Waktu seakan berhenti saat Nadira merasakan seluruh tubuhnya melemas, tanpa daya. Jeritan hatinya terasa jauh lebih keras daripada suara apapun yang keluar dari bibirnya. Saat itu, di lantai ruang rapat yang dingin, Nadira menyadari bahwa kehormatannya telah dicabik-cabik tanpa belas kasihan. Ferdinand menatap Nadira yang terbaring tak berdaya di lantai dengan senyum kemenangan yang mengerikan. Matanya bersinar dengan kepuasan yang keji, seolah dia baru saja menaklukkan sebuah pencapaian besar. Dia kemudian melihat sesuatu di lantai yang membuat senyumnya semakin lebar. Tanda di lantai itu, yang menunjukkan bahwa dia adalah yang pertama bagi Nadira, mengukuhkan egonya. Ini adalah bukti bahwa dia telah berhasil mematahkan wanita cerdas dan kuat yang selama ini menolak godaannya. "Kam

