.
"Dokter Daniel masih di kamar Lola."
Eric tidak mengatakan apa-apa lagi setelah itu dan langsung pergi. Bi Hanun yang sepertinya juga kurang peka dengan kekesalan tuannya juga sudah kembali asik melanjutkan kegiatannya.
Eric sudah duduk di sofa ketika Daniel keluar dari kamar Emy.
"Dia hanya demam karena flu, jangan terlalu paranoid. "
"Apa maksudmu!" tepis Eric menanggapi sindiran sahabatnya.
"Ingat kau baru saja mempertaruhkan masa depan 400 ribu anak panti hanya untuk ini."
"Aku hanya tidak tahu karena Lola tidak bisa mengeluh atau bicara," kelit Eric.
"Kau benar."
Eric tidak peduli meski tahu dukungan Daniel kali ini hanya lelucon untuk mengejeknya.
"Aku harus langsung pergi." Dokter Daniel langsung berpamitan karena harus melanjutkan pekerjaanya yang sempat tertunda tadi.
Setelah demamnya sempat naik turun selama seharian akhirnya malam harinya Emy bisa tidur cukup nyenyak dan mendapatkan pagi yang lebih baik dengan kepala yang sudah terasa ringan. Baru saja dia hendak turun dari tempat tidur tiba-tiba ponsel di lacinya berbunyi. Emy buru-buru mengambil benda persegi tersebut dari dalam laci.
Ternyata itu telpon deri Mr. Hardy. Seperti biasanya dia langsung menanyakan perkembangan anaknya. Kadang Emy semakin iri dengan Eric yang sangat beruntung memiliki ayah sebaik itu, tapi dia justru malah membencinya. Hidup memang beraneka ragam masing-masing memiliki penyakitnya sendiri-sendiri, jika kita tidak pandai-pandai bersyukur maka kita hanya akan menjadi penggerutu.
"Kenapa dari kemarin kau tidak memberiku kabar? "
"Maaf kemarin aku lupa," bohong Emy yang tidak ingin Mr. Hardy tahu jika dirinya sedang sakit. Emy sangat membutuhkan pekerjaan ini, tentu dia tidak mau jika hanya karena gejala flu dirinya sampai harus kehilangan pekerjaan.
"Lain kali jangan lupa lagi, kirim semua kegiatan Eric dalam sehari walau hanya dalam pesan singkat. "
Emy baru lega saat Mr. Hardy lebih dulu menutup telpon tanpa rasa curiga sama sekali jika dirinya sedang berbohong.
Emy segera pergi ke kamar mandi, karena dia harus bekerja jika tidak ingin kehilangan pekerjaan. Setelah mandi dan berpakaian dengan cepat Emy bergegas ke kamar Eric sambil berdoa semoga dia tidak terlambat untuk menyiapkan pakaian.
Eric adalah orang yang on time, semua kegiatannya terjadwal dan jam segini biasanya dia masih di kamar mandi, seharusnya Emy masih punya waktu lima menit untuk menyiapkan pakaian. Akan ada kunjungan Dokter hari ini yang artinya dia juga akan kembali bertemu Dokter Daniel yang baik hati.
Buru-buru Emy menyusun pakaian Eric sesuai urutan dan belum juga dia selesai tiba-tiba Eric justru sudah keluar dari kamar mandi dengan hanya melilitkan handuk di pinggang. Emy yang masih syok spontan melangkah mundur sampai tersandung dan terjatuh di kasur dengan suara bedebum.
"Lola, apa itu kau? "
Dengan cemas Emy mengetuk dua kali.
"Apa kau sudah sembuh? "
Tadinya Emy pikir Eric akan marah tapi ternyata dia hanya bertanya dan benar-benar terlihat penasaran.
Emy mengetuk lagi dua kali.
"Apa kau sudah menyiapkan pakaianku?"
Emy kembali mengetuk.
"Sebenarnya aku masih ingin berenang. "
Emy langsung mengetuk tiga kali
"Kemari jika kau ingin bertanya. "
Eric mengulurkan telapak tangannya.
Emy hanya heran kenapa Eric tidak segera mengusirnya keluar saja, karena melihat pria yang nyaris tak berpakaian rasanya sudah sangat memalukan, apa lagi dirinya malah di suruh mendekat segala. Emy mulai tidak yakin apa yang dia baca di buku semu benar karena seharusnya sekarang Eric marah bukanya malah menyuruhnya mendekat seperti ini.
Dengan hati-hati Emy menyentuh telapak tangan Eric yang terasa dingin dan menulis nama Daniel, yang artinya mengingatkan Eric jika ada kunjungan Dokter hari ini.
"Untuk apa aku bertemu dengannya setip hari. Hari ini dia tidak akan datang! " tegas Eric yang kemudian mengendus parfum yang dipakai Emy, karena gadis itu sepertinya agak terlalu banyak menyemprotkan parfum hari ini.
"Kuharap kau tidak kecewa!"
Emy masih bengong melihat Eric yang sudah berjalan ke luar meninggalkannya.